Oleh: Irsyad Syafar

Adab seorang hamba dalam menghadapi ujian dan bala dari Allah adalah bersikap sabar. Para ulama menyebutkan bahwa sabar itu sebagian dari iman. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Madaarij As Saalikin: “Iman itu ada dua bagian; separonya adalah sabar, dan separo lagi adalah syukur.” Dan sabar adalah cara terbaik dalam menghadapi ujian. Wajar kalau kemudian di dalam Al Quran terdapat 70 lebih pengulangan kata sabar.

Secara bahasa sabar itu artinya mengekang dan menahan. Maka sabar itu adalah menahan diri (nafsu) dari berkeluh-kesah dan sikap emosional, dan menahan lidah dari mengeluh serta menahan anggota tubuh dari berbuat kerusakan. Imam Ali bin Abi Thalib ra mengajarkan 3 jenis kesabaran: sabar terhadap musibah, sabar dalam ketaatan dan sabar terhadap maksiat.

Bersabar terhadap musibah artinya menahan diri dari mengeluh atau menolak takdir Allah tersebut. Sedangkan sabar dalam ketaatan adalah menahan diri dari sikap bosan dan berkeluh kesah saat beribadah. Adapun sabar terhadap maksiat adalah menahan diri dari rayuannya yang menggoda sehingga tidak terjerat ke dalamnya.

Salah satu tujuan utama dari adanya ujian dari Allah adalah untuk menyingkap mana orang yang bersabar dan mana orang yang mengeluh. Sebagaimana Allah berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّىٰ نَعْلَمَ ٱلْمُجَٰهِدِينَ مِنكُمْ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَنَبْلُوَا۟ أَخْبَارَكُمْ. (محمد: 31).

Artinya: Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS Muhammad: 31).

Maka tidak ada pilihan bagi kita dalam hidup di dunia ini. Ujian adalah kemestian dan kepastian. Pilihannya adalah menyikapinya dengan sabar atau sebaliknya. Akan tetapi ada beberapa hal yang dapat memudahkan untuk bersabar dan mendorong kita untuk itu:

a. Mengingat pahala orang-orang yang bersabar

Allah SWT telah menjanjikan beberapa kemuliaan dan balasan bagi orang yang bersabar. Sebagaimana yang terdapat dalam firmanNya dalam surat Al Baqarah, ketika Dia menyebutkan orang-orang yang bersabar dalam menghadapi musibah yang menimpanya dan mengembalikan semua urusannya kepada Allah. Allah berfirman:

أُو۟لَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَٰتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُهْتَدُونَ. (البقرة: 157).

Artinya: “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqarah: 157).

Maka ada 3 macam balasan yang Allah sediakan bagi orang-orang yang bersabar. Yang pertama adalah shalawat untuk mereka. Maksudnya adalah ampunan dan pujian yang baik. Yang kedua adalah rahmat, yaitu kasih sayangnya di dunia dan di akhirat. Sedangkan yang ketiga adalah memasukkan mereka ke dalam kelompok orang-orang yang mendapat petunjuk (hidayah) dariNya.

Disamping ayat di atas, Allah SWT juga menyebutkan dalam ayat-ayat yang lain bahwa Dia mencintai orang-orang yang bersabar dan juga Dia bersama orang-orang yang sabar. Sedangkan di dalam hadits Qudsy yang shahih Allah menyatakan:

مَا لِعَبْدِي الْمُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلَّا الْجَنَّةُ. (رواه البخاري).

Artinya: “Tidak ada balasan yang sesuai di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, jika aku mencabut nyawa orang yang dicintainya di dunia, kemudian ia rela dan bersabar kecuali surga.” (HR Bukhari).

b. Al Istirja’

Yaitu mengucapkan kalimat Innaalillahi wa innaa ilaihi raaji’un ketika mendapatkan musibah dari Allah SWT. Kalimat ini mengandung makna pengakuan seorang hamba kepada Allah, bahwa dirinya, keluarganya dan anaknya adalah milik Allah Ta’alaa. Semuanya diberikan Allah kepada hambaNya sebagai titipan saja. Bila Dia mengambilnya kembali maka Dialah yang memang berhak atas kepemilikanNya. Dan semua makhluk akan kembali kepadaNya, cepat atau lambat, meninggalkan dunia yang fana ini.

c. Pertanda cinta Allah kepada hambaNya

Adanya musibah dan ujian yang menimpa seorang hamba, maka itu adalah pertanda Allah mencintai hambaNya tersebut. Sekaligus itu pertanda kebaikan yang dikehendakiNya bagi hamba tersebut. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah Saw dalam haditsnya:

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (رواه الترميذي).

Artinya: “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi).

Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ. (رواه ابن ماجه).

Artinya: “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah).

Kedua hadits ini menjadi penghibur bagi orang beriman yang ditimpa musibah atau ujian. Karena ujian dari Allah tersebut ternyata bukti cinta Allah kepadanya.

d. Dosa bisa mengundang bala

Kalau kita ditimpa musibah atau ujian, harus juga kita sadari bahwa bala bencana bisa datang disebabkan karena dosa yang kita perbuat. Hal ini sudah ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya:

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ. (الشورى: 30).

Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS Asy Syuuraa: 30).

Bila rasa dan pemahaman ini selalu kita hadirkan, maka respon kita terhadap musibah dan ujian adalah menyegerakan bertaubat dan memohon ampun kepadaNya. Orang-orang shaleh pendahulu kita mengajarkan bahwa tidak ada terjadi bencana melainkan karena dosa. Dan tidak ada yang bisa mengangkatnya kecuali bertaubat. Dan mereka bila tertimpa musibah, yang paling pertama mereka lakukan adalah beristighfar.

e. Ampunan setelah musibah

Kita harus menyadari bahwa kelanjutan dari adanya musibah dan ujian adalah datangnya ampunan dari Allah SWT serta bergugurannya dosa-dosa. Allah SWT berfirman:

وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ . (البقرة: 216).

Artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.” (QS Al Baqarah: 216).

Dalam haditsnya Rasulullah juga bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا. (متفق عليه).

Artinya: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Wallahu Waliyyut Taufiq.
(Dari kitab Adabul Bala: Abdul Hamid Albilaliy)