oleh Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.
Manusia itu tempat kesalahan dan bukan manusia jika dia tidak pernah melakukan kesalahan.
Kesalahan itu pada dasarnya harus dikapitalisasi untuk menemukan kebenaran. Karena manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh, sehingga pasti melakukan kesalahan. Tetapi dari kesalahan demi kesalahan ini dia bisa belajar hingga menemukan kebenaran dan ilmu pengetahuan. Bukan membela diri dan mempertahankan kesalahan. Jika dia terus membela diri dan mempertahankan kesalahan maka ia tidak akan pernah menemukan kebenaran dan tidak bisa memperbaiki diri. Bahkan menjadi orang sombong, merasa sok pintar dan suka menyalahkan orang lain, padahal dirinya sendiri banyak melakukan kesalahan.
Diriwayatkan bahwa pakar ilmu tata bahasa arab (nahwu), Sibawaih, pernah salah mengucapkan satu kata di hadapan khalayak ramai hingga ia merasa sangat malu. Kemudian ia tekun mempelajari nahwu hingga berhasil menjadi salah seorang pakar ilmu nahwu yang terkenal.
Hal yang menyebabkan Imam asy-Syatibi menekuni ilmu ushul fiqh adalah kesalahannya dalam suatu masalah di masa mudanya, lalu ia mempelajari ilmu hingga menjadi salah seorang pakar ilmu ushul fiqh.
Kesalahan itu bukan aib, karena semua orang pasti mengalami kesalahan. Yang terpenting segera menyadari kesalahan lalu mengoreksi dan memperbaikinya.
Bahkan Allah tidak suka kepada hamba yang tidak pernah melakukan kesalahan lalu tidak pernah memohon ampunan dan bertaubat kepada-Nya.
Nabi saw bersabda:
“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sekiranya kalian tidak berbuat dosa sama sekali pasti Allah akan memusnahkan kalian. Setelah itu, Allah akan nengganti kalian dengan umat yang berbuat dosa, kemudian mereka memohon ampunan kepada Allah dan Allah pun mengampuni mereka”. (Muslim 4936)
Kesalahan seharusnya menjadi pelajaran bagi seseorang untuk bersikap tawadhu’, selalu introspeksi diri, dan tidak mencela orang yang melakukan kesalahan. Jika ingin meluruskan kesalahan, seharusnya ia mengingatkan dan meluruskannya dengan lemah lembut, secara tertutup, dan tidak meremehkan orang. Karena tindakan ini termasuk kesombongan yang dibenci Allah. Sabda Nabi saw:
“Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sebesar atom”. Seseorang berkata: Ada orang yang suka berpakaian bagus dan memakai sepatu bagus. Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Maha Indah menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang”. (Muslim 91)
Nabi saw mengarahkan agar kita memaafkan kesalahan orang-orang baik dan para tokoh teladan. Sabda Nabi saw:
“Maafkanlah kesalahan (ketergelinciran) orang-orang baik, kecuali dalam masalah hukum had”. (Abu Dawud, 3803)
Bila seseorang punya hobi menyebarluaskan kesalahan, aib atau rahasia seseorang atau jamaah maka bersiap-siaplah untuk dipermalukan dengan tersebarluasnya kesalahan dan aibnya sendiri.
Karena itu, Nabi saw melarang kita mencari-cari kesalahan dan aib orang lalu menyebarluaskannya. Sabda Nabi saw:
“Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya tetapi keimanan itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian menggunjing kaum muslimin dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan mereka, karena siapa yang mencari-cari kesalahan mereka pasti Allah akan mencari-cari kesalahannya, dan siapa yang dicari kesalahannya oleh Allah maka Dia akan mempermalukannya di dalam rumahnya sendiri”. (Abu Dawud, 4880)
Karena itu adab yang harus dijaga dalam masalah ini adalah saling menutupi aib dan rahasia kaum muslimin. Sabda Nabi saw:
“Siapa yang menutupi (aib dan aurat) seorang muslim maka Allah akan menutupinya di dunia dan akhirat”. (Ibnu Makah, 2544)
Termasuk menutupi aib dan aurat adalah menjaga hal-hal yang bersifat rahasia dan tidak selayaknya dipublish ke publik, baik berkaitan dengan kehidupan pribadi, rumah tangga atau jamaah.