
Dalam urusan akhirat, seorang mukmin tidak boleh merasa puas dengan amalannya. Apalagi sampai geer alias terlalu pede. Sebab teks dan konteks ayat ataupun hadits tentang amal shaleh adalah memerintahkan berlomba dan berpacu. Bukan sekedarnya saja.
Allah Swt berfirman menggambarkan penduduk surga:
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (22) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (23) تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ (24) يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ (25) خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (26).
Artinya: “Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 22-26).
Imam Al Qurtubhi menjelaskan makna ayat ini: “Berlomba-lombalah di dunia dalam melakukan amalan shalih.”
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala juga berfirman:
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا.
Artinya: “Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48).
Dalam ayat yang lain juga Allah SWT memerintahkan:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ.
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133).
Petunjuk Rasulullah SAW dalam beramal shaleh adalah menyegerakannya dan mengutamakannya. Dari hadits riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
بَادِرُوْا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحْ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
Artinya: “Bersegeralah kalian beramal saleh sebelum kedatangan fitnah (ujian) yang seperti potongan malam. Seseorang di pagi hari dalam keadaan beriman (mukmin) namun di sore harinya menjadi kafir; dan ada orang yang di sore hari dalam keadaan beriman namun di pagi hari menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan perhiasan dunia.” (HR. Muslim).
Dalam pelaksanaan ibadah shalat berjamaah misalnya, Rasulullah saw mendorong agar umatnya mengambil shaf yang terbaik. Bila perlu, harus diundi demi mendapatkannya. Bukan diserahkan begitu saja.
Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا.
Artinya: “Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah shaf pertama, sedangkan yang paling jelek bagi laki-laki adalah shaf terakhir. Sebaik-baik shaf bagi wanita adalah shaf terakhir, sedangkan yang paling jelek bagi wanita adalah shaf pertama.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain riwayat Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا.
Artinya: “Seandainya setiap orang tahu keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian mereka ingin memperebutkannya, tentu mereka akan memperebutkannya dengan berundi.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, maka seharusnya setiap mukmin tidak pernah puas dengan amal shalehnya. Dimana ada peluang mendapatkan pahala dan kemuliaan, maka ia harus berupaya merengkuhnya sekuat tenaga.
Disamping itu, semangat berlomba dalam amal shaleh akan muncul maksimal bila selalu melihat kepada orang-orang yang unggul dalam ibadah dan kebaikan. Jangan melihat orang lemah ibadahnya.
Imam Hasan Al Bashri pernah menyatakan:
إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة
“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”
Wahib bin Al Warid mengatakan:
إن استطعت أن لا يسبقك إلى الله أحد فافعل.
“Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridha Allah, lakukanlah.”
Ada juga sebagian Ulama salaf yang mengatakan:
لو أن رجلا سمع بأحد أطوع لله منه كان ينبغي له أن يحزنه ذلك
“Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.” (Dalam Latho-if Ma’arif, hal. 268).
Bila seorang mukmin selalu melihat ke atas (orang yang lebih taat) dalam urusan akhirat, maka ia akan terus terpacu untuk menambah amalnya, dan tidak akan geer. Sedangkan dalam urusan dunia, kalau ia senantiasa melihat ke bawah (yang lebih miskin), maka ia akan banyak bersyukur.
Terkait kandungan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انظروا إلى من هو أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم
Artinya: “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu A’laa wa A’lam.