Oleh: Irsyad Syafar
Qurasiy semakin meningkat kemarahannya kepada Rasulullah Saw. Lebih dari 100 orang kaum muslimin sudah aman berada di Habasyah. Sementara itu yang di kota Makkah masih ada yang masuk Islam. Maka muncullah ide yang lebih gila dari mereka. Yaitu menghabisi Muhammad Saw. Mereka mendatangi Abu Thalib yang masih setia membela dan mendukung dakwah anak saudaranya itu. Walaupun beliau sendiri tetap menganut agama nenek moyangnya.
Quraisy menekan Abu Thalib agar mau menghentikan dakwah ponakannya. Kalau tidak, maka mereka akan mengambil tindakan sendiri untuk menghabisinya. Dalam kondisi khawatir, Abu Thalib menyuruh Nabi Muhammad Saw. berhenti. Beliau berkata: “Wahai anak saudaraku, sesungguhnya kaummu telah mendatangiku. Lalu mereka berkata begini dan begini. Maka hentikanlah dakwahmu demi aku dan dirimu. Jangan membebaniku di luar kesanggupanku.”
Mendengar permintaan pamannya itu, Rasulullah mengira pamannya sudah menyerah dan melemah dalam menolongnya. Sehingga Rasulullah Saw. menjawab dengan sepenuh keteguhan, “Wahai Paman, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku menghentikan dakwah ini, niscaya aku tidak akan menghentikannya sampai Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya.”
Ketika mendengar jawaban yang mantap dari Rasulullah Saw. itu, Abu Thalib menangis. Ia berkata: “Pergilah anak saudaraku. Katakan apapun yang kau suka dan aku tidak akan pernah menyerahkanmu pada siapa pun.” (Sirah Ibnu Hisyam 1/265-266).
Para pemuka Quraisy semakin bingung melihat sikap Abu Thalib yang terus membela ponakannya, dan Rasulullah Saw. tidak mau surut ke belakang dalam dakwahnya. Maka Quraisy datang lagi mengajukan tawaran berikutnya. Mereka membawa salah seorang ponakan mereka yang tampan dan gagah, yaitu ‘Ammarah bin Walid bin Mughirah. Mereka menawarkan pertukaran pemuda ini dengan Muhammad Saw. Mereka serahkan Ammarah dan Abu Thalib harus menyerahkan Muhammad Saw. kepada mereka. Tawaran ini di tolak mentah-mentah oleh Abu Thalib. “Tawaran kalian sangat buruk sekali. Kalian serahkan anak kalian ke saya untuk saya kasih makan. Lalu saya serahkan anak saya untuk kalian bunuh. Demi Allah tidak bisa seperti ini sama sekali.”
Pasca negoisasi yang gagal itu kafir Quraisy semakin keras intimidasinya terhadap Rasulullah Saw. Rata-rata sudah mengarah kepada pembunuhan Beliau. Diantaranya Utbah bin Abu Lahab. Ia hendak menyakiti Rasulullah dan berhasil merobek baju Beliau Saw. Namun Rasulullah Saw. berhasil selamat dari penganiayaan Utbah. Bahkan Beliau mendoakan Utbah agar tewas diterkam oleh binatang buas. Doa tersebut terkabul tidak lama setelah itu ketika Utbah pergi berdagang ke negeri Syam. Di dalam perjalanan di saat rombongan beristirahat, datanglah seekor binatang buas yang akhirnya menerkam Utbah sampai tewas.
Abu Jahal juga melakukan hal hampir sama. Ia hendak melempar batu besar ke kepala Rasulullah Saw. ketika ia sujud. Namun tindakan itu tidak jadi dilakukan oleh Abu Jahal karena tiba-tiba ada seperti kepala unta yang sangat besar hendak menelan kepada Abu Jahal. Kata Rasulullah Saw. itu adalah Jibril yang melindunginya.
Begitu juga Uqbah bin Abi Mu’ith, ia menjambak leher Rasulullah Saw. ketika shalat dengan selembar kain sampai Beliau susah bernafas. Untunglah ketika itu Abu Bakar melewati tempat itu dan ia bantu melepaskan Rasulullah Saw. dari siksaan Uqbah tersebut. Abu Bakar berkata, “Kenapa kalian bunuh orang yang berkata: “Allah Tuhanku?” Akibatnya mereka mengeroyok Abu Bakar sampai pingsan.
Hamzah masuk Islam
Dalam suasana penindasan dan penyiksaan terhadap Rasulullah Saw. semakin meningkat, dan masa depan kaum muslimin sepertinya semakin gelap, datanglah secercah cahaya dan pertolongan dari Allah Swt. Allah berkehendak menguatkan RasulNya dan kaum muslimin dengan masuk Islamnya paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muththalib. Ia seorang pemuda Quraisy yang gagah berani. Itu terjadi pada bulan Zukhijjah tahun ke 6 kenabian.
Peristiwa Islamnya Hamzah ini berawal dari perbuatan Abu Jahal yang menyiksa Rasulullah Saw. di dekat bukit shafa. Abu Jahal memukul kepala Rasulullah Saw. dengan batu sehingga berdarah. Salah seorang budak perempuan Abdullah bin Jad’an memberitahukan peristiwa itu kepada Hamzah. Mendengar kabar tersebut, Hamzah yang baru pulang dari berburu dan masih membawa busur panahnya, langsung segera mendatangi Abu Jahal yang sedang berada di tengah kaumnya.
Serta-merta Hamzah memukul kepala Abu Jahal dengan busurnya hingga terluka. Iapun berkata dengan tegas kepada Abu Jahal, ”Apakah engkau menghinanya, sedangkan aku sudah berada di atas agamanya?” Inilah awal terbukanya hati Hamzah untuk menerima Islam. Melihat tokohnya dipukuli, pendukung Abu Jahal dari bani Makhzum berdiri hendak mengeroyok Hamzah. Akan tetapi orang-orang dari Bani Hasyim juga berdiri, siap membela Hamzah. Abu Jahal akhirnya menahan kaumnya. “Biarkan Abu Imarah (julukan Hamzah). Aku memang telah mencaci keponakannya dengan cacian yang sangat buruk.” (Sirah Rahmatan Lil’alamin 66).
Masuk Islamnya Umar
Masuk Islamnya Hamzah betul-betul memberikan energi baru dalam barisan kaum muslimin. Mereka merasa punya orang kuat yang akan membela mereka. Ternyata tiga hari setelah itu, masuk Islam pula Umar bin Khattab. Lelaki yang terkenal pemberani dan sangat bengis ini juga sangat ditakuti oleh Quraisy, apalagi oleh kaum muslimin yang dhuafa. Sebab mereka rata-rata telah pernah merasakan disiksa atau diganggu oleh Umar bin Khattab.
Sebenarnya Rasulullah Saw. sudah lama mendoakan agar Umar masuk Islam. Beliau sangat menyadari bahwa perjuangan Islam memerlukan figur-figur yang kuat yang akan menjadi benteng pembela dan penjaga Islam. Maka Beliau pernah berdoa: “Ya Allah, kokohkanlah Islam ini dengan salah satu dari dua orang yang paling Engkau cintai: Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam.” (HR Tirmidzi)
Sebenarnya, Umar sendiri sudah ada benih-benih iman saat mendengar Rasulullah membaca Surat Al Haqqah dalam shalatnya di Ka’bah. Namun fanatiknya Umar kepada agama nenek moyangnya masih menghalanginya untuk masuk Islam. Sampailah pada suatu hari di bulan Dzulhijjah tahun ke 6 kenabian, Umar pergi dengan pedang terhunus untuk mencari Muhammad Saw. dan akan membunuhnya. Namun di tengah jalan ia berjumpa dengan Nu’aim bin Abdullah yang mengabarkan bahwa adik kandungnya, Fathimah binti Khattab telah masuk Islam.
Mendengar berita itu, harga diri Umar terusik dan emosionalnya terpicu. Ia berbalik menuju rumah adiknya. Sebelum sampai di pintu, Umar sudah mendengar lantunan ayat Al Qur’an yang dibaca di dalam rumah Fathimah. Umar langsung masuk ke dalam rumah. Ternyata di sana ada Khubab yang tengah mengajari Al Quran kepada Fathimah dan suaminya. Fatimah tak sempat menyembunyikan shahifah (lembaran Al Quran) yang bertuliskan Surat Thaha.
Umar sangat marah melihat adiknya sudah masuk Islam Bersama suaminya. Sempat terjadi perdebatan antara Umar dengan adik iparnya. Umar langsung emosi dan menjatuhkan adik iparnya. Fathimah datang membantu suaminya. Akibatnya ia terkena oleh pukulan Umar sehingga wajahnya berdarah. Melihat adiknya berdarah, Umar menyesal. Ia meminta adiknya menyerahkan lembaran-lembaran Al Quran yang dimilikinya. Umar berkata, “Berikan kitab yang tadi kalian baca.” Namun Fathimah menolaknya: “Sesungguhnya engkau najis dan tidak ada yang boleh menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci. Mandilah engkau dahulu jika ingin menyentuhnya.”
Umar patuh dan menurut saja dengan permintaan adiknya. Ia mandi lalu kemudian membaca lembaran ayat-ayat dari surat Thaha dari bismillahirrahmanirrahiim. Umar berkomentar: “Ini nama-nama yang indah. Ketika sampai pada ayat:
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14).
Umar bergetar dan berkata, “Alangkah indah dan mulianya kalimat-kalimat ini. Kalau begitu, antarkan aku menghadap Muhammad.” Umar yang awalnya berangkat dari rumah untuk membunuh Rasulullah Saw., kini datang menghadap Rasulullah Saw. untuk bersyahadat. Doa Beliau telah dikabulkan oleh Allah Swt. Masuk Islamnya Umar disambut takbir oleh para sahabat yang berada di rumah Arqam bin Abil Arqam. Sehingga suara takbir itu menggema sampai terdengar oleh orang-orang yang di dekat Ka’bah.
Islamnya Umar telah melengkapi kekuatan dan harga diri kaum muslimin. Dua tokoh yang sangat disegani di kota Makkah, Hamzah dan Umar, menjadi tonggak utama penopang dakwah Rasulullah Saw. Kemudian Umar mengusulkan agar mereka Bersama-sama thawaf terang-terangan di Ka’bah. Agar orang-orang jahiliyah melihat inilah kaum muslimin. Rasulullah Saw. menyetujui usulan itu.
Maka keluarlah kaum muslimin membentuk dua barisan. Satu dipimpin Umar, satu lagi dipimpin Hamzah. Mereka thawaf mengelili Ka’bah, sementara orang-orang musyirik Makkah dirundung duka dan marah, mereka hanya bisa terperangah. Rasulullah Saw. memberi gelar kepada Umar sebagai Al Faaruq (Pembeda). Keislamannya telah menghadirkan situasi yang berbeda di kota Makkah. Kaum muslimin yang sangat tertindas sebelumnya, beribadah secara bersembunyi, sekarang dapat muncul terang-terangan.
Bersambung…