PADANG, sippfm.com- Ketua Umum MUI Sumatera Barat, Buya Gusriza Dt Palimo Basa menilai kisruh kasus dugaan pemaksaan siswi nonmuslim untuk memakai jilbab di SMK Negeri 2 Padang seperti diframing. Dengan kata lain, di angkat seolah-olah pemaksaan itu benar-benar terjadi.
“Kasus ini diframing, diangkat seolah-olah itu pemaksaan dan saya mau bertanya yang mula membuat istilah pemaksaan. Kemudian saya konfirmasi ke pihak Kominfo apa duduk perkaranya,” kata Gusrizal Gazahar Sabtu (23/1/2021) malam.
Ia menyebutkan, aturan wajib memakai jilbab merupakan peraturan daerah. Dulunya, hampir daerah tingkat di Sumbar melahirkan peraturan berpakaian islami untuk lembaga pendidikan.
“Tapi tidak satupun peraturan daerah (perda) yang mewajibkan nonmuslim untuk memakai jilbab,” katanya.
Ia meminta pihak-pihak berwenang agar menelusuri kasus ini dengan teliti dan bijak. Berdasarkan klarifikasi Buya Gusrizal kepada pihak terkait, anak yang menolak berpakaian Islami itu baru masuk ke SMK tersebut. Kemudian, awal ia masuk, sudah ada persetujuan untuk mengikuti cara berbusana kaum muslim.
“Kan sudah jelas. Dari awal masuk sekolah ada persetujuan untuk mengikuti cara berbusana muslim. Kemudian tiba-tiba dia tidak mau. Taroklah dia minta diralat untuk membuat pernyataan kembali, tapi di situ tidak ada unsur pemaksaan dari pihak sekolah untuk tetap memakai jilbab,” katanya.
Lebih jauh Buya Gusrizal, mengatakan untuk duduk perkara tersebut harus berpijak dengan aturan yang dibuat pihak sekolah bahwa tidak ada pemaksaan bagi siswa-siswi untuk tidak berpakain muslim atau memakai jilbab.
“Kalau memang ada kekeliruan dari pihak kita ummat Islam, kita tidak akan melakukan pembelaan apa-apa, malah kita akan luruskan umat dan itu adalah tugas ulama. Tapi kalau faktanya tidak ada pemaksaan, saya ingatkan pihak yang memframing. MUI akan terus memantau perkembangannya,” tegasnya.
“Jangan sampai hal ini dijadiakan celah masuk untuk mendiskreditkan Sumbar. Diakui Gusrizal, Sumbar akan tetap tumbuh dengan nilai-nilai kearifan lokalnya,” tuturnya
“Ya kalau ada orang yang mau mendiskreditkan Sumbar, datang saja, saya akan layani,” bebernya.
Harusnya, kata Gusrizal, yang harus diberlakukan sesuai ketentuan adalah siswa muslim dan muslimah.
Jika dia nonmuslim, jangankan perda, syariat Islam saja tidak mewajibkannya. Sebab, tidak ada hukum yang menjangkau orang beragama lain selain Islam. Intinya, tidak ada lagi yang harus dipersoalkan dalam masalah tersebut.
“Jangan-jangan ada orang yang mau mencoba-coba, karena dahulu pernah terjadi keributan terkait ketidaknyamanan dengan perda-perda bernuansa syariah. Apa ini yang sedang dirancang. Kalau memang iya, baik kita siap berhadapan dalam perkara ini,” tutupnya. (*)