Takut Mati dan Tak Siap Mati (6)

Oleh: Ust. Kamrizal, Lc., MA

Sebenarnya ingat mati di anjurkan dalam Islam. Takut mati bisa menjadi energi kebaikan, tenaga perbaikan dan perubahan. Orang yang ingat mati akan menghargai kehidupan. Orang yang menyia-nyiakan hidup akibat tak faham ada apa setelah kematian.

Dalam hal ingat mati ada tipikal manusia: manusia yang tak ingat mati, manusia yang ingat mati tapi tak berbenah, dan manusia yang ingat mati lalu bikin persiapan terbaik.
Tak ingat mati adalah musibah dan sumber malapetaka.

Ingat mati, tapi tak berbuat apa apa, berarti ada yang salah dg akalnya.

Ingat mati, lalu melakukan persiapan terbaik untuk hidup sesudah mati, itulah cerdik cendikia.
Orang yang tak ingat mati, menjadikan dunia sebagai obsesi tertingginya. Segenap potensi waktu, tenaga, dan usaha akan digunakan semaksimal mungkin untuk meraih dunia, untuk mendapatkan apa pun yang ia yakini bisa membuatnya bahagia di dunia. Prinsip nya adalah… kerja… kerja… dan kerja. Targetnya adalah… harta… tahta… dan sebagainya. Ukuran prestasinya adalah mendapatkan apa dan berapa, menguasai siapa dan menikmati mana.

Orang yang tak ingat mati biasanya tak peduli dengan agama dan norma. Mengesampingkan aturan, mengakalinya, dan bahkan mempermainkannya.

Maksiatnya lanjut, walau sudah tua. Nakalnya masih sama, walau sudah uzur, zalim dan tabiat buruknya tetap meski sudah sakit-sakitan.

Untuk ambisinya, apapun ia lakukan, dan siapapun, kalau perlu ia korbankan. Ia kehilangan jiwa, rasa, kejam, dan raja tega, walaupun ia berwujud manusia. Inilah musibah dan ini jua lah sumber malapetaka.

Sedang kan tipikal orang bodoh adalah, ingat mati dan takut mati, tapi tidak berdampak pada perilaku dan tdk ber efek pada perobahan gaya hidup. Tak ada upaya dan persiapan menghadapinya.

Ia masih yang kemarin, sibuk kerja, dengan berbagai agenda, asyik dengan karir dan sebagainya. Masalah ibadah? Ntar… ada waktunya, usia kan masih panjang, dunia tak akan kiamat besok, dan segudang alasan dan alibi lainnya.

Orang ini terbiasa melalaikan ibadah dan kewajiban, menunda kebaikan dan kebajikan.
Ada keinginan insaf dan berubah, meninggalkan kesalahan dan bertaubat. Ada keinginan untuk berhenti dan berbenah, tapi bukan sekarang, kelak, suatu saat. Kapan?… entahlah… ia juga tak bisa memastikannya. Ada sebahagian yang alhamdulillah sempat taubat di akhir usianya. Tetapi banyak yang terlambat, tak sempat mewujudnya niat itu, sampai ajalnya.

Nah! Orang yang cerdas adalah orang yang ingat mati, lalu segera berbenah melakukan persiapan terbaik untuk hidup sesudah kematian itu.

Rasulullah bersabda: “Mukmin yang cerdas adalah mukmin yang paling banyak mengingat kematian, dan paling baik mempersiapkan bekal untuk hidup sesudah mati.” (HR Ibnu Majah, disahihkan oleh Al Bani).

Ingat mati akan mendorong seseorang maksimal beramal dan melaksanakan ibadah sepenuh jiwa. Bahkan shalat akan terasa dalam dan khusyu’ jika ia membayangkan, seandainya ini adalah shalat terakhir nya.

Orang yang akan di hukum mati, jika di beri kesempatan untuk shalat dua rakaat, maka shalat terakhir yang ia kerjakan sebelum ia menjalani hukuman mati itu, adalah shalat terbaik dan terkhusu’ yang pernah ia lakukan.

Bahkan orang yang sudah menyadari akan mati dan nyawanya akan di cabut, berharap agar nyawanya tak dicabut sekarang, lalu kematiannya akan ditunda, untuk apa? ia bertekad dan berjanji untuk beramal shaleh dan bersedekah. (QS al- Munafikun, ayat 10)

Mari jadi mukmin yang cerdas, yang selalu dan banyak mengingat kematian, yang merenungi serta mentadabburi pesan Allah dan rasul Nya tentang apa yang terjadi setelah kematian. Insya Allah akan muncul kesadaran dan tekad untuk segera beramal dan berbuat baik. Segera berobah/berbenah tanpa menunda nundanya.

Maka… Ingat mati adalah energi perobahan yang lebih baik… Orang yang ingat MATI akan menghargai HIDUP.

Orang yang ingat mati justru makin baik, makin shaleh, dan makin produktif beramal.
Ya Allah anugrahkan lah kami kehidupan yang baik di akhirnya. Husnul khatimah saat ajal tiba.

Tinggalkan komentar