Oleh: Irsyad Syafar
Cemburu rasanya melihat atau mendengar orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Swt berupa kekuatan dalam beribadah. Dalam waktu yang cukup lama, mereka mampu melakukan sebuah ibadah. Dan itu berlangsung secara rutin.
Hudzaifah ra menceritakan dalam haditsnya bahwa ia pernah shalat malam bersama Rasulullah Saw. Dalam satu rakaat, Rasulullah membaca surat Al Baqarah, An Nisa dan Ali Imran. Itu ada sebanyak 106 halaman atau 5 juz lebih sedikit. Lalu Beliau rukuk dan sujudnya hampir sama lamanya dengan berdirinya. Bisa dibayangkan berapa lama berdirinya dalam 2 rakaat shalat. (Dalam HR Muslim).
Dalam hal tilawah Al Quran, dikhabarkan bahwa Imam Syafi’i bila datang bulan Ramadhan bisa mengkhatam Al Quran 2x sehari. Dalam sebulan beliau dapat 60x khatam. Sedangkan Imam Bukhari, shalat malam pada bulan Ramadhan, mengkhatam Al Quran dalam 3 malam saja. Artinya 10 juz dalam satu malam.
Dalam masa kontemporer ini, lumayan banyak masjid-masjid selama Ramadhan yang shalat tarawihnya 1 juz satu malam. Baik di Timur tengah, maupun di tanah air. Di Sumbar sendiri, lumayan ada masjid yang khatamkan setengah atau satu juz dalam shalat tarawih, semenjak 10 tahun terakhir. Dan para jamaah tetap banyak yang ikut shalat.
Pada tahun 90an, di masjid Al Kulaib Kuwait, shalat tarawih pada 10 malam terakhir bersama Syekh Abdurrahman Abdul Khaliq menuntaskan 3 juz semalam. Shalat dengan 8 rakaat itu dituntaskan dalam 4 jam. Dimulai pada jam 00.00, selesai pada pukul 04.00 shubuh. Sehingga di 10 malam terakhir dapat khatam 30 juz Al Quran.
Yang lebih spektakuler, ada saudara-saudara seiman di pesantren Temboro, shalat tarawihnya khatam 30 juz setiap malam. Luar biasa sabar dan kuatnya mereka. Sekitar 10 jam setiap malam khatam Al Quran dalam shalat. Sungguh sebuah kekuatan dan keteguhan dalam beribadah.
Timbul juga rasa sedih kadang, ketika shalat berjamaah di beberapa masjid. Malah imamnya yang “kena teror” oleh para jamaah. Bila imam sudah agak kepanjangan membaca ayat, jamaah yang di belakangnya mulai terbatuk-batuk. Seolah-olah menyuruh imam untuk segera rukuk.
Pernah juga saya beberapa kali mengimami para santri dalam shalat berjamaah. Bacaannya tidak terlalu panjang, dan rukuk sujudnya juga masih standar. Setidaknya menurut saya. Tapi sehabis shalat ada yang nanya, “Ustadz waktu rukuknya baca apa? Sampai mimpi ana.” Tentu saja itu ungkapan lebay yang menunjukkan dia tertidur saat rukuk.