
Kita semua sangat tahu apa itu pencuri dan mencuri. Dan kita sepakat menganggapnya sebagai perbuatan yang sangat tercela. Kita pasti benci dengan pencuri dan akan selalu waspada jangan sampai kena curi. Bila kita kedapatan seorang pencuri, pasti akan kita tangkap. Dan tidak jarang akan terjadi penghakiman “bersama” bila seorang pencuri tertangkap basah. Ia akan babak belur dikeroyok oleh massa.
Tidak sedikit diantara kita yang mengeluarkan biaya besar untuk mengamankan hartanya (asetnya) agar tidak diambil pencuri. Rumah dipagari, setiap jendela diberi teralis besi, kunci atau gembok yang banyak, pemasangan kawat berduri, sampai kepada membayar security demi keamanan harta kita. Dan kita akan sangat kesal bercampur marah kalau mengalami kemalingan. Apalagi bila harta yang dimaling cukup banyak.
Tapi ada pencuri jenis lain yang tidak kita sadari. Saking tidak sadarnya kita, malah kita tidak mewaspadainya. Bahkah seringkali kita menyukainya dan sekaligus sebagai pelaku pencurian tersebut. itulah dia pencuri ibadah kita. Berdasarkan hadits Rasulullah Saw, ternyata ada pencuri yang paling buruk. Yaitu pencuri dalam shalat. Beliau bersabda:
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلَا سُجُوْدَهَا أَوْ قَالَ: لَا يُقِيْمُ صُلْبَهُ فِى الرُّكُوْعِ وَالسُّجُودِ. (رواه أحمد).
Artinya: “Manusia yang paling buruk dalam mencuri adalah orang yang mencuri dari shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencuri dari shalatnya?” Rasulullah Saw menjawab, “Yaitu seseorang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya.” atau Beliau bersabda, “Yaitu orang yang tidak lurus tulang belakangnya dalam rukuk dan sujud.” (H.R. Ahmad)
Berdasarkan hadits ini ternyata ada orang yang mencuri dalam shalatnya. Yaitu orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Ia tidak melakukan thumakninah atau berhenti sejenak ketika rukuk dan ketika sujud. Tulang punggungnya tidak berada pada posisi yang tepat dan sesuai saat rukuk dan saat sujud. Ia melakukan gerakan shalat secara cepat bagaikan burung yang sedang mematok makanan. Di dalam hadits Bukhari dinyatakan bahwa orang yang shalatnya seperti ini (tidak ada thumakninah) shalatnya batal dan tidak sah. Sehingga ia disuruh Rasulullah untuk mengulanginya kembali sampai tiga kali.
Pencuri-pencuri Ramadhan
Sebagaimana shalat, ibadah Ramadhan juga ada pencurinya. Ada yang dicurinya waktu kita sehingga banyak habis tersita untuk hal yang tidak bermanfaat. Akibatnya kita tidak banyak dan tidak maksimal beribadah selama Ramadhan. Dan ada juga yang dicurinya adalah pahala ibadah kita selama Ramadhan. Akibatnya yang didapatkan dari puasa hanyalah lapar dan haus saja, dan dari qiyamullail hanyalah letih dan begadang saja. Dari abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
كَم مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلَّا الظَّمَأُ، وَكَمْ مِنْ قَائمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إلَّا السَّهرُ. (رواه النسائي).
Artinya: “Betapa banya orang yang berpuasa, tidak ada yang didapatkannya dari puasanya kecuali hanya haus. Dan betapa banyak orang yang qiyamullail (shalat malam), tidak ada yang didapatkannya dari qiyamnya kecuali hanya begadang.” (HR An Nasai).
Hadits ini menggambarkan sia-sianya amalan seseorang selama Ramadhan, baik ibadah puasa maupun ibadah tarawihnya. Ia tidak mendapatkan apa-apa dari ibadah tersebut, melainkan hanya mendapat rasa haus, lapar dan begadang. Berarti ia telah kecurian (kehilangan) pahalanya.
Oleh karena itu, setiap kita harus waspada terhadap pencuri-pencuri di bulan Ramadhan ini. Baik yang dicurinya waktu kita, maupun pahala iabdah kita.
Pencuri pencuri waktu
Jenis pertama dalah yang mencuri waktu kita. Sehingga kita jadi kehilangan banyak waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk beribadah atau amal shaleh lainnya. Diantara pencuri tersebut adalah:
a. Smartphone
Ini adalah pencuri paling dahsyat saat ini. 20 tahun yang lalu kita belum punya benda ini. Paling-paling hanya telepon rumah atau kantor. Dahulu kita punya waktu begitu banyak dengan pekerjaan, keluarga, masyarakat dan sebagainya. Hari ini, tanpa kita sadari, bisa berjam-jam waktu kita habis dengan telephon genggam ini. Sekali kita membuka aplikasi WA, kita bisa terseret lama di dalamnya. Apalagi kalau kita punya puluhan group atau ratusan. Barlarut-larut kita tenggelam disana.
Belum lagi aplikasi media sosial lainnya seperti FB, IG, Telegram dan lain-lain. Begitu menyita dan “merampok” waktu kita secara sadis. Kadang sebagian kita, baru saja selesai salam ke kanan dan ke kiri menutup shalat, langsung tangannya menjangkau hape. Seolah-olah tidak betah berlama-lama dalam shalat dan dzikir. Sepertinya shalat itu telah merintangi (mengganggu) keasyikan kita dengan hape. Padahal kita kita gunakan waktu 30 menit bersama Al Quran, kita bisa khatam membacanya 1 juz. Berakah seharusnya kita bisa khatam sehari bila tidak ada hape?
Kadang hape ini tidak saja mencuri waktu kita, tapi juga akan mencuri pahala ibadah kita. Sebab, tidak jarang saat mengakses berbagai informasi dan aplikasi disana, bermunculanlah tampilan-tampilan yang berbau dosa dan maksiat. Baik berupa kalimat dan obrolan, gambar, atau bahkan video. Lebih parah lagi kalau memang jari-jemari kita yang mencari dan membukanya (na’udzubillah).
b. Televisi
Ini adalah pencuri yang sangat berbahaya. Ia mencuri uang dan harta kita secara berketerusan. Kita membelinya dengan harga jutaan rupiah. Lalu setiap bulan kita akan keluarkan lagi biaya listrik dan biaya langganan chanel. Lalu setelah itu dia curi lagi waktu kita setiap hari dengan berbagai acara yang membuat kita duduk berlama-lama di depannya. Dan mayoritasnya gak ada manfaat bagi dunia kita, apalagi bagi akhirat kita.
Kalau hape mungkin kita sangat butuh untuk komunikasi, interaksi dan bahkan juga untuk mencari rezeki. Adapun televisi tidak ada daruratnya sama sekali. Tidak ada TV di rumah tidak akan membuat kita sakit apalagi mati. Apalagi kalau tayangan dan acaranya berbau dosa dan maksiat (itu sangat banyak), akhirat kitapun akan dirampasnya. Kita tidak sempat banyak beribadah karena disanderanya. Lalu pahala ibadah kita yang masih secuil, hancur pula gara-gara kita menonton yang mendatangkan dosa dan murka Allah Swt.
Betapa naymannya rumah bila tidak punya televisi. Kita akan punya banyak waktu di rumah untuk hal-hal yang positif, khususnya beribadah kepada Allah. seharian diluar rumah kita sudah capek untuk urusan dunia. Masak sesampai di rumah, lagi-lagi kita kembali tenggelam dengan dunia yang sia-sia. Dimana letaknya pengakuan kita setiap shalat: “sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam”, kalau ternyata hanya beberapa menit saja kita bersama Allah dalam 24 jam sehari.
c. Pasar dan Mall
Ini juga pencuri yang sangat dahsyat, apalagi bagi kaum hawa (emak-emak). Kalaulah dilukis jejak kaki kita sejak masuk pasar sampai keluar, niscaya akan muncul gambar benang kusut yang tak akan bisa diurai (khususnya perempuan). Berputar-putar ke semua sudut dan lorong pasar (mall) tersebut. Bahkan ada area yang berulang-ulang dilewati. Dan kalau ke pasar/mallnya di 10 hari terakhir ramadhan ini, niscaya separo hari bahkan lebih, bisa habis di sana.
Kalau sudah begitu, kapan lagi kita akan menambah tilawah, memperbanyak dzikir, berburu malam Qadar? Tidak kondusif lagi. Badan sudah capek dan letih, tenagapun sudah habis. Ujung-ujungnya, semakin berakhir Ramadhan semakin berkurang ibadah dan amal shaleh kita. Bukan tidak boleh membeli baju baru, celana baru dan lain-lainnya. Silakan tidak mengapa. Tapi jangan sampai itu semua melalaikan kita. Bila perlu, belanjalah di bulan Sya’ban. Barangnya masih banyak pilihan, dan harganyapun masih “berkawan”.
d. Majelis yang sia-sia
Pencuri lain di bulan Ramadhan ini adalah ngumpul-ngumpul yang tidak jelas manfaat dan faedahnya. Bahkan kadang jatuh kepada perbuatan dosa dan maksiat. Menghibah orang lain, memamerkan dunia, sampai kepada pembicaraan yang jorok atau porno. Padahal Rasulullah Saw melarang keras bagi orang yang berpuasa untuk melakukan itu semua. Beliau bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ. وَفِي رِوَايَةٍ: وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
Artinya: “Puasa adalah perisai. Maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula ribut-ribut (emosional).” Dalam riwayat lain disebutkan, “Dan jangan berbuat bodoh (jahil).” “Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah aku sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali).” (HR. Al-Bukhari No. 1894; HR. Muslim No. 1151)
Majelis-majelis yang hampa dari dzikir dan amal shaleh ini, tidak saja mencuri waktu, bahkan juga bisa mencuri pahala kita, akibat dari perbuatan dosa yang dilakukan.
Pencuri-pencuri pahala ibadah Ramadhan
a. Riya
Ini adalah syirik kecil yang paling ditakuti oleh Rasulullah Saw. Yaitu ketika seseorang beribadah bukan semata-mata karena Allah, melainkan juga untuk dipamerkan dan diperlihatkan kepada manusia. Ini memang sangat halus, tapi sangat berbahaya. Allah Swt tak berkenan menerima amalan yang terselip di dalamnya sekutu selain Dia. Dalam hadits Qudsi Allah berfirman:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ.
Artinya: “Aku sangat tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan, dia menyekutukan selain Aku bersama-Ku pada amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR Muslim, no. 2985).
Di era kemajuan teknologi informasi saat ini, ibadah-ibadah kita juga terancam kena curi (pahalanya). Sedikit-sedikit kita share photo saat beribadah Ramadhan. Ketika makan sahur, kita share photonya. Saat berbuka dishare pula. Berangkat iktikaf, shalat tarawih, saat tahajud tengah malam, dan lain-lain. Akibatnya tidak adalagi rasa khusyuk dalam beribadah, dan hilang rasa tunduk dan patuh kepada Allah. ibadah kesannya menjadi hiburan dan rekreasi. Sampai-sampai semua orang di dunia jadi tahu kita sedang beribadah.
Padahal Ramadhan ini seharusnya bukan bahan untuk update status di depan manusia. Melainkan untuk menaikkan status di sisi Allah Swt. Semakin banyak kita punya amal shaleh yang rahasia, akan semakin tinggi tingkat keikhlasannya dan semakin besar pahala disisiNya. Barang siapa yang menginginkan kemulian bertemu dengan Allah, hendakla ia beramal shaleh ikhlas semat-mata untuk Allah:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا. (الكهف: 110).
Artinya: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (QS Al-Kahfi : 110)
b. Bermaksiat dan mencampurkan dosa
Pahala puasa akan menjadi rusak dan berkurang karena seseorang tidak menegakkan perintah dan larangan Allah Swt. Mungkin puasanya tidak akan batal dan tetap sah. Tapi pahala yang diperolehnya tidak sempurna. Misalnya orang yang berpuasa, tapi ia tidak shalat. Puasanya bisa tetap sah. Akan tetapi ia telah berdosa besar dengan meninggalkan shalat secara sengaja.
Contoh lain, wanita yang berpuasa tetapi ia tetap saja tidak menutup aurat. Padahal menutup aurat itu wajib. Sama wajibnya dengan shalat 5 waktu. Tidak menutup aurat dengan baik dan benar, adalah sebuah dosa besar. Sebab pelakunya terancam tidak masuk surga. Bahkan tidak bisa mencium wanginya surga. Padahal wanginya dapat tercium dari jarak yang sangat jauh. Sebagaimana dalam hadits Nabi:
وَنسَاءٌ كَاسيَاتٌ عَاريَاتٌ مُميلاَتٌ مَائلاَتٌ، رُؤُوْسُهُنُّ كَأَسِنَمَةِ الْبُخْتِ الْمَائلَةِ، لاَ يَدْحُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ منْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا. (رواه مسلم).
Artinya: “dan para perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang berjalan berlenggang-lenggok. Kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wangi surga. Padahal wangi surga bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 5547)
Contoh lainnya juga adalah orang-orang yang berbuka dengan yang haram atau tidak baik. Yaitu mereka yang berbuka dengan cara merokok. Orang seperti ini memang aneh. Sudah satu hari penuh (13 jam lebih kurang) ia menahan diri dari yang halal. Lalu dia berbuka dengan yang haram. Padahalah kalau dia mau, Ramadhan inilah momen yang tepat untuk berlepas diri dari kebiasaan buruk merokok. Jika dalam 13 jam dia telah sanggup menghentikannya, kenapa tidak dilanjutkan saja sampai sahur kembali? Dan akhirnyapun ia akan berhenti (putus) dari rokok.
Ramadhan sudah akan segera berakhir. Kita wajib menjaga seluruh rangkaian ibadah kita semuanya, berpahala maksimal di sisi Allah. Jangan sampai ada yang tercuri atau dicuri oleh pencuri-pencuri Ramadhan. Tetap wasapa sampai hari terakhir, dan jangan lengah atau cepat puas. Acuan terbaik di sisi Allah adalah kualitas amalan kita di penghujungnya. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ ، وَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا. (رواه البخاري).
Artinya: “Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak, mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka. Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sesungguhnya amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493)
Wallahu A’laa wa A’lam.