Secara hitungan duniawi, bila kita terlambat hadir ke sebuah acara yang sangat kita senangi, kita impikan dan kita rindukan sejak lama, lalu sesampai di lokasi ternyata tempat sudah penuh, bagaimanakah perasaan kita?

Pastilah kita akan sangat sedih, kecewa, menyesal dan perasaan-perasaan tidak enak lainnya. Kita pun pasti akan berjanji, besok-besok tak akan terlambat lagi. Harus lebih awal datang. Bila perlu, yang pertama datang.

Bagaimanakah kiranya jika hal itu terjadi saat akan masuk surga? Kita menjadi orang yang terlambat dan terakhir masuk surga. Sesampai di pintunya, malaikat penjaganya mengatakan bahwa sudah penuh. Tak ada tempat lagi. Tentu alangkah sengsara dan nestapanya.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah menyampaikan kisah tentang orang yang terakhir keluar dari neraka dan terakhir masuk ke surga.

Ibnu Mas’ud ra. menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam telah bersabda :

إِنِّي لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوْجًا مِنْهَا، وَ آخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُوْلاً. رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا، فَيَقُوْلُ اللهُ : اِذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ. فَيَأْتِيْهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى، فَيَرْجِعُ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى. فَيَقُوْلُ: اِذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ. فَيَأْتِيْهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى، فَيَرْجِعُ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى. فَيَقُوْلُ: اِذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ، فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشْرَةَ أَمْثَالِهَا –أَوْ إِنَّ لَكَ مِثْلَ عَشْرَةِ أَمْثَالِ الدُّنْيَا- . فَيَقُوْلُ: تَسْخَرُ مِنِّي، أَوْ تَضْحَكُ مِنِّي وَأَنْتَ الْمَلِكُ ؟. فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ. وَكَانَ يُقَالُ : ذَلِكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْـزِلَةً.

Artinya: “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui penghuni neraka yang paling akhir keluarnya dari neraka, dan penghuni sorga yang paling terakhir masuknya ke dalam sorga. Yaitu seseorang yang keluar dari Neraka dengan merayap.

Maka Allah berfirman kepada orang ini: “Pergilah dan masuklah ke dalam Surga!” Orang itupun mendatangi Surga, tetapi terbayang olehnya bahwa Surga sudah penuh.

Maka iapun kembali kepada Allah seraya berkata: “Wahai Rabb-ku, aku dapati Surga sudah penuh”. Maka Allah berfirman lagi kepadanya: “Pergilah dan masuklah ke dalam Surga!” Orang itupun datang lagi ke Surga. Namun kembali terbayang olehnya bahwa Surga telah penuh.

Iapun kembali kepada Allah seraya berkata : “Wahai Rabb-ku, aku dapati Surga sudah penuh”. Maka Allah berfirman lagi: “Pergilah dan masuklah ke dalam Surga. Sebab engkau akan memiliki tempat yang seluas dunia dan sepuluh kali lipatnya –atau Allah berfirman: Engkau akan memiliki tempat yang luasnya sepuluh kali lipat dunia-“.

Orang itu berkata : (Ya Allah), apakah Engkau sedang menghina aku? Atau Engkau sedang menertawakan aku, padahal Engkau adalah Raja?”
Sungguh aku (maksudnya: Abdullah bin Mas’ud) melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga terlihat gigi-gigi geraham beliau. Dan orang itulah yang dikatakan sebagai: “Dialah penghuni Surga yang paling rendah tempatnya”. [HR Bukhari].

Dari hadits ini tergambar betapa sedihnya menjadi orang terakhir masuk ke sorga. Merasa hina diri dan “agak” putus asa. Sampai tiga kali dia bolak-balik kepada Allah. Bahkan saat ditawarkan Allah surga dengan luasnya sepuluh kali lipat dunia, orang tersebut merasa dihina dan diperolok-olokkan Allah. Malah dia pula yang kemudian “marah” kepada Allah. Sehingga Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjadi tertawa dengan kisah (orang) ini.

Sungguh, kenikmatan surga tak terbayangkan oleh pikiran, tak pernah nampak oleh mata dan tidak pernah terdengar oleh telinga. Orang yang terakhir masuk surga saja, sudah mendapat jatah surga seluas sepuluh kali lipat dunia. Bagaimanakah kiranya orang yang nomor dua terakhir? Nomor tiga terakhir? Tentulah fasilitas surganya akan lebih baik. Apalagi yang paling duluan masuk.

Namun, tentunya kita tak akan memilih opsi paling terakhir masuk surga. Sebab, tak akan kuat kita menanggung siksa sekejap pun di neraka. Apalagi sampai berlama-lama di sana. Apalagi kalau sampai surga penuh alias tidak dapat kapling disana…. na’udzubillah min dzalik.

Karenanya, agar tidak terakhir masuk surga, tentunya di dunia lah modalnya. Kita harus selalu berusaha untuk terdepan dalam kebaikan, tidak sering terlambat atau masbuq. Apalagi kalau jarang terlibat dalam amal shaleh. Semangat “fastabiqul khairat” mesti dijaga terus.

Bila kita terlambat dari satu kebaikan, jangan terlambat di kebaikan yang lain. Bila terluput dari satu amal shaleh, kita cari amal shaleh yang lain. Adalah Baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bila terluput qiyamullailnya karena tertidur atau sakit, Beliau ganti dengan shalat sunat 12 rakaat antara shubuh dengan zhuhur:

عن عائشة قالت: كان إذا منعه من قيام الليل نوم أو وجع صلى من النهار ثنتي عشرة ركعة. رواه مسلم.

Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bila terhalang shalat malam karena tidur atau sakit, Beliau shalat di siang harinya 12 rakaat”. (HR Muslim).

Di dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan tentang penggantian amal shaleh yang luput di malam hari untuk dilakukan di siang hari:

عن عمر بن الخطابرضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من نام عن حزبه أو عن شيء منه فقرأه فيما بين صلاة الفجر وصلاة الظهر كتب له كأنما قرأه بالليل. رواه مسلم.

Artinya: Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, telah bersabda Rasulullah saw, “Barang siapa yang tertidur dari membaca satu hizb Al quran atau semisalnya, lalu dia baca diantara waktu shubuh dan zhuhur, maka itu sama dengan telah membacanya di malam hari”. (HR Muslim).

Para ulama hadits menerangkan bahwa membaca Al Quran tersebut bisa bermakna tilawah Al Quran, juga bisa bermakna shalat malam.

Begitulah semangatnya, memperbanyak dan membiasakan amal shaleh. Bila terluput atau tertinggal oleh karena sebuah halangan, dicarikan ganti di waktu lain. Di dunia masih ada siaran ulang. Di akhirat tak kan ada pengulangan.

Semoga Allah mudahkan… Wallahu A’lam.

Oleh: Ust. H. Irsyad Syafar, Lc. M.Ed.