Oleh: Ustadz Irsyad Syafar, Lc., M.Ed
Kehidupan Nabi Muhammad Saw. mengawali dewasa sampai usia pernikahan sudah penuh dengan perjuangan. Disamping karena Beliau juga seorang anak yatim, pamannya Abu Thalib juga mempunyai anak yang banyak dan kehidupan yang tidak memadai. Karena itu Beliau ikut serta bekerja untuk mendapatkan rezeki dan membantu meringankan beban Abu Thalib.
Pekerjaan pertama yang Beliau lakukan sejak awal remaja adalah menggembala kambing. Dimulai dengan menggembala kambing-kambing keluarganya, lalu kemudian menggembala kambing penduduk Makkah. Dari sana Beliau menerima upah beberapa keping dinar. Dan sebenarnya banyak sekali para Nabi yang semenjak kecil adalah penggembala kambing ataupun domba. Seperti Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Daud, Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Isa dan lain-lain. Mengenai kerja para Nabi menggembala kambing ini, Nabi Muhammad Saw. bersabda:
مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا رَعَى الْغَنَمَ فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ (رواه البخاري).
Artinya: “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan dia mengembalakan kambing.” Para sahabat bertanya, “Termasuk engkau juga?” Maka nabi Muhammad menjawab, “Ya, aku pun mengembalakannya dengan upah beberapa qirat (keping dinar) milik penduduk Makkah.” (HR Bukhari).
Ada beberapa hikmah tersembunyi di balik pekerjaan Nabi Muhammad menggembala ini. Dengan menggembala kambing semenjak kecil, Beliau telah melatih dirinya dengan beberapa sifat mulia yang nantinya sangat dibutuhkan dalam memimpin kaum dan umatnya. Di antaranya sifar sabar, santun, tekun, rendah hati, penyayang, penuh perhatian, waspada dan kuat menanggung beban dan tanggung jawab.
Imam Ibnu Hajar al-Asqolani yang mensyarahkan hadits shahih Bukhari berpendapat, bahwa hikmah para Nabi menggembala adalah untuk persiapan mereka sebelum memimpin umatnya, dari pengalaman menggembala, para nabi belajar perbedaan dari satu kambing dengan kambing lainya, sehingga para nabi bisa siap menghadapi perbedaan pada umatnya.
Di samping bekerja sebagai seorang penggembala, Nabi Muhammad Saw. juga ikut serta secara aktif dengan perjuangan dan dinamika sosial para paman dan kerabatnya. Saat usia Beliau masih 15 tahun, terjadilah perang Fijar. Yaitu perang antara kaum Quraisy bersama sekutunya dari Bani Kinanah menghadapi kaum Qeis ‘Ailan. Pemimpin pasukan Quraisy waktu itu adalah Harb bin Umayyah.
Ibnu Hisyam dalam kita sirahnya menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. ikut serta dalam perang ini membantu paman-pamannya. Tugas Beliau adalah mengumpulkan anak-anak panah untuk para pamannya. Di awal peperangan Kinanah dan Quraisy mengalami kekalahan. Namun kemudian peperangan berakhir dengan kemenangan mereka.
Peperangan ini sebenarnya terjadi gara-gara ada pihak yang melanggar kesucian Tanah Haram dan juga bulan-bulan haram. Pasca peperangan ini terjadilah sebuah perjanjian koalisi kebaikan atau yang dikenal dengan istilah Hilful Fudhul. Koalisi kebaikan ini diikuti oleh Bani Hasyim, Bani Al Muththalib, Bani Asad bin Abdul Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab dan lain-lain. Perjanjian ini terjadi pada bulan Dzulqaedah di rumah Abdullah bin Jad’an.
Isi dari perjanjian koalisi ini adalah kesepakatan dan janji setia bersama untuk tidak membiarkan siapapun terzhalimi di kota Makkah. Mereka sepakat untuk membela yang terzhalimi sampai hak-haknya diperoleh kembali. Nabi Muhammad Saw. ikut serta menghadiri perjanjian koalisi kebaikan ini. Bahkan setelah menjadi Rasul, Beliau mengomentari peristiwa tersebut:
“Sungguh aku mengikuti sebuah sumpah perjanjian di rumah Abdullah bin Jad’an, dari sebuah perjanjian yang lebih aku cintai daripada aku memiliki unta merah. Dan seandainya aku diundang untuk mendatangi perjanjian yang seperti itu ketika aku telah mengenal Islam, maka sungguh aku akan memenuhi undangan tersebut.” (Sirah Ibnu Hisyam: 1/154-155)
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. sangat mendukung dan setuju ikut serta dan terlibat dengan perjanjian dan kesepakatan untuk menolak kezaliman dan membela pihak-pihak yang terzhalimi, walapun yang ikut serta dalam kesepakatan dan perjanjian tersebut bukanlah orang-orang Islam semuanya. Sebab menolak kezhaliman merupakan salah satu misi ajaran Islam.
Ketika usianya sudah mendekati 25 Tahun, Nabi Muhammad Saw. mulai menggeluti pekerjaan berdagang. Dan ini merupakan salah satu profesi utama penduduk Makkah waktu itu. Sebab kota Makkah adalah pusat pertemuan antara Utara dan Selatan, dan juga selalu didatangi pada musim haji oleh banyak orang. Di samping itu, kota Makkah juga daerah padang pasir tandus dan bukit-bukit berbatu yang tidak mungkin digunakan untuk bercocok tanam.
Nabi Muhammad Saw. berbisnis dengan membawa harta dagangan Khadijah ke negeri Syam. Khadijah adalah seorang wanita mulia dan kaya raya yang mempercayakan barang-barang dagangannya kepada beberapa pedagang Quraisy. Dalam perjalanan bisnis ini,
Beliau Saw. ditemani oleh seorang budak laki-laki milik Khadijah yang bernama Maisarah.
Maisarah menyaksikan bagaimana kejujuran Muhammad Saw. dalam berdagang. Di samping itu ia juga melihat dan merasakan sendiri akhlak Beliau yang luhur, sifatnya yang mulia dan pemikiran yang cerdas serta ucapan-ucapan yang jujur selama perjalanan jauh tersebut. Sehingga Maisarah sangat kagum dan simpati kepada Beliau.
Sepulang dari perjalanan bisnis ke negeri Syam ini, Nabi Muhammad Saw. membawa keuntungan yang maksimal bagi bisnis Khadijah. Lebih dari itu, Khadijah mendapatkan cerita yang luar biasa dari Maisarah tentang sifat amanah dan akhlak mulia Beliau.
Hal ini membuat Khadijah sangat tertarik untuk menikah dengan Nabi Muhammad Saw. Padahal sudah lama Khadijah menjadi janda, dan sudah beberapa orang pula pembesar Quraisy yang melamarnya. Namun Khadijah menolak lamaran tersebut.
Akhirnya Khadijah menceritakan keinginan hatinya ini kepada temannya yang bernama Nafisah binti Maniyyah. Kemudian Nafisah menyampaikan keinginan Khadijah ini kepada Rasulullah Saw. Dan ternyata Rasulullah Saw. ridha dan menerima maksud Khadijah tersebut. Setelah mendapat izin dari para pamannya, Nabi Muhammad pergi melamar Khadijah. Dan terjadilah akad nikah antara Muhammad Saw. dengan
Khadijah disaksikan oleh Bani Hasyim dan pimpinan Bani Mudhar.
Rasulullah saw. menikah pada usia 25 tahun dan Khadijah waktu itu telah berusia 40 tahun. Dalam pernikahan tersebut Rasulullah Saw. menyerahkan mahar sebanyak 20 ekor unta. Mahar sebanyak itu menunjukkan Rasulullah Saw. pada usia 25 tahun telah memiliki kemapanan finansial yang luar biasa. Karena 20 ekor unta kira-kira saat ini senilai 600 juta rupiah lebih. Itulah buah dari kehidupan yang penuh perjuangan dan kemandirian semenjak awal usia remaja Beliau.
Bersambung…