Oleh: Irsyad Syafar

Dalam suasana Rasulullah Saw. sudah semakin tertekan dan terpojok, tidak ada pelindung dan pembela yang kuat dikalangan Quraisy, datanglah pertolongan Allah berikutnya. Beliau dimuliakan Allah Swt. dengan sebuah perjalanan mulia nan agung yang belum pernah satupun manusia lain mengalaminya. Yaitu peristiwa perjalanan Isra’ dan Mi’raj. Beliau diperjalankan oleh Allah di malam hari dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, kemudian naik ke langit yang tujuh lapis dan kemudian bertemu dengan Allah Swt.

Peristiwa ini menjadi mukjizat bagi Rasulullah Saw. sekaligus sebagai penghibur atas kesedihan yang menimpanya secara beruntun di tahun ke 10 kenabian tersebut. Mulai dari wafatnya Abu Thalib, lalu wafatnya Khadijah sampai kepada gagalnya hijrah Beliau ke Thaif dan bahkan mendapat perlakuan yang tidak baik di sana.

Para ulama memang berbeda pendapat tentang waktu kejadian Isra’ dan Mi’raj ini. Ada yang berpendapat itu terjadi pada tahun pertama Beliau menjadi Nabi. Ada yang mengatakan peristiwa tersebut terjadi 5 tahun setelah menjadi Nabi. Pendapat yang paling kuat adalah pada bulan Rajab tahun ke 10 kenabian, di malam yang ke 27. Dan Rasulullah Saw. melakukan perjalanan ini dengan ruh dan fisik sekaligus.

Isra’ ke Masjidil Aqsa

Pada malam itu, selesai melaksanakan shalat, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah Saw. Kemudian Jibril membedah dada Beliau. Dan ini merupakan pembedahan dada Rasulullah Saw. untuk yang ketiga kalinya berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih. Lalu ia mencucinya menggunakan air zam-zam. Kemudian dibawakan bejana emas penuh dengan hikmah dan iman lalu dituangkan ke dada Rasulullah Saw. Setelah itu Malaikat Jibril menutup kembali dada Beliau.

Setelah itu Rasulullah Saw. diberi seekor Buraq, yaitu seekor hewan putih yang lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari bighal. Lalu Beliau mengendarainya hingga dibawa sampai ke Baitul-Maqdis di Palestina. Lalu Beliau mengikatnya di tempat para Nabi menambatkan tunggangannya di salah satu dinding Masjidil Aqsa. Rasulullah Saw. masuk ke Masjidil Aqsa dan shalat dua raka’at mengimami para Nabi dan Rasul yang ikut hadir malam itu.

Setelah itu Beliau keluar dari masjid dan Malaikat Jibril menghampirinya dengan membawa dua wadah. Yang satu berisi khamr (tuak) dan yang satu lagi berisi air susu. Malaikat Jibril memerintahkannya untuk memilih salah satu dari dua minuman tersebut. Maka Beliau memilih air susu. Malaikat Jibril berkata: “Engkau telah (memilih) sesuai dengan fithrah.” Setelah itu, Malaikat Jibril membawa Rasulullah Saw. naik ke langit.” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Perjalanan Mi’raj

Rasulullah Saw. dibawa oleh Malaikat Jibril naik menuju langit pertama sampai ke langit ketujuh. Menurut riwayat yang kuat, Rasulullah tidak naik menunggangi Buraq lagi. Akan tetapi dengan sarana lain yang tidak disebutkan secara tegas. Pada setiap langit, Malaikat Jibril minta izin agar dibukakan pintu langit, lalu ia ditanya: “Siapakah yang bersamamu?” Jibril menjawab, ”Muhammad.” Penghuni langit itupun menyambutnya.

Pada langit yang pertama, Rasulullah Saw. berjumpa dengan Nabi Adam a.s. Di langit kedua berjumpa dengan Nabi Isa a.s. dan Nabi Yahya a.s. Di langit ketiga berjumpa dengan Nabi Yusuf a.s. dan di langit keempat dengan Nabi Idris a.s. Lalu di langit kelima berjumpa dengan Nabi Harun a.s. Kemudian di langit keenam dengan Nabi Musa a.s., dan terakhir di langit yang ketujuh berjumpa dengan Nabi Ibrahim a.s. yang sedang bersandar pada Baitul-Ma’mur. Kepada masing-masing Nabi tersebut Rasulullah mengucapkan salam, dan mereka semua mengakui kenabiannya.

Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan naik sampai ke Shidratul-Muntaha. Dan lalu terus naik mendekat kepada Allah Swt. Pada waktulah kemudian Allah Swt. menurunkan perintahNya (wahyu) tentang kewajiban shalat. Allah Swt. berfirman:

ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى (٨) فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى (٩) فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى (١٠). (النجم: 8-10).

Artinya: Kemudian dia mendekat (Kepada Muhammad untuk menyampaikan wahyu), lalu bertambah dekat. Sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu disampaikannya wahyu kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah diwahyukanNya.” (QS An Najm: 8-10).

Di sinilah, Allah Azza wa Jalla mewajibkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan umatnya untuk menegakkan shalat 50 kali sehari semalam. Akan tetapi dalam perjalanan turun dari mi’raj ini, ketika sampai di langit keenam tempat Nabi Musa a.s. Beliau ditanya: “Apa yang telah diwajibkan Tuhanmu atas umatmu?” Rasulullah Saw. menjawab pertanyaan ini, sehingga Musa a.s. meminta kepada Nabi Muhammad Saw. untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan. Rasulullah Saw. melaksanakan saran itu, dan kembali naik menghadap Allah Swt. meminta keringanan. Dan Allah Swt. berkenan memberikan keringanan.

Terjadi beberapa kali Rasulullah Saw. bolak-balik turun dan naik dari langit keenam meminta keringanan. Sampai akhirnya Beliau sudah malu untuk meminta pengurangan dan jadilah kewajiban shalat 5 waktu sehari semalam. Rasulullah Saw. berkata: “Aku sudah memohon kepada Tuhanku sehingga aku merasa malu,” Lalu terdengar suara: “Aku telah menetapkan yang Aku fardhukan, dan Aku telah memberikan keringanan kepada para hamba-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam perjalanan Mi’raj ini Rasulullah Saw. menyaksikan berbagai hal yang luar biasa, diantaranya:

1. Melihat 4 sungai di surga. Dua sungai yang zhahir dan dua sungai yang batin. Dua sungai zhahir itu adalah sungai Nil dan sungai Efrat. Dua sungai di bumi ini mengandung makna bahwa dakwahnya akan sampai ke lokasi sungai tersebut.
2. Melihat neraka dan surga, dan melihat Malaikat penjaga neraka yang tidak pernah tersenyum apalagi tertawa. Wajahnya bengis tiada ramah sedikitpun.
3. Melihat para pemakan harta anak yatim yang mulutnya besar seperti mulut unta. Juga melihat para pemakan harta riba yang perutnya buncit lagi besar. Saking besarnya mereka tidak bisa lagi bergerak untuk berpindah tempat.
4. Melihat para pelaku zina, yang di hadapan mereka ada daging yang halal lagi baik dan daging yang buruk lagi busuk. Namun mereka tidak memakan yang halal, melainkan daging yang buruk lagi busuk yang mereka makan.

Kemudian Beliau kembali turun ke Masjidil Aqsa, lalu balik ke Makkah menunggangi buraq. Dalam perjalanan pulang dari Masjidil Aqsa, Beliau melihat serombongan kafilah Quraisy yang sedang menuju Makkah. Bahkan Beliau sempat memberitahu rombongan tersebut bahwa seekor unta mereka tersesat di jalan. Itu kemudian menjadi bukti kebenaran kisah perjalanan Beliau dikalangan kafir Quraisy.

Sebelum shubuh Rasulullah Saw. sudah berada kembali di rumahnya di kota Makkah. Perjalanan cepat dan super kilat itu berlangsung hanya dalam lebih tempo kurang separo malam. Sementara jarak yang ditempuh dari Makkah ke Masjidil Aqsa bisa mencapai 1500 km. Apalagi jarak naik ke langit ke tujuh dan ke atasnya di Sidratul Muntaha. Hanya dengan kekuasaan Allah Swt. semua itu berlangsung.

Pagi harinya Rasulullah Saw. menceritakan seluruh peristiwa Isra dan Mi’raj kepada Abu Jahal dan kaum Quraisy. Serta merta mereka mendustai berita itu. Karena bagi mereka jelas itu sangat mustahil. Biasanya mereka musafir ke Palestina bisa satu bulan berangkat dan satu bulan pulang. Bahkan mereka menguji Beliau dengan meminta seperti apa bentuk Baitul Maqdis. Maka seketika itu Allah Swt. perlihatkan kepada Beliau kondisi Baitul Maqdis. Sehingga Beliau dapat menyebutkannya kepada mereka secara benar. Beliau sampaikan juga akan adanya rombongan kafilah Quraisy yang dalam perjalanan, dan waktu kedatangannya nanti di Makkah. Mereka tidak bisa membantah sama sekali. Namun kekafiran, kebencian dan kesombongan mereka telah membuat mereka tidak mau percaya sama sekali.

Ketika cerita ini disampaikan oleh orang lain kepada Abu Bakar, maka serta merta Abu Bakar r.a. mempercayai berita tersebut. Bahkan beliau menyatakan:

نَعَمْ إِنِّي لَأُصَدِّقُهُ فِيْمَا هُوَ أَبْعَدُ مِنْ ذَلِكَ أُصَدِّقُهُ بِخَبَرِ السَّمَاءِ فِي غَدْوَةٍ أَوْ رَوْحَةٍ. (رواه الحاكم).

Artinya: “Ya, bahkan aku membenarkannya yang lebih jauh dari itu. Aku percaya tentang wahyu langit yang turun pagi dan petang.” (HR Al Hakim).

Karena sikapnya yang beriman dan percaya penuh kepada Rasulullah Saw., Abu Bakar r.a. digelari dengan Ash Shiddiq.

Bersambung…