Oleh: Irsyad Syafar

Pada tahun ke 10 kenabian adalah tahun duka cita bagi Rasulullah Saw. Sebab pada tahun tersebut dua orang yang sangat membela dakwah Beliau, meninggal dunia dalam waktu yang berdekatan. Yang pertama adalah Abu Thalib paman Rasulullah Saw. yang sangat setia membela Beliau, dan yang kedua adalah Khadijah ra. istri Beliau yang menopang dakwahnya sejak awal dengan harta dan jiwanya.

Meninggalnya Abu Thalib

Pasca bubarnya perjanjian embargo Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib, Abu Thalib mengalami sakit. Hari-hari berat selama tiga tahun diembargo telah membuat kesehatannya terus menurun. Seiring dengan usianya yang semakin lanjut. Penyakitnya semakin parah dan akhirnya Abu Thalib wafat pada bulan Rajab tahun ke 10 kenabian.

Ketika Abu Thalib dalam kondisi sakaratul maut, Rasulullah datang menghampirinya. Di sisi lain hadir pula paman-paman Beliau yang lain seperti Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah. Rasulullah Saw. sangat menginginkan Abu Thalib ini masuk Islam. Paman yang selama ini selalu membela dan melindunginya. Maka sebagaimana Beliau mendakwahinya sebelum ini, Beliau mengajaknya lagi masuk Islam menjelang wafatnya. Di dalam hadits shahih diceritakan Rasulullah Saw. mengajak pamannya masuk Islam:

أَيْ عَمِّ قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَالَا يُكَلِّمَانِهِ حَتَّى قَالَ آخِرَ شَيْءٍ كَلَّمَهُمْ بِهِ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ. (رواه البخاري).

Artinya: “Wahai pamanku, katakanlah laa ilaaha illallah. Suatu kalimat yang akan aku pergunakan untuk menyelamatkan engkau di sisi Allah”. Maka berkata Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah; “Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan agama Abdul Muththalib?”. Keduanya terus saja mengajak Abu Thalib berbicara hingga kalimat terakhir yang diucapkannya kepada mereka adalah dia tetap mengikuti agama Abdul Muththalib.” (HR Bukhari)

Melihat situasi tersebut Rasulullah Saw. berkata: “Aku akan tetap memintakan ampun untukmu selama aku tidak dilarang.” Maka turunlah firman Allah Swt. dalam QS At-Taubah:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ. (التوبة: 113).

Artinya: “Tidak patut bagi Nabi dan orang-orang beriman untuk memohonkan ampun bagi orang-orang musyrik sekalipun mereka itu adalah kerabat-kerabat mereka setelah jelas bagi mereka (kaum mukminin) bahwa mereka adalah penghuni neraka jahim.” (QS At Taubah: 113).

Kemudian turun pula firman Allah Swt. dalam surat al Qashsash:

إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ. (القصص: 56).

Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS AL Qashash: 56).

Rasulullah Saw. sangat bersedih atas wafatnya paman yang tercinta ini. Karena ia wafat dalam keadaan tetap menganut agama syirik dan tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat menjelang wafat. Padahal telah bertahun-tahun ia merawat, membimbing Rasulullah Saw. semenjak remaja sampai dewasa. Bahkan kemudian ia menjaga dan membela Rasulullah Saw. dan dakwahnya dari gangguan kafir Quraisy.

Dengan meninggal dalam kekafiran Abu Thalib tidak dapat diselamatkan dari api neraka. Akan tetapi ia diberi syafaat oleh Rasulullah Saw. dengan keringanan adzab neraka. Dalam hadits shahih, Abbas bin Abdul Muththalib berkata:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا طَالِبٍ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَنْصُرُكَ فَهَلْ نَفَعَهُ ذَلِكَ قَالَ نَعَمْ وَجَدْتُهُ فِي غَمَرَاتٍ مِنْ النَّارِ فَأَخْرَجْتُهُ إِلَى ضَحْضَاحٍ. (رواه البخاري).

Artinya: “Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, dahulu Abu Thalib melindungimu dan menolongmu, apakah hal tersebut memberikan kemanfaatan kepanya?” Beliau menjawab: “Ya, aku mendapatinya dalam kobaran neraka lalu aku mengeluarkannya ke dalam neraka yang paling landai’.” (HR Bukhari).

Wafatnya Khadijah ra.

Lebih kurang tiga bulan setelah wafatnya Abu Thalib, Ummul Mukminin Khadijah ra. juga wafat. Ia wafat pada bulan Ramadhan tahun ke 10 kenabian dalam usia 65 tahun. Dan usia Rasulullah Saw. waktu itu sudah 50 tahun. Rasulullah Saw. sangat bersedih kehilangan istri yang selama ini telah membantu dakwahnya.

Khadijah adalah orang yang menjadi penopang dan pembela utama dakwahnya semenjak menjadi Nabi. Ia yang pertama kali beriman disaat semua orang masih kafir dan mempercayainya disaat yang lain mendustainya. Ia juga menghabiskan hartanya untuk kepentingan dakwah dan perjuangan Rasulullah Saw. Dan hanya dari Khadijah ra., Rasulullah Saw. mendapatkan keturunan. Sementara istri-istri Beliau yang lain tidak ada yang memberikan keturunan.

Kemuliaan dan keutamaan Khadijah di mata Rasulullah Saw. dan disisi Allah Swt. tidak diragukan lagi. Pernah suatu hari Rasulullah Saw. sedang berada di dalam rumah. Sementara itu Khadijah berada di luar hendak menuju ke rumah. Maka datanglah malaikat Jibril kepada Rasulullah Saw. dan berkata:

يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذِهِ خَدِيْجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فَيْهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا وَ مِنِّى وَ بَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِى اْلجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيْهِ وَ لَا نَصَبَ. (رواه البخاري).

Artinya: “Wahai Rasulullah, ini Khadijah akan datang kepadamu dengan membawa bejana yang berisi lauk-pauk, makanan atau minuman. Apabila ia datang kepadamu, maka sampaikanlah salam kepadanya dari Rabbnya dan dariku. Dan berikan kabar gembira kepadanya bahwa ia berada di dalam sebuah rumah di dalam surga yang terbuat dari mutiara yang berongga yang tidak terdapat kegaduhan di dalamnya dan tidak pula keletihan.” (HR Bukhari).

Dua peristiwa duka ini telah menambah kesedihan Rasulullah Saw. Apalagi tekanan dan intimidasi dari kafir Quraisy semakin menjadi-jadi. Terlebih ketika tokoh utama yang mereka segani yaitu Abu Thalib, sudah tiada. Quraisy semakin semena-mena menyakiti Rasulullah Saw. Orang-orang bodoh dan yang tidak jelas statusnya juga ikut serta berani mengganggu Beliau. Mereka letakkan pasir di kepalanya ketika ia sedang melaksanakan shalat. Fathimah datang sambil menangis membersihkan kepala ayahnya. Duka dan kesedihan bertubi-tubi pada tahun tersebut, sehingga kemudian terkenal dengan nama tahun duka cita.

Bersambung…