Oleh: Irsyad Syafar
Dalam rentang waktu kurang dari satu bulan saja, telah terjadi 4 peristiwa penting yang mengguncangkan kafir Quraisy di Makkah. Pertama, masuk Islamnya Hamzah. Kedua, masuk Islamnya Umar bin Khattab. Ketiga, Rasulullah Saw. menolak tawaran damai dari Quraisy dengan imbalan harta atau jabatan, dengan syarat Rasulullah berhenti berdakwah. Dan terakhir yang keempat adalah bersepakatnya Bani Hasyim dan Bani Muththalib, baik yang muslim maupun yang masih musyrik, untuk menjaga Nabi Muhammad Saw. dari segala gangguan.
Situasi ini betul-betul membuat kafir Quraisy sangat marah dan meradang. Alih-alih akan memadamkan dakwah Nabi Muhammad Saw., malah yang terjadi adalah bertambahnya dukungan dari berbagai kalangan. Rencana Quraisy untuk menghabisi Beliau semakin sulit dilaksanakan. Kalau Rasulullah Saw. dibunuh, maka lembah kota Makkah bisa banjir darah. Karena dua kabilah besar tentu akan menuntut balas, dan bisa berakibat perang saudara berkepanjangan. Maka jalan dan cara lain harus mereka tempuh.
Kesepakatan embargo
Dilatarbelakangi oleh kebencian dan permusuhan kepada Rasulullah dan kegeraman atas perlindungan Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib, maka orang-orang musyrik kota Makkah mengadakan pertemuan di kediaman Bani Kinanah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun ketujuh kenabian. Dalam pertemuan itu mereka membuat kesepakatan bersama, yaitu melakukan embargo atau boikot terhadap Rasulullah Saw. dan sahabatnya, termasuk kepada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.
Isi perjanjian dan kesepakatan itu ditulis oleh Baghid bin Amir bin Hisyam pada sebuah dokumen resmi (shahifah) yang mereka gantung di dinding Ka’bah.
Poin-poin kesepakatan embargo itu sebagai berikut:
• Tidak boleh melakukan jual beli dengan Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib
• Tidak boleh menikah dengan mereka
• Tidak boleh mengunjungi, bertamu, berbicara dan berinteraksi dengan mereka
• Tidak boleh menerima perjanjian damai dengan mereka
• Tidak boleh berbelas kasihan kepada mereka
Kelak, Rasulullah mendoakan Baghid yang menuliskan dokumen boikot ini sehingga tangannya mejadi lumpuh.
Embargo menyeluruh ini berlangsung selama tiga tahun. Semua Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib diboikot, baik yang muslim maupun yang musyrik. Terkecuali Abu Lahab yang berada di pihak kafir Quraisy yang memusuhi Rasulullah. Kaum muslimin dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib terus melindungi Rasulullah karena keimanan mereka, sedangkan yang musyrik, mereka melindungi Rasulullah karena hubungan kekerabatan.
Akibat dari boikot ini sangat berat dan signifikan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib. Mereka terkonsentrasi berada di sekitar wilayah perkampungan Abu Thalib. Mereka mengalami penderitaan yang mengenaskan. Kelaparan, kekurangan air minum, sakit dan sebagainya, mereka alami selama 3 tahun tersebut. Semua bahan makanan yang masuk kota Makkah langsung dicegat oleh orang-orang Quraisy. Bahkan pasokan air pun tak boleh masuk ke perkampungan Abu Thalib. Mereka pun terpaksa memakan apa saja demi bertahan hidup. Termasuk dedaunan dan kulit binatang. Pernah mereka menemukan kulit unta. Lalu dibersihkan dan dibakar, setelah itu dilunakkan agar bisa disimpan dan dijadikan makanan untuk tiga hari.
Tangisan bayi dan anak-anak semakin sering terdengar di perkampungan Abu Thalib. Jeritan para wanita menambah suasana semakin penuh derita. Tak ada barang yang bisa sampai ke tangan mereka kecuali secara sembunyi-sembunyi. Hanya di bulan-bulan Haram mereka bisa membeli dari pedagang luar Makkah. Itu pun dengan harga yang sudah dinaikkan berkali lipat oleh kebijakan musyrikin Makkah. Pada masa pemboikotan inilah harta Khadijah yang demikian banyak menjadi habis untuk membantu sahabat Nabi dan orang-orang yang terisolasi.
Namun ada juga sebagian orang dari luar Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib yang tidak tega melihat apa yang menimpa mereka. Sehingga orang-orang ini tetap berusaha membantu. Secara sembunyi-sembunyi mereka kirimkan barang-barang makanan. Namun begitu ketahuan, barang-barang itu tak akan pernah sampai. Bahkan mereka juga dikenakan sanksi.
Pada tahun-tahun pemboikotan ini, Abu Thalib semakin mencemaskan keselamatan keponakannya. Ia sangat khawatir kalau-kalau orang-orang Quraisy menyusup atau mengirim utusan untuk membunuhnya. Sehingga sering kali ia meminta Rasulullah Saw. tidur di dekatnya, atau dikawal oleh salah seorang anaknya atau saudaranya. Atau Abu Thalib sendiri yang menjaganya.
Selama 3 tahun masa embargo yang sulit ini, Rasulullah Saw. tetap menjalankan dakwahnya. Yaitu ketika musim haji datang, Beliau mendatangi para jemaah haji dan mengajak mereka masuk Islam. Walaupun begitu, Abu Jahal dan rekan-rekannya juga membuntuti dakwah Rasulullah Saw. dari belakang dengan menyebarkan syubuhat atau stigma negatif tentang Beliau.
Batalnya kesepakatan embargo
Sudah tiga tahun berjalan pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib. Kondisi mereka semakin memprihatinkan. Hal ini menimbulkan empati orang-orang Quraisy yang lain. Sebab tidak semua kaum Quraisy sependapat dengan tindakan embargo yang sadis ini. Apalagi sebagian dari yang mereka boikot itu adalah keluarga dekat mereka juga. Sehingga orang-orang yang tidak setuju embargo ini mulai intensif memperjuangkan pembatalannya.
Ide ini diawali oleh Hisyam bin Amru dari Bani Amir. Ia bertemu dengan Zuhair bin Abi Umayyah yang ternyata juga tidak setuju dengan tindakan yang zalim ini. Lalu mereka berdua mendatangi Muth’im bin ‘Adiy menyampaikan pemikirannya. Ternyata Muth’im juga tak tega dengan apa yang menimpa Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib. “Namun apa yang bisa kulakukan sementara aku hanya seorang diri,” jawab Muth’im. Maka Hisyam menyatakan: “Kita sudah bertiga dengan Zuhair bin Abi Umayyah.” Lalu mereka bekeliling sampai mendapatkan dukungan dari Abul Bukhtury dan Zam’ah bin Aswad serta banyak orang lainnya untuk membatalkan perjanjian boikot dan merobek dokumennya yang digantung di dalam Ka’bah.
Maka kemudian sesuai dengan rencana yang mereka susun, pagi hari di bulan Muharram tahun 10 kenabian, Zuhair thawaf tujuh kali mengelilingi Ka’bah lalu menyerukan kepada para khalayak: “Wahai penduduk Makkah, apakah kita tega menikmati makanan dan minuman serta pakaian, sementara Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib binasa? Demi Allah, aku tidak akan duduk sebelum merobek perjanjian penuh kezaliman itu!”
Abu Jahal yang duduk di pojok Ka’bah membantahnya: “Engkau berbohong. Jangan lakukan itu!” Pernyataan Abu Jahal dibantah pula oleh Zam’ah: “Engkaulah yang pembohong. Kami tak rela saat perjanjian itu ditulis.” Abul Bukhtury juga menimpali: “Benar yang dikatakan Zam’ah, kami tak setuju dengan perjanjian itu.” Lalu Muth’im juga menambahkan: “Mereka berdua benar dan sungguh orang yang mengatakan selain itulah yang berbohong. Kami berlepas diri dari perjanjian tersebut.”
Di tengah keributan itu, Abu Thalib muncul dan berkata kepada mereka: “Keponakanku mengatakan bahwa Allah telah mengutus rayap untuk memakan dokumen perjanjian itu, kecuali tulisan namaNya. Silakan lihat oleh kalian dokumen perjanjian yang digantung tersebut. Jika benar, maka akhirilah pemboikotan ini. Namun jika masih utuh, aku rela menyerahkan keponakanku kepada kalian.”
Alangkah terkejutnya mereka ketika masuk ke Ka’bah. Ternyata kondisi dokumen perjanjian itu benar-benar persis seperti yang dikatakan Rasulullah Saw. Semua tulisannya dimakan oleh rayap, kecuali tulisan Bismika Allaahumma (Dengan NamaMu yaa Allah). Maka kemudian pemboikotan pun berakhir. Dan keluarlah Rasulullah Saw. dan para pengikutnya dari perkampungan Abu Thalib, kembali bebas dari embargo Quraisy
Kaum musyrikin Quraisy telah menyaksikan sendiri tanda-tanda keagungan Allah Swt. dan mukjizat Rasululllah Saw. yang mengetahui bahwa dokumen itu telah dimakan rayap, padahal Beliau tidak pernah melihatnya. Akan tetapi mereka tetap tidak mau beriman. Allah Swt. menyatakan:
وَإِن يَرَوْا۟ ءَايَةً يُعْرِضُوا۟ وَيَقُولُوا۟ سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ. (القمر: 2).
Artinya: “Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.” (QS Al Qamar: 2).
Bersambung…