Oleh: Irsyad Syafar
2. KRITERIA TEMAN YANG BAIK
Teman sebagai cerminan agama, Rasulullah saw menyuruh kita untuk memilih dan memilah orang yang akan kita jadikan sebagai teman. Sebab, bila teman itu baik, kita akan memperoleh kebaikannya. Sebaliknya bila teman itu tidak baik alias buruk, maka kita akan tertular ketidak-baikannya tersebut.
Perilaku dan perangai kita akan tergantung dengan siapa kita berteman.
Maka seseorang harus memilih teman yang baik dan berkualitas dalam agamanya. Sebagaimana dalam hadits dinyatakan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أَن النبيَّ -صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم- قَالَ: «الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُر أَحَدُكُم مَنْ يُخَالِل». (رواه أبوداود والترمذي وأحمد).
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi Saw bersabda, “Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang dari kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekatnya.” (HR Tirmiżi)
Hadis Abu Hurairah ini menunjukkan bahwa manusia itu tergantung kebiasaan, jalur dan perjalanan hidup teman atau sahabatnya. Demi kehati-hatian dalam urusan agama dan akhlaknya, hendaklah seseorang memperhatikan dan melihat siapa yang ia jadikan sahabatnya. Jika ada orang yang diridhai agama dan akhlaknya, maka jadikanlah teman dekat. Dan jika tidak demikian, sebaiknya tidak akrab dengannya dan lebih baik menjauhinya.
Sesungguhnya tabiat atau watak itu laksana pencuri. Ia bisa mengambil dan menukar tabiat orang lain. Karenanya, pertemanan dan persahabatan itu memberi pengaruh terhadap perbaikan dan rusaknya seseorang atau suatu keadaan.
Bagaikan penjual minyak wangi. Di dalam hadits yang lain, Rasulullah saw membuat perumpamaan yang bagus sekali tentang teman yang baik dan teman yang tidak baik:
عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إنما مَثَلُ الجَلِيسِ الصالحِ وجَلِيسِ السُّوءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ، ونَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إما أنْ يُحْذِيَكَ، وإما أنْ تَبْتَاعَ منه، وإما أن تجد منه رِيحًا طيبةً، ونَافِخُ الكِيرِ: إما أن يحرق ثيابك، وإما أن تجد منه رِيحًا مُنْتِنَةً». (متفق عليه)
Artinya?: Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra. Ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan orang yang bergaul dengan orang shaleh dan orang jahat, bagaikan orang yang berteman dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi memberi minyak kepadamu atau kamu membeli minyak darinya, atau paling tidak kamu mendapatkan aroma wangi darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin ia akan membakar pakaianmu atau kamu akan mendapatkan aroma tidak sedap darinya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari arahan Rasulullah Saw tersebut dapat dipahami bahwa berteman dengan orang baik itu sangat menguntungkan. Mungkin dia akan membantu kita, atau kita juga bisa berbagi dengannya. Paling tidak, kita dapat sikap-sikap yang terpuji darinya. Sebaliknya, berteman dengan orang jahat atau yang tidak baik itu akan merugikan kita. Bisa jadi dia akan menjahati kita, atau kita ketularan kejahatannya, atau paling tidak kita akan terkena sikap-sikapnya yang tidak baik.
Tidak rugi berteman dengan orang baik. Bila kita punya teman dan sahabat yang baik, berkhlak mulia dan banyak kebaikannya, maka kita tidak akan merugi bila sering bersamanya. Malah kita akan kecipratan kebaikan darinya.
Di dalam hadits shahih Muslim yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah diceritakan bahwa Allah Swt memiliki para Malaikat yang tugasnya berkeliling. Malaikat yang mulia ini mencari majelis-majelis dzikir (ilmu) lalu duduk di sana. Bila sudah duduk di suatu majelis, maka akan ramai Malaikat yang lain berdatangan. Sampai mereka menumpuk dari bumi ke langit.
Kemudian setelah majelis selesai, mereka kembali menghadap Allah Swt melaporkan majelis-majelis tersebut dan orang-orang yang mengikutinya. Beberapa pertanyaan disampaikan oleh Allah Swt kepada para MalaikatNya. Lalu mereka menjawabnya dengan memuji seluruh manusia yang mengikuti majelis tersebut. Sampai kemudian Allah Swt bertanya:
وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي؟ قَالُوا مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ. قَالَ وَهَلْ رَأَوْا نَارِي؟ قَالُوا لَا. قَالَ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي؟ قَالُوا وَيَسْتَغْفِرُونَكَ. قَالَ فَيَقُولُ قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوا. قَالَ فَيَقُولُونَ رَبِّ فِيهِمْ فُلَانٌ عَبْدٌ خَطَّاءٌ إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ. قَالَ فَيَقُولُ: وَلَهُ غَفَرْتُ هُمْ الْقَوْمُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ. (رواه مسلم).
Artinya: “Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku?” Para malaikat menjawab; “Mereka meminta perlindungan kepada-Mu dari neraka-Mu ya Allah.” Allah Swt bertanya: “Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku?” Para malaikat menjawab; “Belum. Mereka belum pernah melihat neraka-Mu ya Allah.” Allah Swt berkata: “Bagaimana seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku?” Para malaikat berkata; “Ya Allah, sepertinya mereka juga memohon ampun (beristighfar) kepada-Mu?” Maka Allah Swt menjawab: “Ketahuilah hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka minta, dan melindungi mereka dari neraka.” Para malaikat berkata; “Ya Allah, di dalam majelis mereka itu ada seorang hamba yang berdosa dan kebetulan hanya lewat saja, lalu duduk bersama mereka.” Maka Allah menjawab: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aku mengampuni orang tersebut. Sesungguhnya mereka itu adalah suatu kaum yang teman duduknya tak bakalan celaka karena mereka.” (HR. Muslim).
Sungguh beruntung duduk bersama teman dan orang-shaleh. Walaupun gak sengaja masuk ke dalam majelisnya, tetap saja dapat pahala dan ampunan dari Allah Swt. Apalagi kalau memang dari awal sudah diniatkan untuk itu dan berteman dekat dengan mereka.
Kriteria teman yang baik
Dari banyak hadits Rasulullah Saw, dapat kita ketahui beberapa kriteria teman dan sahabat yang baik yang layak kita berteman dekat dan berukhuwwah dengannya, antara lain:
a. Memiliki kualitas keislaman yang bagus.
Sebagaimana dari hadits Tirmidzi di atas, kualitas agama memang menjadi kriteria utama dalam memilih teman dan sahabat. Karena hal itu akan mempengaruhi dan mewarnai kualita agama kita sendiri. Semakin shaleh dan taat seseorang, semakin layak kita jadikan sebagai teman dekat. Mudah-mudahan keshalehannya bisa menular kepada kita.
Paling tidak, kita ikut terjaga bersamanya. Kalau dia mau mengajak kita makan atau minum, pastilah dia akan pilih makanan yang halal lagi baik, dan dari sumber rezeki yang juga halal. Kalau dia hendak memberi kita sesuatu, pastilah sesuatu itu memang benar-benar milik dia, dan diperolehnya secara benar dan legal.
Sebaliknya, orang yang kualitas keislamannya sangat minim lagi tipis, berpotensi akan menjerumuskan kepada dosa dan maksiat. Berkemungkinan dia kurang peduli atau kurang teliti tentang halal dan haram dalam makanan, minuman, pakaian dan lain-lain. Mungkin kita tidak ikut terlibat berbuat dosa dengannya. Namun karena kelalaiannya kita bisa saja ikut serta menikmati hasil dosanya.
b. Bertemu dengannya mengingatkan kita kepada Allah
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya oleh sahabat tentang teman yang ideal yang layak duduk bersamanya:
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَيُّ جُلَسَائِنَا خَيْرٌ ؟ قَالَ : ” مَنْ ذَكَّرَكُمْ بِاللَّهِ رُؤْيتَهُ ، وَزَادَ فِي عِلْمِكُمْ مَنْطِقَهُ ، وَذَكَّرَكُمْ بِالْآخِرَةِ عَمَلُهُ . (رواه أبو يعلى).
Artinya: “Wahai Rasulullah, iapa teman duduk yang paling baik? Rasulullah menjawab: Orang yang mengingatkanmu pada Allah ketika melihatnya, menambah ilmumu ketika ia berbicara, dan mengingatkanmu pada akhirat ketika ia beramal.” (HR Abu Ya’laa).
Berdasarkan hadits ini, kita dipandu untuk memilih teman dan sahabat yang sekira-kira bila berrtemu dan bersama dengannya kita menjadi ingat Allah, terdorong untuk kebaikan dan menjauh dari keburukan. Kalau dia berbicara, ilmu kita jadi bertambah dan wawasan kita menjadi lebih baik. Dan ketika dia berbuat atau beraktifitas, kita terbawa untuk berorientasi akhirat.
c. Jujur dan Setia
Sudah semenjak lama kita mendengar bahwa “kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana”. Ini adalah pengakuan luas sedunia, lintas agama, lintas pemikiran, dan lintas teritorial. Semua orang normalnya senang dan suka dengan kejujuran, walaupun kadang pahit.
Allah Swt juga memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman untuk senantiasa membersamai orang-orang yang jujur. Sebagaimana dalam firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS At taubah: 119).
Dan Rasulullah Saw adalah seorang teman ideal yang jujur dan mendapatkan teman dan sahabat terbaik yang dikenal dengan gelar “Ash Shiddiq”. Abu Bakar adalah seorang yang sangat jujur lagi lurus, dan juga sangat setia dengan Rasulullah Saw.
Kebaikan, kejujuran dan kesetiaan Abu Bakar Ash Shiddiq menjadi pilar utama keberhasilan dakwah Rasulullah Saw. Dialah pembela Rasulullah Saw dalam segala duka-citanya. Dia bersedia mengorbankan hartanya, keluarganya dan bahkan jiwanya, demi keselamatan Rasulullah Saw dan keberlangsungan dakwah Beliau.
Pada saat situasi genting Rasulullah Saw menjelang hijrah ke Madinah, rumah Beliau sudah dikepung dan eksekutor pembunuhan Rasulullah Saw sudah siap siaga, Abu Bakar lah salah satu yang sangat besar perannya dan besar pengorbanannya. Segala potensi yang dimilikinya, digunakan untuk suksesnya hijrah Rasulullah Saw.
Beliau menyiapkan tunggangan dan biaya untuk Rasulullah Saw. Anaknya, Asma binti Abu Bakar yang sedang hamil tua bertugas menyediakan logistik dan bekal kosumsi dalam “pelarian” hijrah ini. Abdurrahman bin Abu Bakar bertugas sebagai spionase dan pensuplai berita kepada Rasulullah Saw. Dan pengembala beliau yang bernama Amir bin Fuhairah bertugas menghapus jejak Rasul di padang pasir. Abu Bakar sendiri, menjadikan tubuhnya sebagai perisai dan tameng untuk menjaga Rasulullah Saw.
d. Memberi nasehat dalam kebaikan dengan cara yang baik
Teman yang baik adalah yang menasehati kita kepada kebaikan dan tidak membiarkan kita terjerumus kepada dosa dan kesalahan. Dan nasehat itu diberikannya dengan cara yang baik. Sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw dalam haditsnya:
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim).
Bila ada teman yang senang ketika kita bersalah atau khilaf, atau justru membisikkan ke kita agar kita berbuat salah dan dosa, maka itu sebenarnya bukanlah teman. Atau sebaliknya, orang yang susah kalau kita mendapatkan kebaikan, sepertinya tak rela kita mendapat nikmat, maka orang itu juga bukanlah teman yang baik. Walaupun kadang dia pura-pura baik kepada kita. Orang itu layak menjadi musuh kita.
e. Berilmu tapi tidak menuruti hawa nafsu
Orang yang berilmu sangat layak dijadikan sebagai sahabat. Karena dengan ilmunya kita bisa terhindar dari kesulitan dan kecelakaan. Tentunya ilmu yang yang benar dan bermanfaat. Akan tetapi, orang yang berilmu yang dimaksudkan adalah yang tidak memperturutkan hawa nafsu. Sebab, orang yang bernafsu besar dan juga berilmu banyak, berpotensi menggunakan ilmunya untuk memenuhi hawa nafsunya. Syekh Al-Imam Ibn ‘Athaillah As-Sakandari, dalam kitabnya yang berjudul Al-Hikam, mengatakan:
“Demi Allah, sekiranya kamu berkawan dengan orang bodoh yang tidak menuruti hawa nafsunya, itu lebih baik bagi kamu dari pada kamu berkawan dengan orang ‘alim yang rela menuruti hawa nafsunya. Mana ada ilmu bagi orang yang alim yang rela menuruti hawa nafsunya, dan mana ada orang yang bodoh yang tidak rela menuruti nafsunya”.
Teman buruk nanti akan menjadi musuh di akhirat
Di akhirat kelak semua pertemanan akan bubar. Semua orang akan saling gugat satu sama lain. Semua akan saling bermusuhan demi menyelamatkan diri masing-masing dari potensi celaka masuk ke dalam neraka. Dimana ada peluang dapat pahala dan membuang dosa, akan dilakukan kepada siapa saja. Yang penting selamat. Bahkan seorang anak akan lari dari ayah ibunya sendiri, dari istri dan anak-anaknya, bahkan dari saudara-saudara kandungnya.
Kecuali bagi orang-orang yang bertaqwa. Mereka akan tetap saling berteman dan bersahabat di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah Swt:
ٱلْأَخِلَّآءُ يَوْمَئِذٍۭ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلْمُتَّقِينَ. (الزخرف: 67).
Artinya: “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Az Zukhruf: 67).
Bahkan teman dan sahabat yang baik selama di dunia, yang sama-sama pernah dalam kebaikan dan ibadah, di akhirat kelak akan diberi fasilitas oleh Allah Swt untuk mengeluarkan teman baiknya yang masih di neraka untuk dimasukkan ke dalam sorga. Dalam haditsnya Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa teman-teman yang beriman bisa menolong menyelamatkan teman yang lainnya dari siksa api neraka. Beliau bersabda:
فَوَالَّذِى نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ أَحَدٍ مِنْكُمْ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً للهِ فِى اسْتِضَاءَةِ الْحَقِّ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ للهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لإِخْوَانِهِمُ الَّذِيْنَ فِى النَّارِ. يَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا! كَانُوْا يَصُوْمُوْنَ مَعَنَا وَيُصَلُّوْنَ وَيَحُجُّوْنَ. فَيُقَالُ لَهُمْ : أَخْرِجُوْا مَنْ عَرَفْتُمْ. فَتُحَـرَّمُ صُـوَرُهُمْ عَـلَى النَّارِ. فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا قَدْ أَخَذَتِ النَّاُر إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ وَإِلَى رُكْبَتَيه. (رواه البخاري ومسلم).
Artinya: “Demi Allah Yang jiwaku ada di tanganNya. Tidak ada seorangpun diantara kalian yang lebih bersemangat di dalam menyerukan permohonannya kepada Allah untuk mencari cahaya kebenaran, dibandingkan dengan kaum mu’minin ketika mengajukan permohonannya kepada Allah pada hari kiamat untuk (menolong) saudara-saudaranya sesama kaum mu’minin yang berada di dalam neraka. Mereka berkata : “Wahai Rabb kami, mereka dahulu berpuasa, shalat dan berhaji bersama-sama kami”. Maka dikatakan (oleh Allah) kepada mereka: “Keluarkanlah oleh kalian (dari Neraka) orang-orang yang kalian tahu!” Maka bentuk-bentuk fisik merekapun diharamkan bagi Neraka (untuk membakarnya). Kemudian orang-orang Mu’min ini mengeluarkan banyak orang dari neraka yang apinya sudah sampai pada pertengahan betis dan lututnya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al Khudry).
Wallahu A’laa Wa A’lam.