Ustadz Irsyad Syafar
1. URGENSI BERTEMAN DAN BERUKHUWWAH
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian yang saling membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya dan untuk menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Di sorga saja, Nabi Adam As membutuhkan seorang Hawa untuk membuat kehidupannya menjadi lengkap. Padahal sorga itu sudah serba tersedia segala-galanya. Namun Nabi Adam As membutuhkan adanya teman hidupnya.
Apalagi kehidupan dunia yang keras dan penuh kesusahan. Manusia sangat butuh teman dan pendamping. Betapa susah dan peliknya kehidupan dalam kesendirian dan tanpa teman. Hanya orang-orang yang “kurang waras” saja yang mungkin mampu menikmatinya.
Sedangkan orang yang sehat dan waras pasti sangat membutuhkan teman. Dan semakin banyak seseorang memiliki pertemanan, maka kehidupannya semakin lebih baik dan mudah.
Teman itu ibaratkan keluarga kedua bagi seseorang. Bila kita menghadapi suatu masalah, tidak jarang temanlah kadang orang pertama yang banyak memberikan solusi dan bantuan. Saat kita dalam kesulitan dan kesempitan, seringkali teman menjadi penyelamat memberikan kemudahan dan kelapangan. Yang kadang, keluarga inti belum atau tidak mampu memberikannya.
Teman juga merupakan cerminan dari jati diri seseorang. Karena biasanya seseorang seringkali lebih bisa berlama-lama dan menjadi dekat dengan orang yang se-pemikiran, se-ide dan sama dalam kecenderungan. Yang hobby memancing mudah dekat dengan yang dengan yang hobby memancing pula. Yang hobby tenis meja juga mudah akrab dengan sesama penghobby tenis meja. Yang suka bersepeda, traveling, bermain sepak bola dan lain-lain, biasanya juga mudah dekat dengan pemilik hobby yang sama.
Teman yang baik lagi setia bisa menjadi pendukung bagi kita sekaligus menjadi penasehat dan konsultan. Profesi dan pekerjaan kita disupportnya dengan saran, ide, pemikiran, bahkan mungkin sampai ke tingkat bantuan finansial. Dan kalau kita mengalami kendala atau ujian dalam pekerjaan kita, teman yang baik akan hadir disisi kita memberikan dukungan pembelaan dan sejenisnya.
Bahkan teman bisa menjadi faktor penentu dalam kebahagiaan kita. Karena kebersamaan dengan teman yang baik membuat suasana hati menjadi tenang, senang dan penuh kebahagiaan. Dan itu akan memberikan efek positif kepada kesehatan kita. Itulah sebabnya orang-orang yang sudah mulai berusia senja dianjurkan benyak bertemu teman-teman yang baik, berbagi cerita, bersama-sama dalam kegiatan-kegiatan positif.
Di dalam Islam, kita tidak saja dianjurkan untuk sekedar berteman. Melainkan naik ke tingkat yang lebih mulia, yaitunya berukhuwwah. Ukhuwwah itu itu artinya bersaudara, bagaikan saudara kandung. Dan persaudaraan itu tidak semata-mata karena kebutuhan duniawi belaka. Melainkan sampai ke tingkat kebaikan dunia dan akhirat.
Ukhuwwah dalam Islam adalah persaudaraan yang dilandasi oleh iman dan kepatuhan kepada Allah Swt. Ikatannya bahkan lebih kuat dari pada ikatan keturunan atau nasab. Dalam era kehidupan yang sangat materialis saat ini, dan maraknya persengkongkolan berbagai kekuatan yang membenci Islam yang terus berkolaborasi dan bersinergi dalam merongrong ajaran Islam dan kaum muslimin, maka berukhuwwah dalam Islam menjadi sangat penting (urgen), mendesak dan bahkan mendekati tingkat kewajiban. Di antara urgensi ukhuwwah dalam Islam adalah:
a. Berukhuwwah adalah perintah Allah dan sunnat RasulNya
Allah Swt melalui RasulNya memerintahkan kaum muslimin untuk bersaudara dan saling mendekat satu sama lain. Dan sebaliknya melarang mereka untuk saling membenci, memutus hubungan serta saling iri dan dengki. Perbuatan-perbuatan tersebut dapat berakibat dosa bagi seorang hamba. Rasulullah Saw bersabda:
وَعَنْ أنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عليهِ وسلم: لاَتَقَاطَعُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلَاتَبَاغَضُوا وَلاَتَحَاسَدُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إخْوَانًا ، وَلاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أنْ يَهْجُرَ أخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْه)ِ .
Artinya: Anas r.a. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Jangan putus-memutus hubungan dan jangan saling membelakangi dan jangan saling membenci, dan jangan saling menghasut dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara. Dan tidaklah dihalalkan bagi seorang muslim memboikot saudaranya sesama muslim lebih dari tiga hari.” (HR Bukhari dan Muslim).
b. Ukhuwwah itu adalah nikmat dan rahmat dari Allah Swt
Ketika dua orang atau beberapa orang muslim dapat bersaudara dengan baik, akrab, dekat, saling menolong, peduli, menghormati dan lain sebagainya, maka itu adalah sebuah nikmat yang sangat besar dari Allah Swt. Karena kebanyakan manusia tabiatnya justru susah untuk saling dekat dan lebih mudah untuk bermusuhan. Sedikit saja ada perbedaan pendapat atau cara pandang yang tidak sama, maka perselisihan akan sangat mudah terjadi.
Tetapi, dengan adanya Islam yang merupakan kasih sayang Allah Swt kepada hambaNya, orang-orang yang bermusuhan-pun bisa berubah drastis menjadi orang yang bersaudara. Begitulah yang dialami oleh kaum Anshar (penduduk Madinah) yang pernah bertahun-tahun saling berperang dan membunuh. Namun kemudian ketika Islam masuk ke Madinah dan mereka menjadi kaum muslimin, maka suasana menjadi berubah. Dan mereka berganti dari permusuhan menjadi persaudaraan. Allah Swt berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ. (آل عمران: 103).
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Q.S. Ali Imron:103)
Ayat ini menegaskan perintah Allah Swt kepada orang-orang beriman untuk bersatu dan tidak berpecah-belah. Dan itu adalah salah satu aplikasi dari ukhuwwah (persaudaraan). Dan Allah Swt juga menegaskan bahwa karena nikmat dan karunia dariNya-lah sehingga kaum muslimin bisa bersaudara. Kalau nikmat itu dicabut, bisa saja sesama kaum muslimin terjadi pertikaian dan pertumpahan darah.
c. Ukhuwwah adalah indikasi keimanan
Bersaudara dalam Islam adalah indikasi dari keimanan dari diri seseorang. Bila keimanan dalam kondisi naik dan membaik, maka persaudaraan akan mudah terjalin. Sebab, dengan iman yang kuat maka akan mudah untuk saling memahami, mengedepankan baik sangka (husnuz zhon), mendahulukan orang lain, menghargai sesama dan akhlak mulia lainnya.
Akan tetapi sebaliknya, bila iman lagi menurun, biasanya permusuhan akan mudah terjadi, dan persaudaraan akan menjadi renggang. Sebab, akan mudah muncul kesalah-pahaman, buruk sangka (suuz zhon), mementingkan diri sendiri dan kelompok, sikap kurang menghargai dan interaksi negatif lainnya. Allah Swt menegaskan posisi dan sikap orang beriman di dalam firmanNya:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. (الحجرات: 10).
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.S. Al-hujurat:10)
d. Ukhuwwah dapat mengantarkan seseorang meraih cinta Allah Swt
Berukhuwwah ternyata tidak saja menguntungkan secara kehidupan duniawi, melainkan bisa menjadi penyebab seseorang seseorang memperoleh cinta Allah. Yaitu bagi orang-orang yang saling menasehati karena Allah, saling mengunjungi karena Allah dan bermajelis bersama karena Allah Swt. Bahkan mereka akan berada di sorga di atas mimbar-mimbar yang bercahaya. Para Nabi-pun cemburu kepada orang-orang tersebut. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw:
حقَّتْ محبَّتي على المُتحابِّينَ فيَّ وحقَّتْ محبَّتي على المُتناصِحينَ فيَّ وحقَّت محبَّتي على المُتزاوِرينَ فيَّ وحقَّتْ محبَّتي على المُتباذِلينَ فيَّ وهم على منابرَ مِن نورٍ يغبِطُهم النَّبيُّونَ والصِّدِّيقونَ بمكانِهم. (رواه ابن حبان).
Artinya: “berhak mendapatkan kecintaanKu, orang yang saling mencintai karena Aku. berhak mendapatkan kecintaanKu, orang yang saling menasehati karena Aku, berhak mendapatkan kecintaanKu, orang yang saling mengunjungi karena Aku, berhak mendapatkan kecintaanKu, orang yang saling memberi karena Aku. Mereka akan berada di mimbar-mimbar dari cahaya yang membuat iri para Nabi dan orang-orang shalih terhadap tempat mereka itu.” (HR. Ibnu Hibban 577).
e. Mendapat posisi di sorga
Persaudaraan dan ukhuwwah yang baik akan tercermin dengan adanya saling mengunjungi dan menjenguk bila ada saudara yang mengalami sakit atau mushibah. Bagi sikap dan kebiasaan yang positif tersebut, Allah Swt menjanjikan akan memberikan rumah di surga. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من عاد مريضًا، أو زار أَخًا له في اللهِ ناداه منادٍ : أن طِبْتَ وطاب مَمْشاكَ وتبوأتَ من الجنةِ مَنزِلًا. (رواه الترميذي).
Artinya: “barangsiapa yang menjenguk orang sakit, atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka kelak akan diserukan kepadanya: ‘engkau telah beruntung dan telah beruntung pula langkahmu, dan dibangunkan bagimu rumah di surga.” (HR. At Tirmidzi).
Sesungguhnya semua keutamaan dan nilai-nilai mulia di atas sangat teramat mahal untuk diabaikan saja hanya karena perbedaan pendapat, pilihan madzhab, fanatisme organisasi, sempitnya kesukuan dan nasab. Semua itu harusnya bisa dikalahkan oleh ukhuwwah Islamiyah yang jauh lebih mulia. Dan tidaklah pantas ada yang merasa lebih mulia dari yang lain. Biarlah Allah Swt saja yang menilai posisi hamba-hamba di sisiNya. Rasulullah Saw bersabda:
يا أيُّها الناسُ إنَّ ربَّكمْ واحِدٌ ألا لا فضلَ لِعربِيٍّ على عجَمِيٍّ ولا لِعجَمِيٍّ على عربيٍّ ولا لأحمرَ على أسْودَ ولا لأسودَ على أحمرَ إلَّا بالتَّقوَى إنَّ أكرَمكمْ عند اللهِ أتْقاكُمْ . (رواه أبو نعيم والبيهقي).
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu. Ketahuilah, tiada keutamaan bagi bangsa Arab atas bangsa ‘ajam (non Arab), tidak juga bangsa ‘Ajam (lebih utama) atas bangsa Arab, tidak juga yang berkulit merah terhadap yang berkulit hitam, atau yang berkulit hitam terhadap yang berkulit merah, melainkan hanya ketaqwaan. Sesungguhnya orang yang paling bertaqwa diantara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (HR Abu Nu’aim dan Baihaqi).
Wallahu A’laa wa A’lam.