Dia hanyalah seorang pemuda yang baru beranjak dewasa. Masih dalam pencarian jati diri. Dalam kondisi seperti itu, dia terpilih menjadi murid dari seorang tukang sihir kerajaan. Karena si tukang sihir ini sudah berangsur tua, ingin mewariskan ilmunya kepada “kader” yang terpercaya.
Begitulah, pemuda ini setiap hari berangkat dari rumahnya ke istana, belajar sihir dari “guru besar” sihir negeri tersebut. Namun takdir Allah berkehendak lain. Dalam perjalanan antara rumah dan istana, pemuda ini berkenalan dengan seorang lelaki shaleh. Jadilah dia berguru kepada dua orang “hebat” sekaligus, setiap hari. Di istana dia belajar sihir, di gubuk lelaki shaleh dia belajar tauhid.
Cukup lama pemuda ini hidup dalam ilmu yang kontradiktif. Yang satu adalah lawan dari yang lain. Sampai akhirnya dia harus memutuskan salah satu dari keduanya, dan sekaligus menanggung resikonya.
Pemuda ini telah memantapkan hati memilih iman dan tauhid. Resikonya dia akan berhadapan dengan raja dan juga akan berhadapan dengan guru sihirnya. Dan dia telah siap dengan resiko tersebut.
Setelah berbagai siksaan dan bentuk pembunuhan tidak berhasil menghabisi pemuda ini, mulai dari cabukan para algojo, dilempar dari bukit yang tinggi dan ditenggelamkan ke laut lepas, namun pemuda itu tetap selamat dan hidup. Justru para algojo dan eksekutornya yang binasa. Akhirnya dia memberitahu cara membunuh dirinya kepada sang raja. Yaitu, raja harus menembakkan panah ke dada pemuda ini sambil mengucapkan Nama Allah (bismillahi rabbi hadzal ghulam). Tapi, syaratnya harus dilakukan di depan khalayak ramai.
Maka di hari yang ditentukan, ribuan rakyat tertindas yang selama ini banyak yang tidak kenal dengan Allah, berkumpul di sebuah lapangan besar. Pemuda beriman ini sudah berdiri di atas panggung terikat di sebuah tiang. Tidak jauh di hadapannya, sang raja telah siap dengan panah dan busurnya.
Sesuai dengan syarat yang diberikan pemuda tersebut, dengan mengucap kalimat bismillah dengan suara yang lantang, sang raja melesatkan anak panahnya tepat di dada pemuda tersebut. Pemuda itu mati syahid di depan khalayak ramai. Namun efeknya, masyarakat yang sudah sangat lama tidak kenal dengan Allah, tersadar akan adanya Tuhan yang Maha Agung. Dan bahwa sesungguhnya raja yang mengklaim dirinya sebagai tuhan, bukanlah tuhan yang sebenarnya. Maka semenjak itu, muncul dan semakin banyaklah orang-orang yang bertauhid, dan semakin lemahlah kekuasaan sang raja dan tukang sihir.
* * *
Dakwah Rasulullah saw di Makkah, awalnya berlangsung secara rahasia dan diam-diam. Satu persatu orang-orang masuk Islam. Setelah tiga tahun, Allah menurunkan perintah berdakwah terang-terangan. Maka Rasulullah saw tampil di depan khalayak kafir qureisy, mendeklairkan Ajaran Islam.
Namun kafir qureisy tidak tinggal diam. Mulailah berbagai intimidasi mereka lakukan. Bahkan sampai kepada tingkat penyiksaan pisik. Satu persatu pun diantara sahabat Rasulullah saw ada yang mati syahid. Yasir syahid didepan anaknya Ammar. Istrinya, Sumayyah juga syahid setelah ditombak dari “kemaluannya”.
Penyiksaan demi penyiksaan membuat sebagian sahabat ada yang mengadu kepada Rasulullah saw. Khabbab bin Arat berkata, “Ya Rasulullah, kenapa Engkau tidak minta tolong kepada Allah? Tidakkah Engkau berdoa kepada Allah untuk kami?”.
Namun Rasulullah saw tidak langsung menyambut permintaan Khabbab tersebut. Justru Beliau memberikan penguatan. Beliau berkata: “Orang-orang sebelum kalian dahulu, dibelah kepalanya dengan gergaji, sampai kedua kakinya. Ada juga yang “digaruk” dengan sisir besi, memisahkan daging dari tulang. Semua itu tidak membuat mereka berpaling dari agama Allah”.
Semakin bertubi-tubi tekanan dan intimidasi yang datang, semakin banyak pula yang masuk Islam. Hamzah bin Abdul Muththalib yang sangat ditakuti, masuk Islam. Tidak lama setelah itu Umar bin Khattab pun juga masuk Islam. Padahal sebelumnya ada yang bersumpah, “Takkan masuk Islam Umar sampai keledai Umar masuk Islam”.
Semakin ditekan Islam dan kaum muslimin, semakin kuat eksistensinya. Ditekan di Makkah, menyebarlah Islam ke Madinah. Dan kemudian menyebar ke seluruh jazirah arab. Sampai kemudian menjadi agama yang besar di dunia.
* * *
Setelah membubarkan Khilafah Turki Utsmani pada tahun 1924, Kamal Attaturk menerapkan sistem sekuler di negara tersebut. Madrasah-madrasah Islam ditutup dan kalimat-kalimat adzan ditukar ke dalam bahasa Turki. Selama lebih dari 20 tahun, ciri-ciri keislaman betul-betul dihilangkan dari bumi Turki.
Namun pada tahun 1950 Adnan Menderes memenangkan kursi Perdana Menteri Turki. Secara perlahan Adnan Menderes mengembalikan ciri keislaman di Turki. Adzan kembali berkumandang dengan bahasa arab. Madrasah-madrasah Islam kembali dibuka. Undang-undang pelarangan pakaian muslimah dicabutnya.
Akan tetapi terobosan Menderes ini harus dia bayar mahal. Dia dihukum mati ditiang gantung setelah kudeta militer di Turki.
Walaupun penggerak kembalinya syiar-syiar Islam sudah digantung, namun semangat keislaman rakyat Turki tidak padam. Perlahan namun pasti, semangat itu terus bangkit dan eksis dari rumah ke rumah di seluruh rakyat Turki. Hal itu tercermin dalam pilihan-pilihan politik mereka dari pemilu ke pemilu. Sampai terpilihnya PM Thoyyib Erdogan 3 priode dan kemudian terpilih menjadi Presiden Turki.
* * *
Di awal tahun 80an sangat sulit menemukan siswi SMA yang memakai jilbab di Jakarta. Bahkan seingat saya, guru-guru madrasah tsanawiyah saya tahun 1985, masih ada yang tidak berjilbab saat mengajar. Hanya memakai selendang saja di atas kepala.
Bahkan tahun 80an sangat terkenal adanya aturan pelarangan berjilbab di SMA-SMA. Para siswi muslimah dengan gigih memperjuangkan hak mareka. Walaupun kadang berakibat mereka dikeluarkan dari sekolah mereka.
Tekanan terhadap kaum birjilbab ini tidak berhenti. Di akhir tahun 80an muncul isu “Jilbab beracun”. Yaitu adanya wanita-wanita berjilbab yang kerjanya meracuni sumur, beras dan makanan di restoran. Ini tentunya untuk memojokkan orang-orang berjilbab atau membangun image negatif terhadap mereka.
Namun semua tekanan dan isu negatif tersebut tidak berpengaruh. Secara perlahan, pakaian muslimah atau berhijab atau berjilbab malah semakin marak. Bahkan kemudian setelah reformasi, diberbagai propinsi dan kota kabupaten, memakai pakaian muslimah (berjilbab) menjadi pakaian resmi (sah) dikalangan PNS.
Ada sebagian kalangan intelektual menyebarkan isu bahwa jilbab itu adalah budaya arab. Ini jelas sebuah kebodohan dan kesalahan. Justru sebelum datangnya Rasulullah saw wanita-wanita arab tidak berjilbab. Ibunda ‘Aisyah berkomentar tentang sikap kaum muslimah setelah turunnya ayat yang mewajibkan kerudung (hijab di kepala sampai ke bawah dada), Beliau berkata:
يرحم الله نساء المهاجرات الأولى لما أنـزل الله – وليضربن بخمرهن على جيوبهن – شققن مروطهن فاختمرن بها
Artinya: “Semoga Allah merahmati kaum wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah menurunkan firman-Nya [Dan hendaklah mereka mengenakan kain kerudung mereka hingga kerah baju mereka (an-Nuur ayat 31)]. Kaum wanita tersebut merobek kain sarung mereka (untuk dijadikan kerudung) dan menutup kepala mereka dengannya’.” (HR. Bukhari [4758])
Jelas sekali dari dalil di atas bahwa jilbab atau kerudung penutup kepala sampai ke bawah dada, bukanlah budaya arab. Melainkan ajaran Islam yang orisinil.
Hari ini, semakin banyak pula wanita muslimah yang memakai cadar. Itu bagian dari kesadaran mereka untuk lebih menjaga diri, sekaligus menghindarkan orang lain jatuh kepada fitnah.
Cadar ini jelas merupakan bagian dari ajaran Islam. Bukan budaya arab. Para ulama hanya berbeda pendapat tentang hukumnya, antara yang menganggap wajib, mustahab dan mubah. Tapi jelas ini merupakan syiar Islam.
Tekanan pun mulai bermunculan terhadap para pemakainya, di sebagian lembaga resmi pemerintah. Baik secara halus dengan istilah pembinaan, sampai kepada tingkat “terancam” dikeluarkan atau disidangkan di lembaganya. Padahal, muslimah yang masih berpakaian ketat, atau bercelana sempit, tak tersentuh oleh “pembinaan” atau “tekanan” sejenis.
Akankah nanti akan muncul pula cadar beracun? Atau teroris bercadar? Atau mungkin orang gila bercadar? Wallahu A’lam. Namun biasanya, syi’ar Islam bila mendapat tekanan, justru kemudian akan menjadi semakin eksis.
Wallahu Waliyut taufiq.
Oleh: Irsyad Syafar