Oleh: Irsyad Syafar
Oleh: Irsyad Syafar
Menikah dan berumah-tangga itu tujuannya adalah untuk hidup bersama. Satu sama lain ada ketenangan dan kenyamanan dengan pasangan. Suami melindungi dan mengayomi istri, dan sebaliknya istri melayani dan mendampingi suami dalam suka dan duka.
Makna itulah yang diisyaratkan Allah Swt dalam tujuan pernikahan pada firmanNya:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QW Ar Rum: 21).
Namun dalam realita hari ini, ada pasangan suami istri yang bernasib menjadi keluarga LDR. Yaitu keluarga hubungan jarak jauh. Hal ini terjadi karena faktor profesi atau pekerjaan salah satu atau keduanya. Akibatnya, mereka hanya bisa berkumpul sekali dalam 6 bulan bahkan sekali setahun atau lebih.
Hubungan rumah tangga yang seperti ini sangat tidak baik dan jauh dari ideal. Sebab, bertentangan dengan tujuan dari berumah tangga. Banyak permasalahan yang kemudian muncul. Cinta kasih yang tidak utuh, saling curiga, hak anak-anak yang terabaikan, sampai ke tingkat perselingkuhan dan berujung pada perceraian.
Apa solusi dari kondisi ini? Ada beberapa pilihan solusi. Yang paling ideal adalah segera berkumpul. Berarti, harus ada yang mengalah. Jika istri juga bekerja, maka istri yang paling utama untuk mengalah. Sebab, mencari nafkah adalah kewajiban suami. Istri tidak wajib mencari nafkah.
Kalau pekerjaan suami yang lebih mudah untuk berhenti, mungkin karena istrinya ASN atau sejenisnya, dan cari pekerjaan baru yang selokasi dengan istri, juga tidak mengapa. Intinya berkumpulnya suami istri itulah acuan utama. Lebih baik bertahan dan bersabar dengan pahitnya ekonomi dari pada pahitnya LDR.
Kalau seandainya LDR ini belum bisa juga dihindarkan, karena berbagai faktor, dan anak-anak juga sudah mulai tumbuh, maka langkah-langkah yang agak “ekstrim” mungkin perlu diambil. Acuan utamanya adalah: Rumah tangga tidak boleh bubar. Sebab itu mudharatnya jauh lebih besar.
* * * * *
Maka kepada anda wahai para istri, kalau LDR masih akan lama, jangan biarkan suaminya jatuh bergelimang dosa. Lelaki itu gak ada masa iddahnya. Bila 3 atau 4 hari tidak “bertemu” istrinya, hatinya sudah mudah terganggu. Apalagi berbulan-bulan itu terjadi. Sementara, di tempat bekerjanya, tiap hari ia bertemu perempuan-perempuan yang rapi, wangi, wajah berseri, dan gampang memikat hati.
Maka dalam situasi ini cobalah berbesar hati. Duduklah bersimpuh di sepertiga malam menghadap Allah Swt. Mohonlah kepadaNya kekuatan dan bimbingan, serta ridho dan kemudahan. Sampaikanlah kepada suami anda, silakan berpoligami, demi menyelamatkan agamanya dan rumah tangga berdua.
Namun, itu bukan tanpa syarat. HARUS dengan syarat yang ketat dan komitmen serta janji setia kepada Allah, sebelum kepada istri. Pertama, harus dengan wanita shalehah yang siap menerima “keluarga pertama” suami. Kedua, siap untuk adil dan proporsional secara lahir. Ketiga, berjanji akan membimbing anak-anak sampai usia dewasa. Dan keempat tetap dengan niat akan mengakhiri LDR, dan kembali ke kampung untuk hidup bersama dengan dua istri.
Wahai para istri, jangan anda bersikeras “biarlah cerai saja” dari pada dimadu. Itu pilihan yang buruk dalam agama. Jangan zhalimi anak-anak dengan kehilangan ayahnya karena keputusan emosional anda. Hadapilah takdir Allah Swt yang menghendaki anda punya situasi seperti itu dengan penuh redha.
Berpoligami itu tidak hina, tidak buruk dan tidak tercela bila sesuai aturannya. Para Ulama dahulu (mungkin juga sekarang) banyak yang berpoligami, karena faktor kerja dakwahnya yang berpindah dari satu negeri ke negeri lain. Ternyata Inyiak Canduang ada istrinya di Batu Bolang kecamatan Harau. Padahal jarak antara Canduang dan Harau hanya sekitar 30an kilo. Tapi, dahulu mungkin itu sudah dianggap LDR.
* * * * *
Kepada anda para suami yang diuji Allah dengan hubungan jarak jauh ini. Segeralah berusaha secara sungguh-sungguh untuk mengakhirinya. Kalau memang masih sulit dan belum dapat alternatif pekerjaan lain, maka jagalah hatimu, agamamu dan nama baik keluargamu. Jangan pernah berpikir menempuh jalur “haram” untuk menyalurkan kebutuhan biologismu.
Jika istrimu mempersilakan untuk menikah lagi, maka jangan buru-buru senang dan bahagia. Itu adalah tambahan beban, tanggung jawab dan amanah di hadapan Allah. Dua keluarga akan anda ayomi dan nafkahi secara baik. Jangan pernah menyia-nyiakan istri pertama dan anak-anakmu. Adalah lelaki yang buruk dan berdosa di sisi Allah, orang yang menyia-nyiakan keluarganya. Rasulullah Saw bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
Artinya: “Cukuplah dianggap berdosa seseorang yang menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR Abu Dawud, Ahmad dan an-Nasai).
Sebelum melangkah ke pernikahan kedua, pastikan anda berjanji kepada Allah bahwa anda berusaha secepatnya untuk menggabungkan kedua istrimu itu. Anda akan setia kepada keduanya, dan tidak akan menzhalimi satupun. Sebab tujuan awal pernikahan adalah untuk hidup bersama dalam suka dan duka.
Wallahu A’laa wa A’lam.