Oleh: Irsyad Syafar
Suatu hari Baginda Rasulullah saw sedang duduk-duduk bersama beberapa orang sahabatnya. Tiba-tiba lewatlah seorang lelaki dari kalangan orang kaya dan terpandang. Setelah orang itu berlalu, Rasulullah saw bertanya kepada sahabat yang duduk di sampingnya: “Bagaimana pendapatmu tentang lelaki yang baru saja lewat?” sahabat tersebut menjawab: “Itu adalah lelaki terhormat. Kalau dia melamar, layak kita nikahkan dia. Kalau dia memberi syafaat, sangat layak untuk kita terima syafaatnya.” Kemudian Rasulullah saw terdiam.
Tidak lama berselang, lewat pula lelaki lain di hadapan mereka. Lelaki ini dari kalangan orang-orang miskin. Maka Rasulullah saw bertanya pula kepada sahabat yang duduk disampingnya: “Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?” Sahabat tersebut menjawab: “Wahai Rasulullah, dia ini adalah orang miskin. Kalau seandainya dia melamar, tidak layak kita nikahkan. Kalau dia memberi syafa’at, tidak layak kita terima syafa’atnya. Dan kalau dia berbicara, tidak perlu didengar pembicaraannya.” Mendengar ucapan sahabat itu, Rasulullah Saw berkata: “Lelaki ini lebih baik dari sepenuh bumi lelaki yang pertama tadi.” (HR Bukhari: 6447)
Dalam peristiwa ini Rasulullah Saw memberikan pelajaran betapa tidak berharganya penampilan luar seseorang di sisi Allah. Mau sehebat apapun, sekaya dan segagah apapun orang tersebut, tetap saja yang bernilai di sisi Allah hanyalah keimanan dan ketaqwaan. Baju yang bagus, kendaraan yang mahal lagi mewah, jabatan yang tinggi, penghormatan banyak orang dan sejenisnya, sama sekali tidak berarti di hadapan Allah. Bahkan nilai satu orang yang beriman bisa mengalahkan sepenuh bumi orang-orang yang gagah dan terhormat, tapi imannya tipis.
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali sikap dan perangai kita terpengaruh oleh tampilan luar kita. Ketika baju kita bagus, rapi dan keren, kita mulai merasa hebat dan lebih tinggi dari yang lain. Ketika kita turun dari sebuah mobil yang mahal, kita merasa sangat hebat dan terhormat. Ketika kita duduk di posisi terhormat dan kursi yang spesial, kita merasa tersanjung dan melambung. Apalagi ketika berembel-embel jabatan dan pangkat. Begitulah tipuan penampilan. Padahal ternyata tak bernilai di sisi Allah Swt.
Sebaliknya, kalau baju seseorang agak jelek, kendaraannya kurang bagus, penampilannya “kere”, rumahnya “jelek”, dari kalangan orang miskin, maka ada perasaan di hati kita untuk mengabaikannya dan tidak “menganggapnya”.
Begitulah yang akan terjadi ketika kita lalai merapikan hati dan memperindah kondisi batin kita. Padahal keimanan dan ketaqwaan itulah yang utama dan paling berharga bagi Allah Swt. Dan tempatnya adalah di hati. Barang siapa yang datang nanti menghadap Allah dengan kondisi hati yang baik dan bersih, niscaya ia akan selamat dan beruntung. Allah Swt berfirman:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ ۙاِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ ؕ
Artinya: “(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara’: 88-89).
Orang yang rancak di dalam adalah orang-orang yang senantiasa memperbaiki kualitas hati dan imannya dibanding tampang dan penampilannya. Mereka adalah orang-orang yang khawatir dengan penilaian Allah terhadap dirinya dibandingkan dengan penilaian manusia. Mereka juga adalah orang-orang yang terus berupaya meninggikan derjatnya di sisi Allah, dan tidak terlalu cemas dengan jabatan (posisinya) di tengah manusia. Mereka adalah orang-orang yang ikhlas dalam beramal, tulus dalam bekerja dan totalitas dalam berjuang. Wallahu A’lam.