Di bulan Ramadhan tahun pertama kenabian, Allah SWT menurunkan wahyu pertama, 5 ayat pertama surat Al Alaq. Ini menjadi pertanda dimulainya misi kenabian Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah terakhir untuk manusia. Para ahli sejarah berbeda pendapat terkait tanggal diturunkannya wahyu pertama ini, namun diantara tanggal yang diyakini adalah 17 Ramadhan.
Turunnya wahyu pertama pada bulan Ramadhan tahun pertama kenabian ini bukan berarti Al Qur’an diturunkan sekaligus pada malam itu.
Dalam Al Qur’an surat Al Qadr ayat 1, Allah mengisyaratkan, ”sesungguhnya kami telah menurunkan Al Qur’an pada malam qadar.” Para ulama menjelaskan bahwa maksud turun di sini adalah diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit dunia, secara utuh dan sempurna 30 juz pada satu waktu. Dan ini terjadi pada malam qadar di bulan Ramadhan.
Namun peristiwa di bulan Ramadhan tahun pertama kenabian ini hanyalah permulaan Allah menurunkan wahyu dari langit dunia kepada Nabi shallalahu alaihi wasallam, yang kemudian turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Dan para ulama sepakat bahwa Al Qur’an diturunkan di bulan Ramadhan,tanpa menyebutkan waktu persisnya.
*Peristiwa di Gua Hira*
Turunnya wahyu pertama ini menjadi penanda dimulainya risalah kenabian. Bermula dari mimpi hakiki yang dialami Nabi Muhammad SAW, berlangsung selama enam bulan berturut-turut. Dalam mimpinya beliau melihat seperti fajar subuh yang menyingsing. Akhirnya beliau pergi mengasingkan diri ke Gua Hira, yang terletak di sebuah bukit, Jabal Nur, beberapa kilometer dari Kota Mekkah.
Pada suatu malam di bulan Ramadhan yang Allah berkehendak menurunkan wahyunya pada waktu itu. Rasulullah saat itu sudah berusia 40 tahun. Dan pada usia itu Muhammad kemudian diberikan amanah memikul risalah akhir zaman, ditandai dengan peristiwa turunnya wahyu.
Dalam kitab Ar Rahiiqul Makhtum disebutkan, berdasarkan penuturan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, tatkala baginda Nabi sedang berada di dalam gua, tiba-tiba Jibril mendatangi beliau seraya memerintahkan beliau membaca, “iqra’! (bacalah!)”.
Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”
Jibril kemudian memegang dan merangkul beliau hingga nafasnya sesak. Lalu jibril melepaskan seraya berkata lagi “Iqra’(bacalah). Rasul kembali menjawab”Aku tidak bisa membaca..”
Jibril kembali melakukan hal yang sama untuk ketiga kali nya..hingga ia kemudian membaca kan surat Al ‘Alaq ayat 1-5. Dan Rasulullah mengulangi bacaan itu dengan hati yang bergetar, lalu pulang menemui khadijah dan berkata “Selimuti aku…selimuti aku…
Khadijah menyelimuti beliau hingga tubuhnya tidak lagi menggigil seperti orang demam.
Setelah rasa takutnya reda, Nabi Muhammad bertanya kepada Khadijah radhiyallahu ‘anha: “Apa yang terjadi padaku?” Beliau menceritakan semuanya kepada istri tercintanya. “Aku betul-betul khawatir akan keselamatan diriku,” ujar beliau menutup cerita.
Khadijah menenangkannya, “Sekali-kali tidak. Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Engkau orang yang suka menyambung silaturrahim, memikul beban orang yang susah, memberi piutang kepada yang papa, memuliakan tamu, dan membela kebenaran.”
Khadijah mengajak Muhammad menemui Waraqah ibn Naufal ibn Asad ibn Abdil Uzza. Sepupu Khadijah ini adalah penganut Nasrani yang taat pada masa jahiliyah.
Dia mampu menulis kitab dalam bahasa Ibrani, bahkan menulis Injil dalam bahasa Ibrani dengan bagus. Orangnya sudah tua lagi buta. Khadijah berkata kepadanya, “Oh sepupuku, dengarkanlah cerita anak saudaramu ini!”
Waraqah pun bertanya, “Anak saudaraku, apa yang kau lihat?” Maka berceritalah Muhammad tentang apa saja yang telah beliau lihat.
Waraqah kemudian mengomentari, “Ini adalah Namus yang pernah turun kepada Musa a.s. Andai saja aku masih muda saat itu nanti. Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu.”
Spontan Muhammad bertanya, “Apakah kaumku akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidaklah seseorang membawa seperti yang kau bawa, kecuali pasti akan dimusuhi.
Andai aku masih hidup saat engkau diutus, aku akan menolongmu dengan sungguh-sungguh.” Namun, sampai Waraqah meninggal, tidak ada wahyu yang turun.
*Terputusnya Wahyu*
Setelah peristiwa turunnya wahyu di Goa Hira, maka wahyupun berhenti beberapa hari. Ini membuaT Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersedih dan berduka. Namun disisi lain ini membuat rasa takut beliau berangsur-angsur hilang dan semakin siap dan kuat jika wahyu kembali turun.
Setelah beliau selesai menemui Waraqah bin Naufal, maka beliau kembali mengasingkan diri dan beribadah di Goa Hira sambil menyelesaikan sisa waktu bulan Ramadhan. Ketika selesai bulan Ramadhan beliaupun turun dari goa Hira seperti biasa pada shubuh hari yang sunyi di bulan Syawal.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bercerita :
Ketika aku berada di sebuah lembah, tiba-tiba ada suara yang memanggilku. Akupun menoleh ke kanan, namun aku tak melihat apa-apa. Aku menengok ke kiri, juga aku tak melihat sesuatupun. Aku melihat kearah depan juga tidak ada yang aku lihat, aku coba melihat ke belakangku, akupun tak mendapati apapun. Ketika aku mengangkat kepalaku ke atas, maka akupun melihat malaikat (Jibril) yang pernah datang ke Goa hira. Dia duduk diatas kursi yang berada antara langit dan bumi. Akupun merasa takut dan terjerambab ke tanah. Lalu aku mendatangi Khadijah dan mengatakan kepadanya, “Selimuti aku, selimuti aku, selimuti aku, tuangkan air dingin kepadaku”. Setelah itu turunlah wahyu,
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ(1) قُمْ فَأَنْذِرْ(2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ(3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ(4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
“Wahai orang yang berselimut ! bangunlah, lalu beri peringatan, dan agungkanlah Rabb mu, bersihkan pakaianmu, dan tinggalkan perbuatan dosa (menyembah berhala)” (QS. Al Muddatstsir: 1-5)
Turunya wahyu kedua ini sebelum di wajibkannya shalat. Setelah itu wahyu turun secara berurutan.
*Dimulainya Dakwah*
Setelah turunnya QS. Al Muddatstsir: 1-5 maka dakwah pun mulai dikibarkan. Nabi shallallahu ‘ala ihi wasallam berdakwah kepada kaumnya yang dikenal kasar. Mereka menyembah berhala dan tidak memiliki dalil dari perbuatan mereka kecuali ikut-ikutan (taqlid) kepada tradisi nenek moyang mereka. Mereka tak punya akhlak kecuali kemulyaan dan kesombongan. Mereka tak punya cara menyelesaikan persoalan kecuali dengan pedang.
Kaum inilah yang akan Nabi hadapi, merekalah yang akan Nabi dakwahi. Kita bisa membayangkan betapa sulitnya awal dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesulit apapun dakwah kita di hari ini tidak akan sesulit dakwah para Nabi terkhusus Rasulullah Muhammad ‘alahi shalatu wassalam. Diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad dari Bapaknya ia berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ : الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Wahai Rasulullah siapa manusia yang paling berat ujiannya ? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Para Nabi, kemudian orang-orang yang semisal mereka dan semisal mereka. Lalu akan diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya. Jika agamanya kuat, maka dia akan diuji dengan ujian berat, dan jika agamanya ringan, ujiannya akan sesuai dengan kadar agamanya. Ujian ini tidak akan berhenti pada seorang hamba, hingga ia berjalan di bumi tanpa punya kesalahan”
Sehingga dakwah beliau dimulai dengan sembunyi-sembunyi. Ini bukan karena beliau takut, namun lebih kepada strategi dakwah sebagai contoh bagi ummat ini. Beliau mengawali dakwahnya kepada orang-orang yang diyakini sebagai orang yang terpercaya, terkenal kebaikannya, menerima kebenaran, dan bisa segera menyambut dakwan beliau shallallahu alaihi wasallam yang teranggap baru di masa itu. Nabi mengutamakan dakwah kepada keluarga, sahabat dan teman-teman beliau.