Oleh: Ustadz H. Irsyad Syafar, Lc., M. Ed

Sering kali Allah SWT membimbing (mentarbiyah) hamba-hambaNya melalui peristiwa dan kejadian-kejadian penting. Karena biasanya peristiwa lebih berkesan di hati dan lebih menyentuh ke dalam jiwa.

Di dalam Al Quran kita temukan cerita berbagai peristiwa yang penting dan luar biasa. Baik yang terjadi di masa Rasulullah SAW, maupun pada masa Nabi dan Rasul sebelum Beliau. Lalu diujung cerita Allah memerintahkan hambaNya agar mengambil ibrah (pelajaran), dan tidak menganggapnya sekedar sebuah cerita apalagi dongeng.

Allah SWT menceritakan panjang lebar tentang kisah Nabi Yusuf AS di dalam surat Yusuf. Mulai dari saat Beliau remaja dan melihat mimpi aneh tentang sujudnya matahari, bulan dan planet-planet, sampai kisah menjadi budak dan hidup di istana seorang petinggi Mesir. Dan sampai akhirnya ayah, bunda dan saudara-saudara Yusuf pindah ke Mesir hidup bersama “kekuasaan” Yusuf.

Setelah semua kisah itu Allah SWT uraikan dalam surat Yusuf, Allah SWT kemudian menutup surat Yusuf dengan firmanNya:

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ.

Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS Yusuf: 111).

Tegas Allah SWT nyatakan bahwa dibalik peristiwa yang dikisahkan itu ada pelajaran yang harus diambil oleh orang-orang yang beriman (berakal).

Di dalam surat Al Kahfi Allah SWT menceritakan kisah pemuda Kahfi. Bagaimana pemuda-pemuda beriman ini menyelamatkan iman mereka dari penguasa kafir lagi musyrik. Akhirnya mereka bersembunyi di dalam gua menghindari kejaran para tentara kerajaan. 309 tahun lamanya mereka ditidurkan Allah SWT di dalam gua tersebut.

Kemudian Allah SWT bangunkan (hidupkan) mereka kembali. Bertepatan saat itu tengah terjadi krisis keimanan terhadap hari kiamat dikalangan masyarakat tersebut. Walaupun mereka telah menjadi penganut ajaran tauhid, tapi mulai bermunculan keraguan akan hari berbangkit yang dijanjikan Allah SWT.

Tepat pada momen itu, pemuda Kahfi ini dibangkit kembali. Sehingga peristiwa tersebut betul-betul menjadi pelajaran dan teguran yang keras kepada mereka yang meragukan hari kiamat. Allah SWT berfirman:

وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ.

Artinya: “Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka…” ( QS Al Kahfi: 21).

Begitu juga ketika Allah SWT menyinggung sedikit cerita tentang perang Badar, yang mempertemukan dua kelompok. Satu kelompok beriman dan satu lagi kelompok orang-orang kafir. Kemudian Allah SWT menangkan (dengan pertolonganNya) kelompok yang beriman. Kemudian, di ujung ayat Allah SWT menutupnya:

إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ.

Artinya: “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (QS Ali Imran: 13).

Demikianlah seharusnya orang-orang beriman, selalu mendapat hikmah dan pelajaran (‘ibrah) dari setiap peristiwa yang Allah SWT hadirkan kepada mereka. Bahkan tidak saja dari peristiwa yang besar yang langka, melainkan juga dari setiap kejadian rutin biasa yang sering abai manusia memperhatikannya. Karena memang semua yang terjadi di jagad raya ini pastilah menunjukkan kemaha Agungan Allah SWT. Dalam surat An Nur Allah SWT menegaskan:

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ فَيُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشَاءُ ۖ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصَارِ. يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصَارِ.

Artinya: “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan. Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan.” (QS An Nur: 43-44).

Allah gambarkan peristiwa bergeraknya awan, lalu berkumpul dan bergumpal-gumpal bagaikan bukit, sampai turun menjadi hujan di berbagai negeri, dan termasuk silih-bergantinya siang dan malam. Semua itu peristiwa rutin harian yang terus berulang. Saking seringnya, peristiwa itu dianggap biasa. Padahal bagi orang beriman ada pelajaran berharga dibalik kejadian tersebut.

Saat ini dunia tengah diuji Allah SWT dengan wabah corona. Sudah lebih sejuta orang yang positif terkena virus. Dan sudah lebih 60 ribu yang meninggal dunia. Semua tersebar di lebih dari 100 negara. Negara kaya dan besar seperti Amerika dan negara-negara Eropa, seperti tak berdaya dibuatnya. Para dokter, ahli dan pakar di bidang virus masih belum mampu menyingkap secara detail virus yang mengerikan ini. Manusia hanya bisa berusaha mengobati dan meminimalisir dampaknya.

Bagi orang beriman tentu peristiwa ini tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja. Harus selalu ada pelajaran (‘ibrah) dan manfaat (hikmah) yang dapat diambil darinya. Sehingga orang beriman senantiasa beruntung dibalik berbagai peristiwa, baik peristiwa itu menyenangkan maupun peristiwa itu menyedihkan. Rasulullah SAW bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ.

Artinya: “Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu, sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik baginya dan hal itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh orang mukmin. Jika diberi sesuatu yang menggembirakan, ia bersyukur, maka hal itu merupakan kebaikan baginya, dan apabila ia ditimpa suatu keburukan (musibah) ia bersabar, maka hal itu juga baik baginya.” (HR. Muslim).

Beberapa pelajaran dan manfaat yang bisa diambil dengan ujian wabah covid 19 ini, antara lain adalah:

Pertama, timbul kesadaran kolektif dalam tubuh umat Islam untuk semakin bergantung kepada Allah SWT. Sebab, Dialah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Jika Dia timpakan sebuah bencana kepada hambaNya, maka tiada yang bisa menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Dia datangkan kebaikan kepada hambaNya, juga Dia sangat mampu melakukan itu. Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Ujian Allah SWT ini harus menjadi momen kembalinya kita kepada Allah SWT, memperbaiki hubungan denganNya dan mengakui segala salah dan dosa dihadapanNya. Kalau peristiwa besar begini tidak membuat kita kembali kepada ajaran Allah SWT, peristiwa apalagi yang kita tunggu? Apakah hari kiamat? Sesungguhnya kiamat itu amat dahsyat dan amat pahit.

Kedua, peristiwa virus ini harus memberikan pencerahan dan kesadaran beragama bagi umat Islam. Umat menjadi semakin “melek” agama (syariat). Jangan lagi alergi apalagi sinis dengan tuntunan Allah. Pemahaman terhadap tuntunan agama harus semakin ditingkatkan.

Kita saksikan sebagian umat belum siap (kaget) dengan munculnya hukum-hukum fiqh yang difatwakan oleh para Ulama, menyikapi pandemi ini. Awal-awal muncul video adzan di sebuah negara Islam (di arab) yang menambahkan kalimat shalluu fii buyuutikum (shalatlah di rumah kalian), langsung viral. Publik meresponnya dengan berbagai komentar. Adzan apa itu? Aliran apa pula itu? Kok bisa adzan dirobah begitu? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Tapi begitu para ulama menjelaskan dengan detail dan memaparkan dalil dan argumennya, banyak umat yang tercerahkan. Ternyata ada adzan seperti itu. Bahkan pemakaiannya secara asal bukan karena corona. Melainkan bila hujan lebat, maka disunnahkan kalimat adzan seperti itu, dan kaum muslimin shalat berjamaah di rumah masing-masing. Padahal negeri kita adalah negeri sering hujan. Tapi sunnah Rasulullah SAW ini ternyata luput dari amalan kita.

Belum lagi hukum-hukum fiqh lain yang sudah difatwakan oleh MUI dan juga lembaga-lembaga fatwa internasional, seperti penundaan shalat Jum’at secara sementara, penutupan masjid dari shalat berjamaah lima waktu karena bahaya virus ini. Juga termasuk pembatalan pelaksanaan umrah oleh kerajaan Arab Saudi sampai waktu yang belum ditentukan. Dan bahkan mungkin saja sampai kepada peniadaan ibadah haji pada tahun ini, bila negara-negara Islam belum tuntas menghapus covid 19 di negara masing-masing.

Semua keadaan ini harus menjadi pencerahan bagi semua umat Islam. Bahwa beragama harus dengan ilmu, dan tidak cukup hanya dengan perasaan atau ikut-ikutan. Setelah covid 19 ini berlalu nantinya, umat harus semakin serius melakukan tafaqquh fiddin, meluangkan waktu untuk memahami agama dengan baik.

Ketiga, dalam suasana yang masih belum terkendali (mungkin panik) saat ini, kita harus belajar untuk mau mengikuti arahan lembaga yang resmi dan kompeten. Kalau tidak, kebingungan dan kepanikan bukannya berkurang, malah akan semakin bertambah. Terutama masalah fatwa. Selama ini memang sepertinya telah terjadi semacam “kebebasan” berfatwa. Semua orang seperti boleh saja memberi fatwa.

Kita lihat saja saat menentukan awal Ramadhan atau Hari Raya. Begitu banyak yang mengeluarkan fatwa. Sehingga umat Islam Indonesia (sepertinya) belum pernah serentak 100% mengawali puasa Ramadhan dan mengakhirinya. Ada saja pihak yang berbeda. Apalagi kalau posisi bulan sangat rendah. Pembelahan umat akan sangat tajam.

Kondisi ini hanya terjadi di Indonesia. Tidak pernah ada di negara-negara Islam lainnya di dunia. Di sana di masing-masing negara hanya ada satu lembaga yang berhak mengeluarkan fatwa. Yang lain, betapapun tinggi dan hebatnya keilmuannya, tunduk dan patuh kepada fatwa lembaga resmi negaranya.

Apalagi ini masalah yang sangat riskan dan berbahaya. MUI telah mengeluarkan fatwanya dengan jelas dan detail. Hasil dari pembahasan bersama para pakar dan narasumber yang kompeten. Bukan pesanan seseorang atau kepentingan satu kelompok tertentu. Melainkan demi kemaslahatan umat. Sudah saatnya kita belajar patuh kepada fatwa lembaga tersebut. Kalau tidak, mungkin proses selesai dari wabah ini masih akan memakan waktu yang panjang.

Keempat, Allah SWT sedang menghidangkan peluang amal shaleh yang sangat banyak. Waktu keberadaan kita di rumah bersama keluarga menjadi lebih lama. Ini menjadi saat yang sangat berharga untuk dapat beribadah bersama, tilawah Al Quran bersama, saling membagi peran dan kerja. Bahkan sekaligus menjadi persiapan untuk menghadapi bulan Ramadhan yang penuh berkah.

Peluang amal shaleh lain juga terbuka lebar di depan mata. Berbagi, peduli dan menolong sesama pada saat ini adalah amal shaleh yang paling utama. Tetangga dan saudara-saudara yang terdampak langsung ekonominya gara-gara covid 19 ini membutuhkan ukuran tangan kita. Tidak usah dipandang banyak dan jumlahnya. Akan tetapi ketulusan dan keikhlasan yang akan menjadikannya berkah dan bermanfaat.

Bahkan salah satu solusi untuk segera keluar dari musibah covid 19 ini adalah dengan memperbanyak menolong orang lain. Sebab Allah SWT menjanjikan pertolongannya bagi hamba yang suka menolong. Rasulullah SAW bersabda:

والله في عون العبد، ما كان العبد في عون أخيه. رواه مسلم

Artinya: “Allah itu akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR Muslim).

Kelima, seringkali hari-hari sulit dan beban yang berat akan menyingkap watak asli seseorang. Orang-orang yang selalu sabar, mau berbagi, peduli kepada orang lain, menjaga mulut dan sikapnya pada saat wabah ini, sesungguhnya itu adalah watak asli dari orang tersebut. Sebab, berpura-pura pada saat-saat sulit itu sangatlah berat.

Sebaliknya, orang yang gampang mengeluh, tidak sabar, mau menang sendiri, egois, ngeyel, bandel, tutur katanya tidak terukur, bahkan sampai berkata-kata kotor dengan cobaan berat ini, itu merupakan cerminan diri dan kepribadiannya.

Suatu ketika Rasulullah SAW menyaksikan seorang perempuan tengah menangis di dekat kuburan. Maka Beliau menasehati perempuan tersebut dengan mengatakan, “Bersabarlah wahai hamba Allah, takutlah kepada Allah!”

Wanita itu langsung melihat kepada Rasulullah SAW dan sangat marah. Ia berkata, “Pergi kamu dari sini, kamu tidak dapat musibah seperti aku!”

Rasulullah SAW segera menjauh dari perempuan tersebut. Rupanya ia tidak tahu bahwa yang baru saja menegurnya adalah Rasulullah SAW. Kemudian ia datang menghadap Rasulullah SAW dan meminta maaf karena ia tidak tahu. Rasulullah SAW menjawab:

إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى.

Artinya: ”Sesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal musibah.” (penggalan dari HR. Bukhari).

Saat inilah kita berlatih sabar, menahan diri, berbagi dan peduli. Bila musibah sudah berlalu, tidak ada maknanya lagi kata sabar dan sebagainya.

Hadaanallahu wa iyyaakum ajma’in.