Di tengah masyarakat ada beberapa pandangan terhadap disabilitas, seperti dalam masyarakat Sulawesi yang menganggap bahwa disabilitas diistilahkan dengan Madagao atau bawaan. Bawaan itu adalah takdir, sehingga disabilitas harus diperlakukan secara khusus dan diterima dengan baik. Di sisi lain, ada masyarakat yang memandang bahwa disabilitas adalah sebuah kutukan, guna-guna dan penyakit. Pengetahuan dan kepercayaan ini diturunkan kepada generasi berikutnya, sehingga timbul stigma yang akhirnya terjadi proses marginalisasi terhadap disabilitas. Ada pula pandangan bahwa disabilitas dianggap sebagai orang yang tidak produktif, sehingga timbul penghinaan yang harus mereka terima.
Disabilitas tidak semata karena bawaan, namun juga terjadi karena kecelakaan atau adanya penyakit. Untuk itu dibutuhkan edukasi kepada keluarga dan masyarakat, agar tidak membangun stigma buruk terhadap disabilitas, yang akhirnya tidak memberikan rasa keadilan kepada warga disabilitas. Disabilitias, memang memiliki keterbatasan fisik maupun psikologis dan interaksi sosialnya. Namun keterbatasan itu bukan berarti mereka tidak memiliki hak kesetaraan dengan masyarakat ‘normal’ lainnya. Oleh karena dibutuhkan suatu regulasi kebijakan dan payung hukum terhadap penyandang disabilitas tersebut.
Regulasi Kebijakan dan Payung Hukum Disabilitas
Rencana Induk Penyandang Disabilitas di dalam PP No. 70 tahun 2019, sudah memasukkan klausul cukup banyak di antaranya : (1) Pendataan dan perencanaan yang inklusif bagi penyandang disabilitas; (2) Penyediaan lingkungan tanpa hambatan bagi penyandang disabilitas; (3) Perlindungan hak akses politik dan keadilan bagi penyandang disabilitas; (4) Pemberdayaan dan kemandirian penyandang disabilitas; (5) Perwujudan ekonomi inklusif bagi penyandang disabilitas; (6) Pendidikan dan keterampilan bagi penyandang disabilitas; (7) Akses dan pemerataan layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas.
Selanjutnya PP No. 52, peraturan yang menaungi penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi disabilitas. PP No. 39 tahun 2020, menaungi peraturan tentang akomodasi layak bagi disabilitas dalam proses peradilan. PP No. 13 tahun 2020, peraturan tentang akomodasi layak bagi peserta didik penyandang disabilitas. PP No. 42/2020 bicara tentang aksessibilitas terhadap pemukiman pelayanan publik dan perlindungan dari bencana bagi penyandang disabilitas. Selanjutnya PP No. 60 /2020, peraturan yang memberikan unit layanan disabilitas dalam bidang ketenaga kerjaan. Perpres No 67/2020 menetapkan peraturan syarat dan tata cara pemberian penghargaan dalam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak disablitas. Dan juga ada perpres No. 68/2020 yang menetapkan komisi nasional disabilitas, serta PP No. 75/2020 yang memberikan payung hukum dalam hal rehabilitasi penyandang disabilitas.
Dari uraian diatas, sudah cukup banyak regulasi kebijakan dan payung hukum atas penyandang disabilitias. Namun dalam perkembangannya Ada beberapa permasalahan yang dihadapi, di antaranya dari segi pemerintah, apa yang menjadi kebijakan dan peraturan tersebut belum tersosialisasi secara massif, daerah belum mendapatkan informasi yang akurat. Seharusnya dibangun sinergisitas antara data pusat dan daerah bersama dinas terkait, sehingga terbangun kapasitas yang mumpuni. Didalam pendataan, ada kecenderungan persepsi bahwa yang disebut dengan disabilitas adalah hanya untuk kaum pra sejahtera. Padahal peraturan itu berlaku untuk semua disablitas tanpa pengecualian.
Kemudian, dalam peraturan untuk perusahaan yang memberikan kuota 2 % untuk disabilitas belum terpenuhi. Etika terhadap orang disabilitas belum terakomodatif dalam proses-proses interaksinya. Kondisi yang memaksa kita untuk mendorong memperjuangkan aspirasi secara proaktif sehingga muncul Perda yang sensitif disabilitas.
Hakikinya, dengan adanya regulasi dan payung hukum perlindungan, pemberdayaan serta pendampingan disabilitas ini harusnya dibangun konsep seiring dengan penjabarannya. Dituntut pola asuh yang mendukung kepada kaum disabilitas serta mengembangkan potensi-potensi yang ada. Begitu juga regulasi pemerintah tentang akses tenaga kerja, PNS dan sekolah pada disabilitas juga ada maka diperlukan progress perjuangan yang lebih lanjut. Lakukan tindakan perjuangan yang massif terhadap kaum disabilitas ini.
Yang sangat penting bagi disabilitas adalah bagaimana kemudahan, keamanan, kenyamanan serta kemandirian terwujud dengan baik. Pada dasarnya bagi kaum disabilitas, mereka tidak menuntut untuk diistimewakan, namun kesetaraan. Oleh karena itu, berikan pelibatan secara partisipatif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan dari regulasi kebijakan tersebut.
Padang, 04 Desember 2021
Oleh: Wirdanengsih, M.Si
(Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang)