Pernikahan adalah momen sakral yang tidak hanya menyatukan dua individu, tetapi juga mengikat dua keluarga besar. Dalam budaya Minangkabau, pernikahan memiliki makna yang mendalam, menghubungkan dua keluarga dalam jalinan kekeluargaan yang erat. Namun, di balik keindahan tersebut, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi, terutama ketika menyangkut aturan adat dan syariat Islam.

Dalam adat Minangkabau, istilah “ipar” merujuk pada adik dari pasangan kita, sementara “besan” adalah orang tua dari menantu kita. Misalnya, adik perempuan istri disebut “ipar”, dan orang tua dari menantu disebut “besan”. Hubungan ini menuntut adanya sikap saling menghormati dan memelihara sopan santun, yang menjadi dasar penting dalam adat Minangkabau.

Salah satu tantangan yang sering dihadapi oleh pasangan baru adalah tinggal di rumah mertua. Meskipun secara adat, suami yang tinggal di rumah istri (disebut “sumando”) harus menempatkan diri dengan baik dan menghormati seluruh keluarga istri, realitasnya sering kali tidak semudah itu. Tinggal di rumah mertua bisa menimbulkan gesekan dan ketegangan, terutama jika tidak ada batasan yang jelas mengenai privasi dan kewenangan.

Idealnya, suami harus berusaha untuk membawa istri pindah ke rumah sendiri, meskipun harus mengontrak terlebih dahulu. Langkah ini penting untuk menjaga kemandirian keluarga baru dan mengurangi potensi konflik dengan keluarga besar.

Dari perspektif Islam, pentingnya menjaga privasi dan batasan antara mahram dan bukan mahram sangat ditekankan. Rasulullah SAW bersabda bahwa saudara ipar adalah “maut” atau ancaman, menekankan pentingnya menjaga jarak dan batasan untuk mencegah fitnah dan godaan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, tinggal bersama ipar dalam satu rumah tanpa batasan yang jelas bisa menimbulkan masalah serius dalam jangka panjang.

Dalam budaya Arab, misalnya, pasangan yang akan menikah sering kali menyiapkan rumah sebelum pernikahan sebagai langkah untuk menjaga keharmonisan dan menghindari potensi konflik dengan keluarga besar. Hal ini dapat dijadikan contoh bagi pasangan di Minangkabau untuk lebih mandiri dalam membangun rumah tangga mereka.

Untuk menjaga keharmonisan dalam rumah tangga, penting bagi pasangan untuk menetapkan batasan yang jelas dan berkomunikasi secara terbuka mengenai harapan dan tanggung jawab masing-masing. Menghindari campur tangan yang berlebihan dari keluarga besar juga merupakan langkah penting untuk menjaga privasi dan kemandirian pasangan.

Pernikahan adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kerja sama, pengertian, dan saling menghormati antara kedua belah pihak. Dengan memahami dan menghormati baik adat maupun syariat, pasangan dapat membangun rumah tangga yang harmonis dan berkah. (Dwi-Dini)

Disampaikan oleh: H. Mulyadi Muslim, Lc., Ma. Dt Said Marajo Nan Putiah (Tokoh Adat & Budaya Sumbar) pada Talkshow Dialog Sosial Budaya Radio SIPP FM, Rabu (31/07/2024)