Mengucapkan salam adalah identitas utama seorang muslim. Perintahnya langsung datang dari Allah. Diamalkan oleh para Malaikat, Nabi dan Rasul.

Allah Ta’alaa memerintahkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS An Nur: 27).

Dan bila hendak memasuki rumah manapun, baik ada penghuni ataupun tidak, tetap diperintahkan mengucapkan salam:

فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً ۚ

Artinya: “Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.” (QS An Nur: 61).

Mengucapkan salam adalah perilaku para Malaikat. Termasuk saat mereka bertemu manusia. Serombongan Malaikat bertamu ke rumah Nabi Ibrahim. Merekapun mengucapkan salam:

وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَىٰ قَالُوا سَلَامًا ۖ قَالَ سَلَامٌ ۖ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ

Artinya: “Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan (salam): “Selamat”. Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang”. (QS Hud: 69).

Kepada Nabi Adam as. Allah juga mengajarkan salam. Dia memerintahkan Adam untuk mendatangi para Malaikat untuk mengucapkan salam:

قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ النَّفَرِ وَهُمْ نَفَرٌ مِنَ الْمَلَائِكَةِ جُلُوسٌ فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ فَإِنَّهَا تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ فَذَهَبَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَقَالُوا السَّلَامُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ.

Artinya: Allah berkata kepada Adam, “Pergilah, ucapkan salam kepada mereka para Malaikat yang sedang duduk. Perhatikan bagaimana mereka memberikan salam kepadamu. Karena itu sesungguhnya salammu dan salam anak cucumu. Maka Adam mendatangi mereka dan mengucapkan “assalaamualaikum”. Para malaikat menjawab, “Assalaamualaika warahmatullah”. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan bahwa mengucapkan salam kepada sesama merupakan salah satu penyebab seseorang masuk sorga:

عن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : ” وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا ، وَلا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا ، أَوَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنَكُمْ ” (رواه مسلم).

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Demi Yang jiwaku berada di tanganNya, kalian tak akan masuk sorga sebelum kalian beriman. Dan kalian belum akan beriman sebelum berkasih sayang. Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang apabila kalian amalkan kalian akan berkasih sayang? Tebarkanlah salam diantara kalian!”. (HR Muslim).

Menebarkan salam kepada semua orang, baik kita kenal maupun tidak kita kenal, adalah ciri bagusnya kualitas keislaman seseorang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan:

عَنْ عَبْدِالله بْنِ عَمْرو رَضِيَ اللهُ عَنْهمَا أنَّ رَجُلاً سَألَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم: أيُّ الإسْلامِ خَيْرٌ؟ قال: «تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأ السَّلامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ». متفق عليه.

Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwa seseorang telah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Islam seperti apa yang baik?”. Beliau menjawab, “Engkau memberi makan (orang lain) dan engkau ucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal”. (HR Bukhari dan Muslim).

Bahkan sahabat yang mulia, Abdullah bin Umar menyengaja pergi ke pasar, tidak untuk membeli dan tidak untuk berjualan. Melainkan hanya untuk sekedar menebar salam.

Lafadz Salam

Ketika mengucapkan salam kepada orang lain, baik satu orang atau banyak orang, lafadz yang diucapkan adalah kalimat lengkap “assalaamualikum warahmatullahi wabarakaatuh”. Itulah yang paling utama.

Abu Daud dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa seorang sahabat Nabi, Imran bin Hushain menceritakan ada seseorang yang datang kepada Rasulullah saw, lalu mengucapkan, “Assalaamualikum”, maka Rasulullah saw membalas salamnya dan mengatakan, “Sepuluh”.

Kemudian datang lagi laki-laki lain dan mengucapkan, “Assalaamualaikum warahmatullah”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membalas salamnya dan berkata, “Dua puluh”.

Lalu datang lagi laki-laki lain dan mengucapkan salam, “Assalaamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh”. Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab salamnya dan berkata, “Tiga puluh”.

Dapat dipahami dari hadits di atas bahwa salam yang lengkap bernilai 30. Sedangkan yang sampai warahmatullah bernilai 20. Dan yang paling pendek bernilai 10. Angka-angka ini bisa bermakna pahala atau derjat atau kemulian.

Di dalam mengucapkan salam, dibolehkan mengulanginya sampai tiga kali. Dan ini merupakan sunnah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam.

عَنْ أنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أنَّهُ كَانَ إذَا تَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أعَادَهَا ثَلاثاً، حَتَّى تُفْهَمَ عَنْهُ، وَإذَا أتَى عَلَى قَوْمٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ، سَلَّمَ عَلَيْهِمْ ثَلاثاً. أخرجه البخاري.

Artinya: Diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam apabila berbicara, Beliau mengulanginya tiga kali sampai dipahami (pendengar). Dan apabila mendatangi suatu kaum, Beliau mengucapkan salam kepada mereka. Maka Beliau memberi salam tiga kali”. (HR Bukhari).

Dengan demikian, mengulangi salam sampai tiga kali kepada orang lain adalah suatu yang boleh dan merupakan perbuatan Rasulullah saw.

Membalas Salam

Membalas salam hukumnya wajib. Dan sekurang-kurangnya sama dengan ucapan si pemberi salam. Kecuali bila dalam kondisi buang hajat atau sejenianya, maka salam tidak dijawab. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’alaa:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا.

Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu”. (QS An Nisa: 86).

Adapun pengecualian menjawab salam saat buang hajat adalah berdasar hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam:

عَنِ المُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَتَى النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ ثمَّ اعْتَذرَ إِلَيْهِ فَقَالَ: «إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذكُرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ عَلَى طُهْرٍ». أخرجه أبو داود والنسائي.

Artinya: Diriwayatkan dari Muhajir bin Qunfuz, bahwa dia mendatangi Rasulullah saw yang sedang buang air kecil. Lalu dia mengucapkan salam. Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak membalasnya sampai Beliau selesai berwudhuk. Kemudian Beliau meminta maaf dan berkata, “Aku tidak suka menyebut nama Allah azza wa jalla kecuali dalam keadaan suci”. (HR Abu Daud dan Nasai).

Jika seandainya salam itu diucapkan oleh orang non muslim, maka membalasnya cukup dengan lafadz “Wa’alaikum”. Tidak perlu diucapkan lafadz yang lengkap.

Suatu hari sekelompok yahudi mengucapkan salam kepada Rasulullah saw dengan kalimat “assaam ‘alaikum”. Maka Nabi Shallallahu alaihi wasallam tetap menjawab, “Wa’alaikum”. Padahal kalimat assaam itu artinya adalah racun. Berarti dia mendoakan kecelakaan bagi Rasulullah saw.

‘Aisyah yang saat itu berada di dekat Rasulullah saw, sangat marah mendengar salam yahudi yang buruk tersebut. Bahkan membalasnya dengan “bagi kalian racun dan laknat. Aisyah juga memprotes kenapa tetap dijawab ucapan buruk tersebut.

Namun Nabi shallallahu alaihi wasallam menenangkan Aisyah dan menyatakan bahwa Islam itu agama yang lemah lembut. Beliau berkata, “Bukankah aku menjawabnya “waalaikum?”. (HR Bukhari).

Nabi Shallallahu alaihi wasallam memberikan petunjuk agar kita tidak mengawali salam kepada yahudi, nashrani dan kaum musyrikin. Namun jika mereka yang memberi salam kepada kita, kita menjawabnya dengan “waalaikum”.

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أهْلُ الكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ». متفق عليه.

Artinya: “Jika orang ahlul kita memberi salam kepada kalian, maka ucapkanlah, “Waalaikum”. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Apabila kita berhadapan dengan sekelompok orang yang bercampur baur, ada yang Muslim, ada juga yahudi, nasrani dan penyembah berhala, maka kita tetap boleh mengawali salam kepada mereka. Sebagaimana yang pernah Nabi shallallahu alaihi wasallam lakukan ketika mendatangi sekelompok orang yang bercampur seperti itu. (Dari Hadits Usamah bin Zaid riwayat Bukhari dan Muslim).

Menitipkan Salam

Menitipkan salam atau menyampaikan salam kepada orang yang tidak hadir saat bertemu adalah sebuah tindakan yang dibolehkan. Bagi yang dititipkan salam tidak perlu mengucapkan salam kepada yang menerima titipan. Cukup dengan mengucapkan, “Si fulan menyampaikan salam kepadamu”. Lalu yang menerima salam membalasnya dengan ucapan, “Alaihis salaam wa rahmatullahi wa barakaatuh”. Hal ini berdasarkan hadits:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال لَهَا: «يَا عَائِشَةُ، هَذَا جِبْرِيلُ يَقْرَأُ عَلَيْكِ السَّلامَ». فَقالتْ: وَعَلَيْهِ السَّلامُ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ، تَرَى مَا لا أرَى. متفق عليه.

Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepadanya, “Wahai Aisyah, ini Jibril mengucapkan salam kepadamu”. Maka Aisyah membalasnya, “Alaihis salaam warahmatullahi wabarakaatuh. Engkau melihat apa yang aku tidak lihat”. (HR Bukhari dan Muslim).

Salam Kepada Lawan Jenis

Secara prinsip, dibolehkan memberi salam kepada lawan jenis. Lelaki boleh mengucapkan salam kepada perempuan dan sebaliknya perempuan juga boleh mengucapkan salam kepada lelaki. Para ulama hanya mengecualikan bila akan menimbulkan fitnah.

Hal ini dilakukan Rasulullah saw kepada wanita sahabat, dan sebaliknya mereka melakukannya kepada Rasulullah saw.

Disamping itu, juga dibolehkan mengucapkan salam digabungkan dengan isyarat tangan. Atau juga boleh salam dengan isyarat tangan saja jika jaraknya jauh atau dalam kondisi terhalang untuk mengucapkannya.

عن أسماء بنت يزيد قالت : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم مر في المسجد يوما وعصبة من
النساء قعود فألوى بيده بالتسليم. (رواه الترميذي)

Artinya: Diriwayatkan dari Asma binti Yazid, dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw suatu hari melewati masjid, sementara sekelompok wanita duduk. Maka Beliau memberi salam dengan isyarat tangan.” (HR Tirmidzi).

Namun jika jaraknya dekat, dan dalam kondisi memungkinkan berbicara, maka salam dengan isyarat tangan atau anggukan kepala adalah dilarang. Berdasarkan hadits imam An-Nasa’i yang telah meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari jalur Jabir, dan beliau memarfu’kannya, (Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam–) telah bersabda:

لا تسلموا تسليم اليهود والنصارى، فإن تسليمهم بالأكف والرءوس والإشارة.

Artinya: “Janganlah kalian salam seperti salamnya orang Yahudi, sesungguhnya mereka melakukan salam dengan kepala mereka, dengan tangan mereka dan dengan Isyarat.”

Wallahu A’lam.

Oleh: Ust. H. Irsyad Syafar, Lc. M.Ed.