Oleh: Ust. Oktarizal Fiardi, Lc.

Bagi kaum muslimin yang terbiasa shalat berjama’ah di mesjid, tentunya akan merasa berat dan sedih jika harus shalat di rumah. Tapi, mau tidak mau, perasaan berat dan pilihan pahit ini harus dilakukan dalam kondisi sekarang.

Secara kasat mata, mungkin ada yang mencela dan menuduh macam-macam terkait ajakan dan seruan penghentian sementara shalat berjamaah di mesjid. Bahkan ada juga yang mengatakan ini suatu kezaliman dengan berdalilkan, ” Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya, dan berusaha merobohkannya? (QS. Al Baqarah: 114)

Yang perlu dipahami dengan baik, penghentian sementara shalat berama’ah di mesjid adalah untuk mencegah penularan virus kepada jama’ah mesjid. Juga untuk menjaga dan menyelamatkan nyawa kaum muslimin. Dan ini – menjaga nyawa- menjadi salah satu tujuan syariat (Maqashid Syari’ah).

Sekedar untuk perbandingan;

Jika dalam kondisi sekarang mesjid tetap dibuka untuk melaksanakan shalat berjama’ah, dikhawatirkan ada jama’ah yang -tanpa disadari- berpotensi membawa dan menularkan virus ke jama’ah lain. Akibatnya, jama’ah lain juga tertular. Dan tidak menutup kemungkinan, akan ada dan bisa jadi banyak yang meninggal dunia di antara jama’ah mesjid yang tertular ini.

Jika jama’ah yang biasa meramaikan (memakmurkan) mesjid meninggal dunia karena Corona, siapa lagi nanti yang akan meramaikan masjid setelah Corona hilang? Yang dikhawatirkan, setelah Corona hilang, mesjid jadi kosong selamanya. Karena yang biasa meramaikannya, nyawa mereka direnggut Corona.

Jika sebaliknya, untuk sementara waktu, shalat berjamaah di mesjid ditiadakan untuk membatasi penularan virus agar jama’ah mesjid tidak tertular sehingga kesehatan dan nyawa mereka tetap terjaga.

Maka, di kemudian hari, setelah Corona berlalu, jama’ah yang biasa meramaikan mesjid akan kembali meramaikan mesjid sebagaimana biasanya sebelum adanya Corona.

Jadi, mari kita sepikan mesjid sementara untuk kita ramaikan kembali selamanya. (*)