Ustadz H. Muhammad Fadhlil Abrar, Lc.
Da’i Muda Sumatera Barat

Lagi viralnya beberapa hari kemren soal Masjid Raya Sumatra Barat mendapatkan penghargaan internasional dari Abdullatif Al-Fozan Award , khabar ini cukup membuat masyarkat Minangkabau merasa bangga atas prestasi ini. Maka tak jarang setiap akhir pekan bahkan di hari-hari biasa pun selalu ada mobil bus pariwisata yang mampir di masjid cantik tersebut.

Hanya saja PR buat kita bersama banyak para Tokoh Minang memberikan tanggapan dan masukkan. Selain rasa syukur atas prestasi ini, Apa yang mesti dilakukan setelah mendapatkan penghargaan tersebut?

**

Sudah tahukah kita, nilai filosofi dari artistik Masjid Raya Sumbar kebanggaan urang awak tersebut?. Masjid yang dibangun di masa Bapak Gubernur Gumawan Fauzi dimulai pada tahun 2007 yang menghabiskan kurang lebih 330 M dari sebagian besar APBD Sumatra Barat.

Banyak yang belum tahu kalau Masjid yang memiliki empat gonjong disetiap sudut bangunannya itu, sejatinya itu bukan menunjukkan artistik dari Minangkabau, melainkan itu adalah simbolik dari kecerdasaan salah seorang tokoh terbaik di dunia ini yang paling berjasa bagi masyarkaat Minangkabau, yaitu Nabi Muhammad Saw. Bukti cintanya masyarkaat Minangkabau kepada Nabi Muhammad Saw, sifat mulia beliau diabadikan dalam bentuk arsitektur Masjid.

Kisah fenomenal tersebut tentang “Ketokohan Nabi Muhammad Saw Muda” di saat beliau sedang berusia kurang lebih 35 tahun umur beliau menurut Syaikh Safiyurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitab Ar-Rahiq Al-Makhtum dan dalam versi riwayat lain umur beliau ketika itu 30 tahun. Namun kita tidak fokus dalam selisih umur, yang kita fokuskan adalah seorang Muhammad muda adalah pemuda yang eksistensinya sangat berpengaruh di Jazirah Arab.

Dari kecerdasaan Muhammad muda inilah, Jazirah arab terkhususnya Kota Makkah yang awalnya dipastikan akan terjadi perang saudara, hingga akhirnya bisa berdamai dengan baik dan rukun. Ibarat kalau di zaman sekarang, Muhammad muda berhak dinobatkan sebagai pemuda inspirator yang mendapatkan penghargaan nobel perdamaian dunia.

**

Kisah yang dimulai dari masyarkat Makkah merenovasi kembali Ka’bah paska terjadi banjir yang mengakibatkan bangunan Ka’bah banyak yang rusak, disaat itu Nabi Muhammad Saw belum diangkat menjadi Rasul. Proses renovasi bangunan Ka’bah berjalanan dengan lancar, namun ketika hendak menempelkan Hajar Aswad ke dinding Ka’bah, terjadi perselisihan antar suku selama lima hari kurang lebih, sehingga hampir terjadi perperangan antar suku. Karena masing-masing suku mengaku kalau suku mereka yang paling berhak untuk menempelkan Hajar Aswad si batu mulia dari surga tersebut.

Maka Abu Umayyah Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumi salah seorang pemimpin Makkah pada waktu itu membuat keputusan, “Yang paling berhak menempelkan Hajar Aswad tersebut adalah orang yang pertama yang masuk pintu Masjid Al-Haram, maka kalian harus Ridha dengan dia”. Maka seluruh masyarakat dan pemimpin suku bersepakat.

Allah Swt berkehendak ternyata yang masuk halaman Masjid Al-Haram pertama kali adalah Muhammad muda. Maka pagi hari itu masyarkaat Makkah bergembira, “Muhammad orangnya baik, Muhamamd orang yang terpercaya, kami ridha , kami ridha” sorak gembira masyarakat Makkah pagi itu. Ditunjuknya Muhamamd muda tentunya beliau pribadi memiliki tujuan untuk kembali mempersatukan kembali suku-suku Arab yang selama ini terpecah.

Dengan sifat fatanah yang dimilikinya, Muhammad muda membentangkan Rida’ / kain yang dipakainya, kemudian Muhammd muda memerintahkan agar masing-masing kepala suku memegang sudut-sudut sorbannya, untuk diangkat bersama-sama. Saat itulah masing-masing suku merasa memiliki keadilan yang sama terhadap kemulian batu mulia Hajar Aswad, tanpa ada yang direndahkan antar mereka berkat solusi yang diberikan dari kecerdasan seorang Muhammad muda.

Setelah kejadian itulah, kedamaian dan ketentraman bisa kembali dirasakan oleh penduduk Makkah berkat ide brilian dari kecerdasan Nabi Muhammad muda.

*

Pertama, Masjid yang tampak megah atapnya gonjong menjulang tinggi di empat sudut, menggambarkan sorban yang sedang mengangkat beban batu mulia Hajar Aswad yang siap diangkat ke dinding Ka’bah. Menunjukkan bahwasanya visi kehidupan Nabi Muhammad Saw, adalah ingin menebarkan kebaikan, menjunjung tinggi nilai persatuan melawan perpecahan, menjadi Rahmat bagi seluruh alam.

Kedua, mengapa masyarakat Makkah dengan cepat menerima hasil keputusan, tanpa ada yang komplain bahwasanya Muhammad muda yang berhak meletakkan Hajar Aswad?. Ini semua tak lepas dari sosok Muhammad muda, sudah membangun karakter baik itu dari kecil, orangnya aktif menebar manfaat kepada orang lain, mengajak persatuan, menjalin silatrahmi, amanah terhadap kepercayaan orang lain, menepati janji dan tentunya banyak lagi akhlak-akhlak kebaikan yang beliau berikan dan dirasakan oleh masyarakat Makkah.

Artinya, untuk teman-teman pemdua kalau ingin menjadi orang besar dan tokoh yang berpengaruh di negri ini nantinya, bangunlah karket kebaikan sejak dini, agar dari kebaikan itu nantinya orang-orang akan mampu mendukung visi kebaikan yang kita bawa, karen bagi mereka meyakini sekali kita ini adalah orang baik. (*)