Oleh: Irsyad Syafar
Salah satu watak buruk manusia adalah ketika ia sudah berkecukupan harta, punya jabatan dan kekuasaan, maka ia akan berubah menjadi jahat, angkuh dan pongah. Dan setelah itu ia akan melakukan tindakan melampaui batas. Baik dalam perbuatan maupun dalam perkataan. Allah Swt berfirman:
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى (7)
Artinya: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS Al Alaq: 6-7).
Lihatlah Firaun yang merasa diri sebagai penguasa yang kuat. Semua orang dianggapnya sebagai bawahan dan budaknya. Lalu kekuatan dan kekuasaannya itu membuatnya mengklaim diri sebagai tuhan. Allah Swt mengabarkan kepongahan Fir’aun tersebut:
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ
(Seraya) berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (QS An Nazi’at: 24).
Lihat juga kepongahan raja Namrut. Ketika Nabi Ibrahim as. mendakwahinya untuk beriman kepada Allah yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, ia pun menolak dengan angkuh. Ia mengklaim diri sebagai tuhan yang juga mampu menghidupkan dan mematikan. Tapi saat ditantang oleh Nabi Ibrahim untuk menerbitkan matahari dari Barat karena Allah menerbitkannya dari Timur, ia pun bungkam tak mampu membalas. Allah Swt berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ.
Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al Baqarah: 258).
Begitulah watak buruk dan sifat tercela manusia ketika sudah merasa hebat, berjabatan tinggi dan sangat berkuasa. Saat itu ia akan berani melecehkan Allah Yang Maha Kuasa. Dikiranya kekuasaan dan kehebatannya abadi? Padahal Allah telah mengancamnya melalui firman:
{إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى}
Artinya: “Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu). (QS Al-‘Alaq)
Yakni hanya kepada Allah-lah kamu kembali dan berpulang, lalu Dia akan mengadakan perhitungan terhadapmu secara keras, detail dan tajam. Itu hartamu dari manakah kamu hasilkan dan ke manakah kamu belanjakan? Jabatan dan pangkatmu bagaimana kamu dapatkan dan untuk apa kamu gunakan?
Kepongahan itu hanya akan mendatangkan kehancuran dan kecelakaan. Baik bagi yang berbuat, maupun bagi orang-orang yang yang mendukung dan memuja-mujanya.
Sebab, kepongahan biasanya takkan muncul, kecuali karena ada tukang “angkat telor” terus menuhankan “atasan” atau “tuannya”. Begitulah dulu para “dayang-dayang” pemuji Fir’aun. Disusupinya bisikan pujian bahwa Fir’aunlah Bapak pembangunan Mesir, dan Musa adalah seorang pemberontak yang hanya akan menimbulkan kerusakan di muka bumi. Lalu kemudian Fir’aun menjadi pongah dan melakukan pembantaian. Allah Swt berfirman:
وَقَالَ ٱلۡمَلَأُ مِن قَوۡمِ فِرۡعَوۡنَ أَتَذَرُ مُوسَىٰ وَقَوۡمَهُۥ لِيُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَيَذَرَكَ وَءَالِهَتَكَۚ قَالَ سَنُقَتِّلُ أَبۡنَآءَهُمۡ وَنَسۡتَحۡيِۦ نِسَآءَهُمۡ وَإِنَّا فَوۡقَهُمۡ قَٰهِرُونَ.
Artinya: “Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” Fir’aun menjawab: “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka”. (QS Al A’raf: 127).
Namun kemudian, Fir’aun dan pengikutnya (bala tentaranya) berakhir dengan nasib yang tragis. Semua tewas celaka tenggelam di laut merah. Akibat dari kepongahan mereka dan tindakan mereka yang sudah melampaui batas (zhalim). Allah Swt berfirman:
كَدَأْبِ ءَالِ فِرْعَوْنَ ۙ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۚ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمْ فَأَهْلَكْنَٰهُم بِذُنُوبِهِمْ وَأَغْرَقْنَآ ءَالَ فِرْعَوْنَ ۚ وَكُلٌّ كَانُوا۟ ظَٰلِمِينَ.
Artinya: (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya maka Kami membinasakan mereka disebabkan dosa-dosanya dan Kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; dan kesemuanya adalah orang-orang yang zalim.” (QS Al Anfal: 54).
Orang-orang yang beriman tidak akan terkena watak buruk ini. Sebab mereka rutin meletakkan kepalanya di tanah, merendah kepada Allah. Ketika bagian termulia dari tubuh manusia (yaitu kepala) menjadi yang terendah menyentuh tanah di hadapan Allah (ketika sujud), dan dilakukan terus berulang-ulang dengan penuh kesadaran akan keMahakuasaan Allah, niscaya keangkuhan dan kepongahan itu akan hilang. Wallahu A’laa wa A’lam.