Oleh: Ustadz H. Irsyad Syafar, Lc., M.Ed.
Suatu hari Rasulullah Saw memberi taushiyah kepada para sahabatnya: “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu!” Para sahabat menjawab, “Sesungguhnya kami sudah malu, alhamdulillah.”
Lantas Rasulullah Saw membalas, “Bukan begitu maksudnya. Sesungguhnya malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu adalah dengan cara engkau jaga kepala dan apa yang ada di dalamnya, dan engkau jaga perut dan apa yang dikandungnya, dan engkau senantiasa mengingat kematian dan siksa Allah.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Taushiyah Rasulullah Saw ini mengajarkan kepada kita 3 cara malu yang benar kepada Allah. Yang pertama yaitu menjaga kepala dan segala isinya dari hal-hal yang dimurkai Allah. Di dalam kepala kita terletak pikiran, khayalan dan juga angan-angan. Maka itu semua harus semaksimal mungkin kita jaga agar tidak memikirkan, mengkhayalkan dan mengangankan sesuatu yang berupa dosa dan maksiat.
Di kepala kita juga terdapat mata, telinga dan mulut. Ketiga alat indera kita ini juga harus kita jaga agar terhindar dari perbuatan tercela. Mata menahan pandangan dari yang haram, telinga menahan pendengaran dari yang haram dan mulut bersama lidah ditahan dari ucapan dan memakan yang haram.
Cara kedua dalam merealisasikan malu kepada Allah yang benar adalah menjaga perut (badan) dan segala isinya dari hal-hal yang dimurkai Allah. Maka di dalam badan kita terdapat hati. Disanalah tempatnya niat dan rencana. Hati betul-betul harus dijaga agar senantiasa berniat kebaikan dan selalu ikhlas kepada Allah. Niat yang buruk atau hati yang tidak ikhlas bisa menjadi penyebab utama kesengsaraan seorang hamba di akhirat kelak.
Ada tiga kelompok manusia yang punya amalan-amalan besar ternyata mereka justru yang pertama nanti dimasukkan ke dalam neraka. Yaitu orang yang mati di medan jihad, orang yang mahir dan jago membaca Al Quran serta orang yang banyak berinfaq alias dermawan. Ternyata 3 golongan ini bermasalah dalam niat. Amalannya bukan karena Allah. Melainkan karena motivasi dunia yang diinginkannya.
Di samping itu, perut adalah tempat makanan dan minuman yang kita kosumsi sehari-hari. Sikap malu kita kepada Allah adalah dengan menjaganya dari yang diharamkaNya. Baik yang haram karena zatnya, atau karena cara memperolehnya yang tidak benar.
Adapun bentuk ketiga dari malu yang benar kepada Allah adalah dengan senantiasa mengingat mati dan pedihnya adzab Allah di akhirat. Sebab, semua makhluk yang bernyawa akan kesana nasibnya dan pasti melewatinya. Kematian akan datang dalam berbagai situasi dan kondisi, tanpa dapat kita memprediksinya.
Maka selama kita sering mengingat kematian, kita akan tertahan dari berbuat dosa. Dan selama kita selalu ingat akan pedihnya adzab Allah maka kita tidak akan berani menyelisihi perintahNya. Disamping itu, kita juga akan terdorong untuk terus menambah bekal untuk menghadapinya dengan memperbanyak amal shaleh.
Itulah aplikasi malu kepada Allah yang sebenar-benarnya malu. Bila kita belum maksimal melaksanakannya berarti kita belumlah betul-betul malu kepada Allah Swt. Dan kalau kita belum tahu 3 cara ini, khawatirnya kita termasuk hamba yang tidak tahu malu. Wallahu A’laa wa A’lam.