Literasi Kritis Anak Indonesia

Oleh Wirdanengsih
( Dosen UNP dan penulis buku)

Indonesia saat ini memilik peringkat yang tergolong rendah dalam aspek sistem Pendidikan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Pendidikan di Indonesia masih rendah dibanding negara lainnya. Diantaranya pengaruhnya rendah tingkat literasi atau minat baca pada siswa dan mahasiswa  serta kemampuan dalam berpikir kritis yang lebih di kenal dengan critical thinking.

Membaca adalah jendela dunia, gudang ilmu, rajin membaca akan semakin banyak tahu dan bisa. Memiliki pengetahuan yang luas secara tidak langsung membantu diri kita untuk bisa melakukan banyak hal.  Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat membaca ini diantaranya tidak terbiasa membaca pada usia dini, fasilitas pendidikan yang masih minim serta kurang produksi buku.

Rendahnya tingkat membaca masyarakat Indonesia dalam sistim pendidikan di Indonesia ini membuat Indonesia mengalami ketertinggalan  dari negara Singapura maupun Malaysia dalam hal literasi membaca.

Dalam riset yang bertajuk  Word’s literate  Nation Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticu State University tahun 2016 lalu. Indonesia berada dalam peringkat ke 60 dari 61 negara dengan tingkat literasi rendah dan Finlandia menduduki perangkat pertama untuk tingkat literasinya. Data statistik UNESCO  juga menunjukan  minat baca masyarakat Indonesia  hanya 0,001% yang ini berarti dari 1000 orang Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca.

Hasil Indonesia National Assesment Program yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terungkap bahwa  rata-rata distribusi  literasi dalam hal ini membaca oleh pelajar Indonesia adalah 46,83 % berada dalam katagori kurang  sedangkan katagori baik 6,06 % dan katagori cukup 47,11% ( Kemendikbud 2017) Data tersebut harus menjadi refleksi dan evaluasi semua pihak baik yang terkait dengan pendidikan untuk memikirkan bagaimana perbaikan ke depan dan dilakukan peningkatan kemampuan membaca. Langkah ini menjadi penting  mengingat membaca memiliki posisi dan peran strategis dalam konteks kehidupan umat manusia, apalagi di era informasi dan komunikasi yang maju saat ini. Membaca adalah  jembatan  oleh siapa saja yang memiliki keinginan untuk maju dan sukses. Kemahiran membaca merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kesuksesan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh kementerian Pendidikan dan kebudayaan 2020, ditemukan yang menjadi faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat membaca anak Indonesia diantaranya:

  1. Salah  persepsi orang tua  maupun guru  atas kemampuan membaca tersebut. Orang tua, guru dan  masyarakat beranggpan  bahwa pengajaran membaca telah berakhir di sekolah dasar, padahal pembelajaran membaca harus ditingkatkan sampai ke jenjang yang lebih tinggi.  Membaca tak sekedar mengeja teks yang ada namun memahami isi bacaan serta menganalisis isi bacaan secara baik.
  2. Ada asumsi bahwa pengembangan kemampuan membaca itu hanya bagian dari tanggung jawab mata pelajaran bahasa saja walaupun kita tahu bahwa membaca memang kompetensi utama dalam mata pelajaran bahasa akibat guru tidak perlu mengembangkan kemampuan membaca yang paham pada mata pelajaran lainnya. Hakikatnya semua mata pelajaran, seorang siswa harus mampu membaca materi-materi yang dijadikan dasar pelajaran. Misal guru matematika membangun kemampuan membaca grafik, tabel dan diagram. Mata pelajaran geografi, kemampuan memebaca peta, kemudian ilmu pengetahuan sosial dikembangkan kemampuan situasi sosial dan sebagainya.
  3. Proses pembelajaran di sekolah dasar belum mengorientasikan pada membaca paham, metode yang dikembangkan lebih cara kegiatan membaca bacaan dan menjawab soal bacaan, bagusnya proses pengajaran itu  mengunakan metode, model dan strategi yang mengarah kepada kemampuan membaca paham.
  4. Bahan dan kegiatan pembelajaran serta evaluasi  yang ada pada bahan ajar lebih cenderung berkutat pada keterampilan berpikir rendah (low order thingking).

Jadi, dapat dikatakan juga bahwa permasalahan yang ada pada dunia Pendidikan terkait dengan pembelajaran literasi  adalah rendahnya tingkat kemampuan berpikir kritis siswa  pada pembelajaran kegiatan literasi yang ada di sekolah termasuk perguruan tinggi.

Proses pembelajaran dalam kegiatan sehari hari di sekolah menjadi kata kunci dalam mengembangkan  minat, bakat dan potensi pada siswa/mahasiswa serta menumbuhkan kemampuan literasinya.  Seorang guru memiliki pengaruh yang besar  dalam proses pendidikan.

Kemampuan literasi kritis  merupakan sebuah kemampuan  yang mampu  menganalisis dan mengekspresikan  suatu ide yang dimiliki. Rendahnya kemampuan literasi kritis ini terbukti  dengan adanya masyarakat mempercayai informasi hoax atau palsu dalam mengecek kebenaran suatu informasi dan pemberitaan.

Terbatasnya sarana dan prasarana membaca seperti ketersediaan perpustakaan dengan dunia digitalnya dan tidak variasi nya buku dan bacaan yang ada  menjadi faktor penyebab rendahnya budaya literasi, kebanyakan sekolah mengandalkan buku paket  untuk kegiatan proses belajar mengajar. Maka  ketersediaan buku penunjang yang menarik  dan bermutu  menjadi  penting selain buku paket yang ada  sehingga memotivasi  siswa dan memperluas pengetahuan.

Situasi belajar yang  kondusif, memotivasi siswa agar mempelajari  buku di luar paket perlu dilakukan, kemudian menghindari pembelajaran yang hanya berpusat pada guru tapi bagaimana pembelajaran yang dioerintasikan pada kemampuan mencari pada media lainnya. dan lebih penting guru harus menjadi  model yang baik bagi siswa. Jika ingin anak memiliki tingkat literasi yang tinggi, gurupun harus memiliki tingkat literasi yang tinggi pula.

Terkait dengan faktor luar yang mempengaruhi tingkat literasi anak  seperti penggunaan teknologi informasi yang tidak efektif bagi pengembangan diri, keluarga yang belum membangun  kebiasaan literasi yang kuat, daya beli terhadap buku yang rendah mejadi catatan penting bagi kita untuk melakukan perubahan diri dan prilaku. Tekhnologi yang berkembang dijadikan alat penunjang kegiatan peningkatan literasi untuk itu cerdas dalam berteknologi menjadi kata kuncinya.

Keluarga perlu membangun kebiasaan membaca sejak dini, dan mengembangkan membaca secara kritis dan paham,tentu orang tua menjadi model utama dalam pembentukan cinta literasi ini dan tak kalah penting bagaimana trend dikembangkan bahwa buku  baik cetak maupun digital merupakan kebutuhan pokok juga sehingga beberapa uang yang dimiliki digunakan untuk membeli buku. Akhirnya kata mari menjadikan literasi cerdas menjadi branding kehidupan anak bangsa. (ref)

Tinggalkan komentar