Oleh: Ustadz H. Irsyad Syafar, Lc. M.Ed

Dahulu Bani Israil itu selalu dipimpin oleh Nabi. Setiap kali wafat seorang Nabi, maka akan diutus oleh Allah Nabi lain, menjadi pemimpin mereka.

Sepeninggal Nabi Musa, bani Israil hidup dalam ketertindasan. Dimana mereka berada dalam masa-masa yang kelam, teraniaya dan menjadi bulan-bulanan musuh-musuhnya. Malangnya lagi, musuh mereka telah mencuri Tabut milik mereka. Tabut itu di dalamnya Allah berikan perasaan tenang kepada mereka. Dan merupakan satu-satunya peninggalan dari keluarga Musa dan keluarga Harun As.

Dalam kondisi penderitaan dan kehinaan tersebut, timbullah keinginan mereka untuk merubah nasib dan keadaan. Para pembesar dan tokoh-tokoh bani Israil mendatangi Nabi mereka ketika itu. Mereka memohon agar dipilihkan seorang Raja bagi mereka sekaligus menjadi panglima perang untuk melawan musuh-musuh mereka. Mereka mengimpikan hadirnya kemenangan dan berakhir menjadi bangsa yang tertindas. Dan jalan satu-satunya adalah berjuang sampai titik darah penghabisan.

Sang Nabi ketika itu merespon permintaan mereka. Namun Beliau sangat paham betul watak bani Israil. Yaitu pengecut, dan malas berangkat ke medan perang, bertempur “fiisabilillah”. Allah SWT melukiskan dialog mereka dengan Nabi Allah:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا ۖ قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا…

Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak ikut berperang”. Mereka menjawab: “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?”. (QS Al Baqarah: 246).

Karena para pemuka bani Israil ini memberikan argumen yang kuat. Bahwa mereka akan semangat berperang kalau ada panglimanya, dan mereka sudah tidak tahan lagi terus-menerus tertindas, maka Nabi merekapun mengabulkan permintaan mereka. Sang Nabi pun berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk dan dipilihkan panglima sekaligus Raja yang tepat.

Permohonan mereka pun sangat cepat dikabulkan Allah. Sang Nabi mendapat wahyu bahwa yang dipilih Allah adalah Thalut. Seorang lelaki cerdas dan berbadan kuat lagi sehat. Hanya saja dia bukan dari kalangan bangsawan bani israil dan juga seorang yang miskin (tidak berharta).

Disinilah ujian pertama menimpa mereka sebelum berjuang. Mereka mempertanyakan pilihan Allah ini. Kenapa rakyat biasa ini yang menjadi raja dan panglima? Sementara dia seorang yang tak berpunya? Watak pembangkangan dan tidak percaya kepada Allah dan NabiNya, kembali muncul dari Bani Israil. Allah menggambarkan dalam firmanNya:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا ۚ قَالُوا أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ ۚ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ ۖ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ.

Artinya: “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut berkuasa atas kami, padahal kami lebih berhak berkuasa dari padanya? sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kalian. Dan Dia menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. Allah memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah: 247).

Nabi Allah sangat heran dengan penolakan ini. Padahal mereka dari awal tidak meminta raja dari kalangan bangsawan. Di sini Allah ingin mengajarkan kepada mereka kriteria Raja dan Panglima tertinggi yang sebenarnya. Yaitu haruslah seorang memiliki kelebihan ilmu untuk memimpin dan ketangguhan pisik untuk bekerja (berjuang) secara maksimal. Takkan mungkin suatu kaum akan berjaya dan menang bila pemimpinnya seorang yang tak berilmu atau bodoh, apalagi pisiknya lemah tak mungkin bertarung di jalan Allah.

Sang Nabi juga menjelaskan, bahwa Thalut ini tidak saja unggul dalam ilmu dan pisik dari mereka. Lebih dari itu semua, dia adalah seorang pilihan Allah. Artinya dia seseorang yang memenuhi kriteria “diredhai” oleh Allah. Dan Allah berkuasa memberikan kerajaan kepada hamba yang dikehendakiNya.

Namun, sayangnya Bani Israil kehilangan modal utama untuk menerima pilihan Allah tersebut, yaitu Iman kepada Allah dan keputusanNya. Kerancuan pemahaman, hawa nafsu cinta dunia dan bercampur dengan watak pembangkangan, telah membuat mereka menjadi kaum yang tersesat.

Kaum dengan watak yang buruk seperti ini memang selalu butuh mukjizat untuk menaklukkannya. Agar hati mereka menjadi yakin, dan kepercayaan (tsiqah) kepada pemimpin itu muncul. Sang Nabi mengabarkan bahwa ada tanda-tanda Thalut ini akan menjadi raja. Tanda tersebut adalah dengan kembalinya Tabut dari musuh mereka tanpa perang, dibawa oleh Malaikat. Allah berfirman:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَىٰ وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ.

Artinya: “Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda dia akan menjadi raja, adalah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS Al Baqarah: 248).

Setelah mukjizat ini terbukti dan tabut mereka sudah kembali dibawa oleh malaikat, tanpa mereka ikut susah berperang, merekapun mengakui Thalut sebagai raja bani Israil sekaligus panglima perang. Thalut pun memerintahkan mereka bersiap untuk berperang. Namun, lagi-lagi watak Bani Israil, banyak yang berpaling dari peperangan. Allah katakan:

فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ.

Artinya: “Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim.” (QS Al Baqarah: 246).

Thalut pun berangkat dengan bani Israil yang bersedia untuk berperang. Di tengah perjalanan, Thalut sang pemimpin memberikan pesan (perintah), bahwa Allah akan menguji mereka dengan sebuah sungai. “(Nanti) Ketika melewati sungai itu, jangan ada yang meminum airnya. Barang siapa meminumnya, berarti ia bukan seorang prajurit yang patuh dan ia bukan dari golonganku. Dan barang siapa taat atas perintah Allah, maka ia akan tetap bersamaku.” Thalut hanya mengizinkan minum seteguk saja yang diambil dari tangan. Sekedar menghilangkan rasa haus dan membahasi bibir yang kering.

Tetapi, watak pembangkang dan nyinyir mereka kepada pemimpin kembali muncul. Ketika mereka sampai ke tepi sungai yang dimaksud, kebanyakan dari mereka melanggar perintah Thalut. Kecuali sedikit saja yang tetap setia dan patuh. Akibatnya Thalut mengeluarkan semua yang membangkang dari pasukannya. Beliau hanya membawa pasukan yang sedikit yang tersisa, yang setia dan patuh kepada perintah dan arahannya.

Ketika sudah berada di medan perang dan dua pasukan sudah berhadap-hadapan, pasukan Thalut yang jumlahnya sedikit, merasa takut, gentar dan ngeri melihat pasukan musuh yang banyak dan kuat, yang dipimpin oleh Jalut (Goliat). Sebagian kecil saja yang masih yakin bisa berperang dan meraih kemenangan. Allah berfirman:

فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ ۚ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ.

Artinya: “Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya”. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah: 249).

Thalut dan pasukannya berperang melawan bala tentara Jalut dengan penuh kesabaran dan gagah berani. Mereka berdoa kepada Allah:

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Artinya: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS Al Baqarah: 250).

Di dalam barisan pasukan Thalut yang sedikit dan sabar tersebut, terdapat seorang pemuda yang gagah berani. Dialah Daud yang kemudian berhasil membunuh Jalut yang sangat kuat. Dan akhirnya pasukan Thalut berhasil meraih kemenangan. Sepeninggal Thalut, Daud dipilih menjadi Raja Bani Israil, dan juga diangkat oleh Allah sebagai Nabi.

فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ…

Artinya: “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.” (QS Al Baqarah: 251).

Demikianlah, Bani Israil dibawah kepemimpinan Panglima Thalut dan peran serta Nabi Daud, mereka meraih kemenangan dari musuh mereka. Walaupun kemenangan itu agak sedikit tercoreng karena adanya orang-orang yang mudur dari peperangan, tidak patuh dan loyal kepada panglimanya. Kisah ini Allah abadikan dalam Surat Al Baqarah ayat 246 – 252.

*Pelajaran*

1. Perubahan nasib suatu kaum bisa diperoleh bila kaum tersebut mau berubah dan siap untuk berjuang serta berkorban karena Allah.
2. Syarat utama kepemimpinan suatu kaum/bangsa adalah keunggulan ilmu pengetahuan dan kekuatan pisik. Kepemimpinan tidak diwariskan karena kekerabatan, bukan karena kebangsawanan ataupun hartawan.
3. Dalam suasana genting perjuangan, umat Islam harus sabar, solid, disiplin, patuh kepada panglima/pemimpin perjuangan, atau kalau tidak, akan mengalami kekalahan.
4. Thalut melarang pasukannya meminum air sungai, padahal minum air sungai hukum asalnya boleh. Akan tetapi itu sebuah pembelajaran, bahwa pemimpin boleh menguji dan melatih kepatuhan pengikutnya.
5. Butuh kekuatan iman dalam menyambut perintah-perintah Allah. Sebagaimana juga butuh keimanan untuk meraih kemenangan, walaupun minoritas.

Wallahu A’laa wa A’lam.