Oleh: Irsyad Syafar

Nabi kita yang mulia adalah seorang Rasul yang diutus oleh Allah untuk berdakwah kepada kaumnya dan berjuang untuk menegakkan agamaNya. Dalam dakwah dan perjuangannya itu pastilah Beliau memiliki mobilitas yang tinggi. Bahkan 10 tahun di periode Madinah, nyaris tiap bulan ada peperangan (besar atau kecil) dan manuver dakwah yang Beliau ikuti. Mulai dari sekitar Madinah sampai ke jarak tempuh 400-500 km ke utara atau selatan Madinah.

Dengan gerak dakwah dan mobilitas Beliau yang begitu padat dan medan yang cukup berat, ternyata Beliau juga didukung (memiliki) kendaraan yang kuat dan tangguh. Baik yang dari jenis unta, kuda maupun keledai. Semuanya dari jenis yang terpilih.
Rasulullah Saw memiliki beberapa ekor unta. Unta-unta tersebut diantaranya bernama Al ‘Adhba’, Al Jad’a’, dan yang paling terkenal adalah Al Qashwa’. Semuanya adalah unta pilihan yang ditunggangi dalam perjalanan jauh. Al Qashwa’ unta yang sangat cepat larinya tak terkalahkan. Menurut Ibnul Qayyim, sebagian ulama berpendapat 3 nama unta itu adalah nama untuk 1 ekor unta.
Adapun kuda Beliau, sebagian menyebutkan berjumlah sampai 6 atau bahkan 7 ekor. Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa As Sakb adalah kuda pertama Rasulullah yang dibawa dalam peperangan. Selain As Sakb, ada juga kuda lain yang bernama Sabhah. Ada kuda Beliau yang bernama Al Murtajiz yang dibeli dari seorang Arab Badui dengan saksi langsung Khuzaimah bin Tsabit.
Sahal bin Sa’ad As Saa’idi menyebutkan Rasulullah Saw memiliki tiga ekor kuda lagi selain itu. Ada yang bernama Lazaz, Zharib, dan Lakhif. Ada yang menyebut Lahif dengan huruf ha’ tanpa titik. Ada pula pendapat yang menyebutkan Nahif sebagai kuda Rasulullah yang keenam. Untuk kuda ketujuhnya bernama Al Warad yang dihadiahkan Tamim Ad Dari.
Rasulullah Saw juga seorang penunggang kuda yang

hebat.

Dalam shahih Bukhari diceritakan bahwa pernah suatu malam terjadi suara menggelegar yang sangat keras di kota Madinah. Penduduk Madinah merasa ketakutan. Beberapa sahabat memacu kuda-kuda mereka untuk mencari sumber suara. Akan tetapi segera saja muncul seorang penunggang kuda dari arah kegelapan. Lalu ia menyatakan bahwa situasi sudah aman dan kembalilah ke rumah. Penunggang kuda tersebut tidak lain adalah Rasulullah Saw. Beliau menunggangi kuda milik Abu Thalhah yang larinya sangat cepat.

Disamping itu, Rasulullah Saw juga mempunyai tunggangan keledai (bighal). Ini juga dari jenis pilihan. Salah satunya adalah bighal yang bernama duldul. Bighal ini merupakan hadiah dari Muqauqis Raja Meair. Beliau menungganginya dalam perang Hunain. Sebuah perang yang cukup berat, namun berakhir dengan kemenangan. Keledai lain milik Beliau adalah seekor keledai bernama ‘Ufair. Ada riwayat lain yang menyebutnya Ghufair. Dan ada juga keledai hadiah dari An Najaasyi, keledai hadiah dari Amru Al Juzami dan lain-lain.
Itulah diantara kendaraan-kendaraan Rasulullah Saw yang tangguh yang dibawa dan digunakan untuk berdakwah dan berjuang. Walaupun kita tahu bahwa kehidupan Beliau sehari-hari sangat sederhana, rumahnya juga sederhana dan nyaris tanpa perabot. Bahkan pernah dua kali bulan purnama dapurnya tidak berasap, namun yang namanya kendaraan selalu ada dan Beliau memakai kendaraan pilihan yang tangguh untuk bekerja (berjuang).
Bagi para ulama dan da’i zaman sekarang, yang meneruskan perjuangan dan dakwah Rasulullah Saw, tentu juga membutuhkan kendaraan yang kuat dan tangguh. Bila medan dakwah yang dihadapi berat dan jarak tempuh yang juga lumayan jauh, maka kendaraan pilihan merupakan kebutuhan mendesak dan utama. Tentu semua itu bukan karena ingin bermewah-mewah atau hendak menyombongkan diri. Akan tetapi demi mendukung kerja-kerja dakwahnya di tengah masyarakat.
Akan menjadi aneh dan lucu kalau sebagian umat senangnya ulama itu sederhana, naik kendaraan butut, atau naik bus umum. Lalu kemudian mereka sendiri bermewah-mewah dengan kendaraannya. Yang terlarang itu kalau kendaraan tersebut berasal dari harta yang haram. Tapi kalau bersumber dari harta yang halal, usahanya sendiri, atau ada kaum muslimin yang menfasilitasinya, maka itu suatu yang boleh dan terpuji. Rasulullah Saw memiliki kendaraan-kendaraan pilihan tersebut, ada yang Beliau beli sendiri, dan ada juga yang merupakan hadiah dari orang lain. Dan itu, sedikitpun tidak mengurangi kemuliaan Beliau.
Wallahu A’laa wa A’lam.
foto:kompas.com