Oleh: Irsyad Syafar
Dalam kitab “Futuh Mishr wa Akhbaaruha” (Penaklukan Mesir dan berita-beritanya), Abul Qasim Abdurrahman bin Abdillah bin Abdil Hakam meriwayatkan kisah antara Umar bin Khattab dengan anak Amru bin ‘Ash dan ayahnya. Ketika itu Amru bin ‘Ash sedang menjabat sebagai Gubernur Mesir.
Datanglah menghadap Khalifah Umar bin Khattab di Madinah, seorang lelaki dari Mesir yang melaporkan perbuatan anak Gubernur Mesir yang telah menganiaya anak kandungnya.
Anak Amru bin ‘Ash ini mengikuti sebuah pertandingan (pacu kuda) dengan anak orang Mesir. Rupanya anak Amru bin ‘Ash mengalami kekalahan. Lalu ia memukul (mencambuk) anak Mesir sambil merendahkannya secara verbal.
Perbuatan aniaya inilah yang dilaporkan oleh orang Mesir tersebut kepada Umar. Ia meminta keadilan dan hukuman yang setimpal terhadap anak Amru bin ‘Ash. Maka ketika itu Umar memanggil Amru dan sekaligus anaknya ke Madinah. Lalu, anak orang Mesir diperintahkan mencambuk anak Amru bin ‘Ash di hadapan ayahnya, sebagaimana ia mencambuknya.
Setelah eksekusi “qishash” itu, Umar menegur Amru bin Ash dengan teguran yang keras: “Sejak kapan engkau memperbudak manusia, padahal ia terlahir dari ibunya dalam keadaan merdeka!” Kenapa Umar menegur ayah si anak? Karena sikap arogan si anak timbul lantaran kekuasaan ayahnya.
Begitulah seharusnya, siapapun pejabat, tidak boleh arogan kepada rakyatnya. Apalagi anak-anak dan keluarganya, lebih tidak boleh lagi. Jangan mentang-mentang ayah atau ibunya berkuasa, maka anak-anak dan keluarganya juga menjadi berkuasa, lalu bebas memperlakukan orang lain seenaknya.
Umar bin Khattab telah mengajarkan kepada kita, bagaimana seorang penguasa itu harus bersikap adil dan memberikan kedudukan yang sama bagi rakyatnya dihadapan hukum dan peraturan. Pejabat boleh diberi penghormatan, tapi bukan bebas berbuat apa saja.
Wallahu A’laa wa A’lam.