Seseorang yang berpenghasilan 2 juta setiap bulan, habis digunakan untuk keperluan hidup nya. Ketika gaji nya meningkat 5 juta perbulan, juga habis untuk kebutuhan rutin nya, bahkan ketika gaji nya sekarang 20 juta/bulan, habis di belanjakan untuk keluarga nya.
Kok bisa begit?
Kok ngak pernah berlebih?
Ternyata ketika naik pendapatan seseorang, naik pula keinginan nya, meningkat pula kebutuhannya. Ketika gaji nya bertambah, daftar kebutuhan nya juga bertambah. Akibatnya, sulit menetapkan dengan pasti, kapan sebenarnya, pendapatan orang itu benar-benar berlebih.
Lalu?
Jika sedekah kita kaitkan dengan “kelebihan”, kalau infaq dan berderma, kita keluarkan saat kebutuhan sudah tercukupi? sampai kapan begitu? Lalu kapan sedekahnya?
Sebenarnya, kita bukan nggak punya uang untuk sedekah, kita bukan tidak punya dana untuk berbagi dan peduli, masalah nya adalah kita tidak menjadikan sedekah dan berbagi sebagai daftar prioritas pengeluaran, sebagai salah satu anggaran pengeluaran utama. Kita menjadikan sedekah sebagai anggaran tambahan, yang jika semua kebutuhan sudah terpenuhi atau saat uang sudah berlebih, kita baru mengeluarkannya.
Yuk mulai sekarang rancang ulang daftar pengeluaran kita. Jadikan sedekah sebagai program unggulan kita, budaya baru kita. Sebagaimana kita menjadikan biaya hidup, listrik, air, dan uang sekolah sebagai biaya wajib, jadikan juga sedekah sebagai program unggulan, dengan anggaran khusus. Masalah jumlah nya berapa? terserah, masalah besaran nya?, Itu relatif, yang penting, sedekah dulu baru yang lain.
Kalau ini sudah rutin, terbiasa dan membudaya, insya Allah, kita akan menyadari ternyata sedekah itu, bisa, mudah dan berkah.