Dalam kehidupan sehari-hari dengan sibuk nya menjalani aktifitas,terkadang timbul perasaan gelisah, kacau, dan perasaan putus asa. “kok gak fokus ya hari ini?” , “apes banget ya hari ini, semuanya terasa kacau”. Berbagai rasa ungkapan frustasi bermunculan , dan setelah itu kita mulai menyalahkan keadaan.
Padahal tahukah Anda bahwa gejala-gejala perasaan seperti ini merupakan tanda bahwa kamu sedang jauh dari Allah SWT. Mari kita ambil contoh perumpamaan seperti efek dari belum makan. Kamu akan merasakan lemes, mata kunang-kunang, gemeter, bahkan sakit perut. Itu semua di akibatkan tidak adanya energi masuk kedalam tubuh, dan efek ini langsung bisa terasa.
Sayangnya kadang kita kurang peka dengan kondisi spiritual, tidak menyadari menuruunnya semangat beribadah dan dan jauh dari Allah ‘Azza wajalla. Justru malah mencari pengalihan lain dan menyalahkan keadaan atas perasaan yang hadir. Memang efek lupa ibadah dan jauh dari Allah itu gak langsung berasa seperti perasaan lapar.
Ketika kita terkena hujan dan panas pada saat aktifitas diluar, dan menyadari hal itu, lalu kita meminum segala macam vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh agar selalu kuat. Dan dengan vitamin tersebut kita dengan percaya dirinya bahwa diri kita akan baik-baik saja. Namun ketika tetap jatuh sakit, kebanyakan menyalahkan vitaminnya yang tidak bekerja baik, cuaca yang terlalu ekstrim, atau kurang istirahat dan segala keadaan yang lainnya.
Sama seperti pada saat kita lupa ibadah namun keadaan baik-baik saja, karir lancar, rezeki aman, sehat terus kita merasa semua akan baik- baik saja, seolah memang kita ‘pengendalinya’. Dan ketika ada sesuatu hal buruk yang terjadi, kadang kita langsung mengoreksi keadaan. “Sepertinya ini yang salah, kurang ini..” sebagai kalimat penuduh keadaaan. Manusia kadang lupa bagaimana ibadah kepada-Nya? Memang benar ya.. lupa ibadah itu efeknya kurang berasa.
Jadi, jika kita merasakan ada ketidak nyamanan, bisa jadi itu adalah ‘sinyal’ dari Allah agar kita segera mengingat-Nya. Bisa saja ada suatu ‘dosa’ yang tak kita sadari telah terjadi.
Kegagalan merupakan salah satu cara Allah ‘Azza wajalla menegur seorang hamba, mengingatkan kewajibannya sebagai manusia. Dari kegagalan Allah mengajarkan tentang tawakal. Disini kita belajar juga bagaimana kasih sayang nya Allah ‘Azza wajalla dalam mencintai umatnya agar tidak terlalu larut dengan dunia.
Evaluasi diri sangat erat kaitannya dengan tujuan yaang akan dicapai. Contoh seperti ingin turun berat badan 10kg dalam waktu 7 hari. Hari kedua turun 2kg namun dihari ke empat naik 2kg dari pada sebelumnya. Maka perlu segera mengevaluasi diri, makanan atau kegiatan olahraga yang mana tujuannya jelas untuk menurunkan berat badan.
Pertanyaannya, “apakah ada tujuan ingin jadi lebih baik daripada sebelumnya?”
Maka kita perlu menjadi manusia yang peka dalam kesehariannya, yang tahu batas kemampuan diri, yang memahami apa tugasnya diatas dunia, apa visi misinya, mana yang bisa membuat kita berkembang namun tak jauh dari Tuhan.
Ada 2 perenungan yang bisa kita lihat dalam mengevaluasi ini. Yang pertama, pastikan jalan hidupmu sudah sesuai dengan tujuan yang dibuat. Dan yang kedua, waspadai kesalahan-kesalahan yang biasa anda lakukan, hingga membuat kamu nyaman dengannya lalu tidak lagi peka dengan kehendak fitrahnya.
- Nilai Waktu
Dalam satu hari kita memiliki jumlah waktu 24 jam. Dari 24 jam tersebut, adakah anda menyisihkan beberapa menit saja untuk mengevaluasi diri apa yang sudah dilakukan? Apa yang yang harus ditingkatkan, mana yang belum tercapai dan dosa apa aja yang udah kita kerjakan, ibadah yang sudah kita laksanakan, amal yang udah kita buat, tingkat kekhusyukkan?
Jika tidak bisa beberapa menit dalam sehari, bagaiaman jika seminggu sekali, kalau anda terlalu sibuk bagaiamana dengan sebulan sekali, atau apa harus menunggu setiap bulan Ramadhan agar bisa mengevaluasi diri?
‘Masih ada hari esok, Allah maha baik, pastilah dosa-dosa kecil seperti ini akan diampuni oleh-Nya.’ Atau, ‘Sekarang masih muda, masih banyak waktu lain untuk mengevaluasi bagaimana beribadah, mencari pengalaman lebih penting..’ Atau ribuan alasan ‘ngeles’ mungkin akan dijadikan alasan pembenaran untuk menunda-nunda waktu untuk kembali.
Memang manusia selalu melindungi diri nya dengan kata-kata menikmati hari dan pengalaman hidup agar lebih baik kedepan. Membuat hati menjadi mati dalam merasakan kepekaan jauh dari Allah dengan lemahnya ibadah. Sehingga perasaaan tidak nyaman seperti gelisah, putus asa, dan hilang harapan, hari yang kacau, itu semua hanya perasaan yang penyebabnya adalah keadaan.
Perasaan-perasaan itu adalah gejala bahwa hati telah jauh dari Allah, sehingga muculnya rasa hampa dalam hidup. Memiliki kedamaian dan ketenangan yang abadi itu muaranya hanya kepada Allah saja.
Maka buruk atau baiknya kondisi ‘versi’ kita adalah atas kehendak Allah. Maka mari berbaik sangka kepada-Nya.
Mari berhati-hatilah dengan hati. Jaga kepekaannya dengan senantiasa mengevaluasi bagaimana hubungan hati kita dengan Nya. Karena hanya dengan senantiasa mengingat Allah, hati menjadi tenang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).
Wallahu a’lam..