Malam semakin larut dan dingin, tapi Sang Khalifah terus melangkah menyisiri gang-gang kota Madinah. Ini adalah aktifitas yang rutin beliau lakukan sepanjang malam, sejak resmi ditunjuk menjadi Amirul Mukminin.

Namun sejenak langkah sang Khalifah terhenti karena suara bisik-bisik seorang ibu dan anak gadisnya di dalam gubug kecil yang dilewatinya.

“Nak,” bisik ibunya seraya mendekat. “Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah.”

Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah itu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan hidup yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya.

“Tidak, bu!” katanya cepat.

“Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air.” Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.

“Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu,” gerutu ibunya kesal.

“Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?”

“Tapi, tidak akan ada yang tahu kita mencampur susu dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita,” kata ibunya tetap memaksa.

“Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!”

“Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apa pun kita menyembunyikannya, “tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang.

Khalifah Umar ra berlalu. Esoknya khalifah datang meminang anak gadis penjual susu yang jujur ini untuk dinikahkan dengan putranya, ‘Ashim. Dari pernihakan ini lahir anak dan cucu yang kemudian kelak menjadi seorang pemimpin besar Islam, yang berhasil membangkitkan kejayaan umat Islam. Dialah Umar bin Abdul Aziz. Seorang pemimpin besar yang terlahir dari kejujuran.