Oleh: Irsyad Syafar

1. Defenisi Zakat dan Kedudukannya dalam Islam

Secara bahasa, zakat mengandung arti ath-thaharah (suci) dan an-nama’ (berkembang) serta al-barakah (berkah). Sedangkan secara terminologi syari’at, zakat berarti beribadah kepada Allah SWT dengan mengeluarkan bagian harta tertentu yang wajib dikeluarkan untuk diserahkan kepada orang atau kelompok atau peruntukan tertentu.

Dinamakan ibadah ini dengan zakat sebagai pengharapan orang yang melakukannya akan mendapat kesucian diri, bertambahnya kebaikan dan keberkahan harta.

Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga setelah dua kalimat syahadat dan shalat. Di dalam Al-Quran zakat disandingkan dengan shalat dalam 82 ayat. Isyarat tentang zakat sudah ada dalam ayat-ayat makkiyah. Akan tetapi ibadah zakat baru diwajibkan pada priode Madinah.

Firman Allah SWT ini turunnya di Makkah, dan sudah mengandung perintah membayar zakat:

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ.

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al An’am: 141).

Maka kewajiban membayar zakat sudah ada secara mutlak dalam priode awal Islam di Makkah. Akan tetapi belum ditetapkan jenis harta yang terkena zakat dan belum ada kadar (ukuran) zakat yang harus dikeluarkan. Hanya diserahkan kepada perasaan dan hati kaum muslimin saat itu, untuk memberi dan berbagi kepada sesama muslim yang ada.

2. Hukum Zakat dalam Islam

Ibadah zakat diwajibkan dalam Islam berdasarkan Al Quran, As Sunnah dan ijma’ para ulama.

a. Dalil dari Al-Quran

Allah SWT berfirman:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ.

Artinya: “…dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat.” (QS Al-Muzammil: 20).

b. Dalil dari As-Sunnah

Rasulullah SAW bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Artinya: “Islam dibangun di atas lima (tonggak), syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, ibada haji, dan puasa Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah SAW mengutus Mu’adz ra, ke Yaman, Beliau berpesan:

إِنَّكَ سَتَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَىْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ– وَفِيْ رِوَايَةٍ – : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ – فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَـمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْـمَظْلُوْمِ ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ.

Artinya: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah -dalam riwayat lain disebutkan, “Sampai mereka mentauhidkan Allah.”- Jika mereka telah mentaatimu dalam hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mentaati hal itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah mentaati hal itu, maka jauhkanlah dirimu (jangan mengambil) dari harta terbaik mereka, dan lindungilah dirimu dari do’a orang yang teraniaya karena sesungguhnya tidak satu penghalang pun antara do’anya dan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).

c. Dalil dari Ijma’Ulama

Para ulama semua sepakat bahwa zakat dalam Islam hukumnya adalah wajib. Imam An-Nawawi mengatakan, “Mengeluarkan zakat adalah wajib dan merupakan rukun Islam berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Dalil-dalil al-Quran, as-Sunnah dan ijma’ umat dengan jelas menyatakan hal tersebut.” (al-Majmu’). Sedangkan Ibnu Rusyd menyatakan, “Kewajiban zakat telah diketahui berdasarkan dalil dari al-Quran, as-Sunnah dan ijmak. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal tersebut.” (Bidayah al-Mujtahid). Dan Ibnu Qudamah mengatakan, “Kaum muslimin di seluruh negeri bersepakat bahwa zakat itu wajib.” (al-Mughni).

3. Keutamaan Membayar Zakat

Zakat memiliki banyak sekali keutamaan yang mulia. Diantaranya adalah:

a. Zakat sangat utama karena sering dikaitkan dengan ibadah shalat.

Ada 82 ayat yang menyebutkan ibadah zakat mengiringi ibadah shalat. Hal ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan ibadah tersebut. Di antaranya adalah firman Allah SWT:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْر تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan” (QS Al Baqarah: 110).

b. Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.

Artinya: “Islam dibangun di atas lima (tonggak), syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, hajji, dan puasa Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

c. Zakat mengantarkan seseorang kepada derajat ash-shiddiqin dan syuhada.

Sebagaimana hadits dari ‘Amr bin Murrah al-Juhani ra, ia berkata:

جاء رجلٌ من قُضاعةَ إِلى رسولِ الله صلَّى الله عليه وسلَّم، فقال: إِنِّي شهدْتُ أنْ لا إلهَ إلَّا اللهُ وأنَّك رسولُ الله، وصليتُ الصلواتِ الخَمْسَ، وصُمتُ رمضانَ وقمتُه، وآتيتُ الزَّكاةَ، فقال رسولُ اللهِ صلَّى الله عليه وسلَّم: مَن مات على هذا كان من الصِّدِّيقينَ والشُّهداءِ.

Artinya: “Seseorang dari Qudha’ah datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, “Sesungguhnya aku telah bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan engkau adalah utusan Allah, aku telah shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan dan qiyamul lail di dalamnya, dan aku telah menunaikan zakat”. Maka Rasulullah SAW pun bersabda, “Barang siapa yang meninggal dalam keadaan melaksanakan hal-hal itu maka dia akan termasuk orang-orang Shiddiq dan syahid” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

d. Merupakan indikasi ketakwaan dan penyebab masuk surga.

Orang-orang yang senantiasa menunaikan zakat, mereka itu merupakan orang yang bertaqwa, dan mereka mendapat kemuliaan dari Allah SWT berupa masuk ke dalam surga. Allah SWT berfirman:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ. آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ ۚإِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ. كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ. وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ. وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik, mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.” (QS adz-Dzariyat: 15-19).

Dalam haditsnya, Rasulullah SAW bersabda:

خَمْسٌ مَنْ جَاءَ بِهِنَّ مَعَ إِيمَانٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ عَلَى وُضُوئِهِنَّ وَرُكُوعِهِنَّ وَسُجُودِهِنَّ وَمَوَاقِيتِهِنَّ وَصَامَ رَمَضَانَ وَحَجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَأَعْطَى الزَّكَاةَ طَيِّبَةً بِهَا نَفْسُهُ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ

Artinya: “Lima perkara yang apabila dikerjakan oleh seseorang dengan keimanan, maka dia akan masuk surga; yaitu barangsiapa yang menjaga shalat lima waktu beserta wudhunya, rukuknya, sujudnya dan waktu-waktunya, melaksanakan puasa ramadhan, haji ke baitullah jika mampu menunaikannya, menunaikan zakat dengan kesadaran jiwa, serta menunaikan amanat.” (HR. Abu Daud).

e. Orang yang mengeluarkan zakat dengan penuh kesadaran akan merasakan kelezatan iman

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

ثلاثٌ مَن فَعَلَهنَّ فقد طَعِمَ طعْمَ الإيمانِ: مَن عبَدَ الله وحْده، وعلِمَ أنْ لا إلهَ إلَّا اللهُ، وأعطى زكاةَ ماله طيِّبةً بها نفسُه، رافدةً عليه كلَّ عامٍ.

Artinya: “Ada tiga hal yang barangsiapa mengerjakannya maka ia telah merasakan manisnya iman, yaitu orang yang menyembah Allah dan mengetahui bahwa tiada sembahan yang patut disembah kecuali Allah. Memberikan zakat hartanya dengan senang hati dan dengan hati yang mendorongnya untuk mengeluarkan yang terbaik di setiap tahunnya.” (HR. Abu Dawud).

4. Ancaman bagi orang yang tidak membayar zakat.

Kebalikan dari kemuliaan bagi orang yang membayar zakat, maka bagi orang yang tidak membayar zakat ada ancaman yang berat dan pedih, baik di dunia maupun di akhirat.

a. Hukuman duniawi yang telah Allah tetapkan.

Orang-orang yang tidak membawarkan zakat diancam oleh Allh SWT di dunia dengan bencana kekeringan, paceklik dan tidak turunnya hujan dari lagit. Sebagaimana dalam hadits Nabi SAW:

عن بريدة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (ما منع قوم الزكاة إلا ابتلاهم الله بالسنين).

Artinya: Dari Buraidah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada suatu kaum yang menolak zakat, pasti Allah akan uji mereka dengan paceklik (kelaparan dan kekeringan). (HR Al Hakim dan At Thabrani).

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:

وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

Artinya: “Dan mereka tidak menolak zakat hartanya kecuali mereka akan terhalang hujan dari langit, dan jika tidak karena hewan ternak mereka tidak akan diberi hujan.” (HR Al Hakim dan Ibnu Majah).

b. Hukuman duniawi yang diberikan oleh pemerintahan muslim.

Rasulullah SAW sangat tegas tegurannya terhadap orang yang tidak membayarkan zakat. Bahkan, setelah Rasulullah SAW wafat, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq secara keras memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Ini menunjukkan bahwa menunaikan zakat adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar bagi setiap orang yang masuk dalam status wajib zakat.

Setiap orang yang enggan menunaikan zakat dan dirinya masih berada dalam kekuasaan pemerintah atau penguasa, memperoleh sanksi berupa pengambilan zakat dari hartanya secara paksa. Allah SWT berfirman:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. at-Taubah: 103).

Meskipun perintah pada ayat di atas untuk mengambil zakat tertuju kepada Nabi SAW, namun ulama sepakat bahwa setiap pemimpin dan penguasa menggantikan posisi beliau dalam urusan tersebut. Ibnu Abdi al-Barr mengatakan, “Ulama bersepakat bahwa para khalifah dan penguasa menempati posisi Beliau dalam perkara pengambilan zakat yang disebutkan dalam firman Allah di surat at-Taubah ayat 130.

Menurut pendapat mayoritas ahli ilmu, di antaranya abu Hanifah, Malik dan Syafi’i, mereka berpendapat, “Apabila seseorang enggan menunaikan zakat, namun masih meyakininya sebagai suatu kewajiban, dan imam (penguasa) telah menetapkan sanksi untuk mengambil zakat dari hartanya secara paksa, maka zakat bisa diambil secara paksa dan ta’zir juga dapat diterapkan, namun jangan mengambil hartanya melebihi kadar zakat yang diwajibkan. Hal ini.” (Al-Mughni).

c. Hukuman di akhirat

Adapun hukuman di akhirat, Allah SWT telah menyediakan siksaan yang pedih bagi mereka yang tidak mau mebayar zakat.

Allah SWT berfirman:

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ.

Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. at-Taubah: 34-35).

Di dalam haditsnya, Rasulullah SAW bersabda:

مَن آتاه اللهُ مالًا، فلم يؤَدِّ زكاتَه، مُثِّلَ له ماله شُجاعًا أقرَعَ ، له زبيبتانِ ، يُطوِّقه يومَ القيامة، يأخُذُ بلِهْزِمَتَيهِ- يعني شِدْقَيه، ثم يقول: أنا مالُكَ، أنا كَنْزُك. ثم تلا: وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ.

Artinya: “Barangsiapa yang diberikan harta oleh Allah, namun tidak mengeluarkan zakatnya, niscaya pada hari kiamat harta itu akan berubah wujud menjadi seekor ular jantan yang bertanduk dan memiliki dua taring lalu melilit orang itu pada hari kiamat. Lalu ular itu memakannya dengan kedua rahangnya, yaitu dengan mulutnya seraya berkata, ‘Aku inilah hartamu, akulah harta simpananmu”. Kemudian Beliau membaca firman Allah SWT (yang artinya), ”Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (HR. al-Bukhari).

Pada hadits lain Rasulullah SAW menyampaikan ancaman bagi para pemilik ternak yang tidak membayarkan zakat ternaknya. Beliau bersabda:

ما من صاحب إبل ولا بقر ولا غنم لا يؤدي زكاتها إلا جاءت يوم القيامة أعظم ما كانت وأسمنه تنطحه بقرونها وتطؤه باظلافها كلما نفدت اخراها عادت عليه اولاها حتى يقضى بين الناس.

Artinya: “Tidak ada pemilik unta, sapi, dan kambing yang tidak membayar zakatnya kecuali binatang-binatang tersebut datang di hari kiamat dengan postur yang sangat besar dan sangat gemuk yang mengamuki pemiliknya dengan tanduk-tanduk mereka dan menginjak-nginjaknya dengan kaki mereka. Ketika binatang yang paling belakang habis, maka yang depan kembali lagi padanya hingga pemutusan (hisab) selesai di antara manusia).” (HR. Muslim).

Itu semua adalah ancaman bagi orang yang tidak mau membayar zakat karena malas ataupun bakhil, dengan tetap mengimani bahwa zakat itu adalah wajib hukumnya. Adapun orang yang tidak mau membayar zakat karena beranggapan zakat itu tidak wajib, maka orang semacam ini telah murtad dan keluar dari Islam. Baginya berlaku hukum yang terkait dengan orang yang murtad. Yaitu diperintahkan bertaubat selama 3 hari, kalau tidak bertaubat juga maka dihukum mati dalam status murtad. Tidak dishalatkan jenazahnya dan tidak dimakamkan di pekuburan umat Islam dan tidak boleh dido’akan.

Wallahu A’laa wa A’lam.
(Bersambung Insya Allah).