Oleh: Irsyad Syafar

Begitulah Allah Swt memujimu wahai Baginda Nabi yang mulia, sekaligus membantah tuduhan orang kafir yang menyatakan dirimu gila. Tidak, Engkau tidak gila sama sekali. Bahkan, “Sungguh Engkau di atas akhlak yang Agung.” (QS Al Qalam: 4). Pujian dari Yang Maha Mulia, Yang Maha Tahu segala sesuatu tentang dirimu Baginda Rasul. Baik yang nyata maupun yang rahasia, yang lahir maupun yang batin, yang tampak maupun yang tidak tampak.

Betapa mulianya akhlakmu Baginda Nabi. Sebab Engkau tahu siapa yang memujimu, semulia apa Dia, seagung apa Dia, sebesar apa kekuasaanNya. Engkaulah manusia yang paling tahu tentangNya. Tapi, pujian itu sama sekali tidak membuatmu sombong, angkuh, merasa tunggi, apalagi bertindak semena-mena terhadap manusia.

Takkan mampu pujangga manapun untuk melukiskan keagungan akhlakmu, merangkai kata memuji kepribadianmu, menyusun bait-bait puisi memuja keluhuran budi pekertimu. Hanya satu kata yang bisa diucapkan Ibunda Aisyah saat ditanya tentang akhlakmu: “Akhlaknya adalah Al Quran.” (HR Muslim).

Engkaulah perumpamaan dalam kesabaran dan keberanian. Engkaulah teladan dalam kelembutan dan ketegasan. Engkaulah panutan dalam kedermawanan dan kesederhanaan. Engkaulah lambang dalam ketulusan dan kejujuran. Engkaulah acuan dalam kesempurnaan ibadah dan ketaqwaan kepada Allah. Engkaulah uswatun hasanah bagi seluruh orang beriman.

Dalam pergaulan dengan keluarga, Engkau adalah orang terbaik dalam bergaul dengan keluarga. Engkau senantiasa lemah lembut kepada mereka, berbuat baik dan penyayang kepada mereka. Engkau bercanda dan bersenda gurau bersama mereka. Kadang Engkau sangat lembut kepada Aisyah, sehingga Engkau panggil dia dengan panggilan “yaa ‘Aisy”, atau “yaa Humaira”. Atau Engkau hormati dia dengan menyebut nama ayahnya: “Yaa ibnatash Shiddiq.”

Engkau senantiasa bersama keluargamu membantu pekerjaan mereka, menyelesaikan kebutuhan mereka, bahkan menyelesaikan sendiri kebutuhanmu demi meringankan mereka. Tak malu Engkau untuk menjahit sendiri bajumu atau memperbaiki sendalmu. Karena memang Engkau mengajarkan kepada kami dalam sabdamu:

خيركم خيركم لأهله وأنا خيركم لأهلي. (الترمذي).

Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada keluarga kalian. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku.” (HR Tirmidzi).

Dalam berbicara, jelas terlihat keagungan akhlakmu. Bicaramu mudah dipahami, tidak bertele-tele dan menyusahkan pendengarmu. Tidak pula singkat dan terputus sehingga membuat orang bingung. Engkau sangat menjaga dan menghargai siapa yang menjadi lawan bicaramu. Bahasamu selalu santun, kosa katamu senantiasa terpilih, dan Engkau tak mau bicara yang tidak perlu atau tidak bermanfaat. Karena Engkau memang mengajarkan dalam sabdamu:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ.

Artinya: “Di antara tanda bagusnya ke-Islaman seseorang adalah ia meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat baginya.” (HR Tirmidzi).

Dalam bergaul dengan anak-anak, Engkau sangat rendah hati (tawadhuk). Tak segan sama sekali Engkau menyalami anak-anak yang sedang bermain. Bahkan ketika Engkau sedang menyampaikan khutbah di depan para sahabat, lalu ada dua orang cucumu bermain dan berkeliaran di sekitar mereka, tanpa sungkan Engkau hentikan khutbah untuk kemudian turun dari mimbar dan membawa keduanya ke atas mimbar. Pernah juga Engkau gendong cucumu Umamah binti Zainab sambil menjadi imam dalam shalat bersama sahabat. Begitulah rendah hatinya Engkau dan sangat menyayangi anak-anak. Engkau mengajarkan dalam sabdamu:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيْرِنَا.

Artinya: “Bukan termasuk golonganku, orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak menghargai kedudukan orang yang besar.” (HR Abu Daud).

Bahkan seorang pembantupun sangat merasakan keagungan akhlakmu. Status sosialnya yang sangat “rendah” di tengah masyarakat, tidak membuatmu berlaku kasar kepadanya, apalagi berbuat aniaya. Justru dia merasakan sebagai orang yang sangat terhormat di sisimu. Inilah penuturan Anas bin Malik yang bekerja selama 10 tahun sebagai pembantumu:

خدمت النبي صلى الله عليه وسلم عشر سنين، والله ما قال أف قط، ولا قال لشيء لم فعلت كذا وهلا فعلت كذا” – رواه الشيخان.

Artinya: “Aku melayani Nabi SAW selama 10 tahun. Demi Allah, Beliau tidak pernah sama sekali berkata uff kepadaku. Juga tidak pernah berkata tentang sesuatu (perbuatanku) “kenapa kamu lakukan ini, atau kenapa tidak kamu lakukan itu?” (HR Bukhari dan Muslim).

Ibunda Aisyah menyatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah memukul pembantu, tidak juga memukul perempuan, atau memukul apapun dengan tangannya. Kecuali (pukulan) yang Beliau berjihad di jalan Allah.” (HR Bukhari).

Bila Engkau dihadapkan kepada dua pilihan, pastilah Engkau memilih yang paling mudah, selama tidak dosa. Kalau berupa dosa, maka Engkau pasti paling menjauh. Karena Engkau tidak ingin menyusahkan umatmu. Engkau tak pernah dendam kepada orang lain karena urusan pribadimu. Tapi, kalau agama Allah yang diobok-obok, Engkau akan membela dan membalasnya.

Betapa mulianya akhlakmu yaa baginda Nabi. Cacian dan penghinaan dari kaum kafir dan musyrik sudah sangat melampaui batas. Tapi ketika ada yang mengusulkan kepadamu untuk mendoakan (kebinasaan) bagi mereka, dengan ringan Engkau berkata:

إني لم أبعث لعانًا، وإنما بعثت رحمة” – رواه مسلم.

Artinya: “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai tukang laknat. Aku diutus sebagai rahmat.” (HR Muslim).

Kasih sayangmu kepada pengikutmu yang masih belum paham dan belum terlalu mengerti dengan ajaranmu, sungguh sangat luar biasa. Pernah suatu hari seorang arab dari kampung masuk ke dalam Masjid Nabawi. Lelaki itu langsung menuju ke arah pojok masjid. Disana ia buang air kecil (kencing) sambil berdiri.

Perbuatan ini spontan membuat marah para sahabat. Mereka berteriak memarahinya. Akan tetapi Engkau tidak demikian. “Jangan kalian teriaki dia, biarkan dia (selesai).” Katamu memberikan arahan. Setelah lelaki itu tuntas dari buang air kecilnya, barulah Engkau beri dia nasehat dan edukasi secara lembut:

إن هذه المساجد لا تصلح لشيء من هذا البول ، ولا القذر، إنما هي لذكر الله، والصلاة، وقراءة القرآن.

Artinya: “Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk tempat buang air kecil, dan tidak pula kotoran (lainnya). Masjid ini adalah (tempat) untuk berdzikir mengingat Allah, untuk shalat dan membaca Al Quran.” (HR Muslim).

Sungguh, Engkau benar-benar di atas akhlak yang mulia, yaa Nabi Allah. Shalawat dan salam untukmu, sebanyak yang terhimpun dalam ilmu Allah, sebanyak yang bisa ditulis oleh QalamNya, dan sebanyak yang mungkin tertampung dalam bukuNya.

Wallahu A’laa wa A’lam.

#SELAMAT MEMPERINGATI MAULID NABI 1444H