Oleh: Irsyad Syafar

6. DERMAWAN

Dermawan secara bahasa berarti pemurah hati dan suka berderma (bersedekah). Dalam bahasa arab disebut sakha atau karam. Lawan dari dermawan adalah kikir atau pelit.
Dermawan secara istilah adalah memberikan harta dengan senang hati dalam kondisi memang harus memberi, sesuai dengan kepantasannya, tanpa mengharapkan adanya balasan atau imbalan dari yang diberi. Baik itu berupa kedudukan, pujian, ataupun sekedar ucapan terima kasih. Dermawan itu berada jauh di atas sifat kikir, namun tidak sampai ketingkat boros.
Orang yang dermawan akan memberikan sebagian hartanya kepada orang lain atau kepentingan umum tanpa rasa keterpaksaan sedikitpun. Bahkan mereka menemukan dan merasakan kebahagian dengan memberi tersebut. Yang mereka harapkan satu-satunya adalah balasan dari Allah dan ridha dariNya. Terkait hal ini Allah Swt menyatakan:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا . إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan: 8-9)
Dalam haditsnya, Rasulullah Saw mengabarkan rumus yang unik tentang bersedekah dan berbagi yaitu, ”Harta tidak akan berkurang dengan disedekahkan.” Padahal tampak secara kasat mata, harta itu berkurang karena diberikan kepada orang lain. Imam An-Nawawi menjelaskan, bahwa hadits ini mengandung dua pengertian. Pertama, sedekah itu diberkahi (di dunia) dan karenanya ia dan hartanya terhindar dari kerusakan (kemudharatan). Dan kedua, pahalanya tidak akan berkurang di akhirat, bahkan dilipatgandakan hingga kelipatan yang sangat banyak.
Rasulullah Saw sangat dermawan
Kedermawanan Rasulullah tidak bisa diragukan lagi. Para sahabat melihat dan merasakan betapa dermawannya Rasulullah Saw. Dermawan itu bukan karena Beliau memiliki segala sesuatu, atau karena kaya raya. Melainkan karena akhlak dan sifat Beliaulah yang seperti itu. Justru kehidupan Beliau banyak keterbatasan dan kesederhanaan. Gambaran kedermawanan Rasuluillah disebutkan di dalam hadits Abdullah bin Abbas ra. yang berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَـكُوْنُ فِـيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَلْقَاهُ فِـيْ كُـّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَـيُـدَارِسُهُ الْـقُـرْآنَ ، فَلَرَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْـخَيْـرِ مِنَ الِرّيْحِ الْـمُرْسَلَةِ. (متفق عليه).
Artinya: “Nabi Saw adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril as. bertemu dengannya. Jibril menemuinya setiap malam Ramadhan untuk menyimak bacaan al-Qur’annya. Sesungguhnya Rasulullah Saw lebih dermawan daripada angin yang berhembus.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sangat dermawannya Rasulullah Saw dibandingkan dengan angin yang behembus, disebabkan karena kedermawanan Beliau itu sangat cepat dan spontan dan memberikan manfaat yang menyeluruh seperti angin yang berhembus, serta memberikan manfaat pada apa yang dilewatinya.
Rasulullah Saw selalu memberi tidak pernah berkata “tidak”
Ini adalah akhlak yang mendarah daging dalam diri Beliau. Setiap ada orang yang datang meminta, selalu Beliau beri. Selama barang yang diminta itu ada pada Beliau.
عن جابر بن عبد الله -رضي الله عنهما- قال: ما سُئل رسول الله – صلى الله عليه وسلم- شيئا قطُّ، فقال: لا. (متفق عليه).
Artinya: Dari Jabir ra. ia berkata, “Tidaklah Rasulullah Saw dimintai sesuatu, lalu mengatakan, ‘Tidak’.” (HR Bukhari dan Muslim),
Imam Ath Thabrani meriwayatkan bahwa Rabi’ binti Mu’awidz bin Afra’ ra berkata, “Mu’awidz bin Afra’ mengutusku membawa satu sha’ kurma basah dan juga mentimun halus untuk diberikan kepada Rasulullah Saw. Beliau memang menyukai mentimun. Dan pada saat itu perhiasan emas sedang datang dari Bahrain. Maka Beliau memenuhi telapak tangannya dengan emas itu dan diberikan padaku.”
Dalam hadits lain digambarkan bahwa Rasulullah Saw baru saja menerima kiriman 70.000 dirham. Semuanya habis Beliau bagi-bagi kepada orang yang memintanya:
وقَدِمَ عليه سَبْعُونَ أَلْفَ دِرْهَمٍ، فَقَامَ يَقْسِمُهَا فَمَا رَدَّ سَائِلًا حَتَّى فَرَغَ مِنْهَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه أبو الشيخ).
Artinya: “Telah datang kepadanya (Rasulullah Saw) 70.000 dirham. Lalu Rasulullah langsung membaginya. Maka tidak satupun permintaan yang Beliau tolak, sampai habis semua harta tersebut dibagikan.” (HR Abu Syaikh).
Memberi tak pernah takut miskin
Rasulullah Saw ketika memberi, kadang tidak tanggung-tanggung dalam segi jumlah. Bisa jadi domba sepadang rumput yang jumlahnya bisa puluhan atau ratusan ekor, Beliau berikan kepada seseorang. Akibatnya orang yang menerima ini sungguh takjub dan kagum kepada akhlak Rasulullah Saw. Sehingga ia kemudian mengajak seluruh kaumnya untuk masuk Islam.
Sahabat Anas ra. ia telah menceritakan bahwa tidaklah pernah Rasulullah Saw dimintai sesuatu atas keislaman, melainkan Beliau akan memberikannya. Ketika itu seseorang datang kepada Beliau, lalu Beliau memberikan kepadanya domba sangat banyak yang berada di antara dua gunung. Kemudian orang tersebut kembali (dengan sangat bahagia) kepada kaumnya seraya berkata:
يَا قَوْمِ أَسْلِمُوْا فَإِنَّ مُحَمَّدًا يُعْطِي عَطَاءَ مَنْ لاَ يَخْشَى الْفَاقَة. (رواه مسلم).
Artinya: “Wahai kaumku, masuklah kalian ke dalam agama Islam, karena Muhammad Saw memberikan sesuatu bagaikan pemberian orang yang tidak takut kemiskinan.” (HR Muslim).
Memberi untuk melembutkan hati para muallaf
Saat perang Hunain Rasulullah Saw mendapatkan rampasan perang yang sangat banyak. Kalau dinilai dengan mata uang hari ini, jatah seperlima milik Rasullah Saw bisa bernilai milyaran rupiah. Syaikh Al Mubaarak Foury dalamAr rahiqul Makhtum, menyebutkan harta tersebut antara lain: 6.000 budak tawanan, 24.000 ekor unta, 40.000 ekor lebih kambing, dan 4.000 uqiyah perak (satu uqiyah= 119 gram). Seperlima dari semua itu adalah hak Rasulullah Saw. Namun Beliau tidak menumpuk harta dunia untuk kepentingan pribadinya.
Ghanimah itu Beliau bagikan kepada para muallaf, yaitu orang-orang yang berpeluang masuk Islam. Kepada kabilah Hawazin Beliau berikan 100 ekor unta, dan semua tawanan perang dari Hawazin Beliau bebaskan. Sehingga mereka semua kemudian masuk Islam. Abu Sufyan diberinya 100 ekor unta dan 40 uqyah. Yazid dan Mu’awiyah juga mendapatkan pemberian sebanyak ayahnya itu.
Lalu Hakim bin Huzam juga diberi 100 ekor unta. Tapi dia minta tambah 100 ekor lagi, dan Rasulullah memberinya. Kepada Shofwan bin Umayyah, Beliau berikan 300 ekor unta. Lalu tokoh-tokoh Quraisy yang lain diberikan masing-masing 100 ekor unta dan ada yang 50 ekor unta dan 40 ekor unta perorang. Bila rata-rata harga seekor unta 30 juta saja, maka yang mendapat 40 ekor unta telah menerima senilai 1,2 milyar hari ini. Apalagi yang 100 ekor.
Baru mendapat sudah diberikan lagi
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Sahl bin Sa’d ra. bahwa seorang wanita telah datang kepada Nabi Saw dengan membawa suatu pakaian yang dia tenun sendiri, berupa mantel yang terukir pada ujung-ujungnya. Kemudian wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah Saw, saya datang kepada anda untuk memberikan ini untuk anda.” Maka Rasulullah Saw mengambilnya, karena Beliau memang sangat membutuhkannya hingga beliau memakainya.
Kemudian seseorang dari para sahabat Beliau melihat mantel itu, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, betapa indahnya mantel tersebut, maka berikanlah mantel itu kepadaku?” Beliau berkata, “Ya.” dan ketika Rasulullah Saw beranjak untuk memberikannya kepada lelaki tersebut. Melihat kejadian tersebut, para sahabat yang lain mencela orang tersebut seraya mereka berkata:
ما أحسَنتَ! لبسها النبيُّ -صلى الله عليه وسلم- محتاجاً إليها، ثم سَأَلْتَهُ وَعَلِمتَ أَنَّهُ لاَ يَرُدَّ سَائِلاً، فَقَالَ: إِنِّي وَاللهِ مَا سَأَلْتُهُ لِأَلْبِسَهَا، إِنَّمَا سَأَلْتُهُ لِتَكُوْنَ كَفَنِي. قال سهلٌ: فكانت كَفَنَهُ. (رواه البخاري).
Artinya: “Sungguh keterlaluan engkau, Rasulullah Saw sudah memakai mantel itu dari wanita tadi karena membutuhkannya, lalu engkau memintanya. Padahal engkau tahu bahwa tidaklah Beliau itu dimintai sesuatu, melainkan Beliau tidak menolak (memberikannya).” Dia berkata, “Demi Allah, tidaklah saya memintanya untuk saya pakai. Melainkan karena saya berharap agar saya dikafani dengan mantel tersebut.” Sahal mengatakan, “Dan kemudian memang pakaian tersebut menjadi kain kafannya.” (HR Bukhari).
Orang dermawan dekat ke surga jauh ke neraka
Beruntunglah orang yang memiliki sifat dermawan serta mudah menolong dan berbagi. Sebab ia akan dekat dengan Allah Swt dan juga ke surga serta disenangi oleh banyak orang, kemudian ia menjadi jauh dari neraka. Orang yang bodoh tapi dermawan bisa lebih baik dari pada orang yang ‘alim tapi kikir. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw:
السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنْ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنْ الْجَنَّةِ قَرِيبٌ مِنْ النَّاسِ بَعِيدٌ مِنْ النَّارِ وَالْبَخِيلُ بَعِيدٌ مِنْ اللَّهِ بَعِيدٌ مِنْ الْجَنَّةِ بَعِيدٌ مِنْ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنْ النَّارِ وَلَجَاهِلٌ سَخِيٌّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ عَالِمٍ بَخِيلٍ. (رواه الترميذي).
Artinya: “Orang yang pemurah dekat dengan Allah Swt, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, jauh dari neraka, dan orang yang kikir/pelit jauh dari Allah Swt, jauh dari manusia, jauh dari surga, dan dekat dengan neraka. Orang jahil yang pemurah lebih dicintai Allah Swt dari pada orang ‘alim yang pelit.” (HR Tirmidzi).
Wallahu A’laa wa A’lam.