
3. TAWADHU
Tawadhu secara Bahasa berasal dari lafal تَوَاضَعٌ yang berarti randah hati. Secara istilah tawadhu adalah kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap orang yang beriman, dan menerima kebenaran. Tawadhu adalah akhlak mulia yang menggambarkan keagungan jiwa, kebersihan hati, dan ketinggian derajat pemiliknya. Tawadhu itu adalah lawan kata dari takabur atau sombong. Ciri-ciri sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.
Sikap tawadhu dapat kita lihat dari ekspresi Nabi Adam as. dan istrinya Hawa, ketika keduanya tersalah dengan melanggar larangan Allah Swt. Keduanya telah mendekati dan memakan buah dari pohon khuldi. Akibatnya Adam dan Hawa terusir dari surga. Namun mereka berdua dengan penuh sadar mengakui kesalahan dan tidak melemparkannya kepada iblis. Dalam doanya, Adam dan Hawa menyatakan pengakuannya seperti dalam firman Allah:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ . (الأعراف: 23)
Artinya: Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Al A’raf: 23).
Sebaliknya sikap sombong nampak jelas dari gaya komunikasi iblis ketika disuruh sujud oleh Allah kepada Nabi Adam dan ketika ia terusir dari surga. Allah berfirman menyebutkan kesombongan iblis tersebut, yang menganggap dirinya lebih baik dan merendahkan Nabi Adam:
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍ
Artinya: Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik dari padanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al A’raf: 12)
Dan ketika iblis terusir dari surga, ia menyalahkan Allah dan menganggap ia disesatkan oleh Allah. Sebagaimana dalam firmanNya:
قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ. (الأعراف: 16)
Artinya: Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (QS Al A’raf: 16).
Rasulullah Saw mengurus dirinya sendiri di rumahnya, belilau adalah seorang Nabi yang mulia akan tetapi rendah hati. Sangatlah layak kalau Beliau mendapatkan layanan khusus dimanapun dia berada. Termasuk di dalam rumahnya sendiri. Akan tetapi Beliau tetap berperilaku sebagaimana orang-orang umum yang tidak diistimewakan. Beliau mengurus dan melayani dirinya sendiri untuk makan-minum, berpakaian dan lain-lain sebagainya.
عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ الله عَنْهَا-، أَنَّهَا سُئِلَتْ مَا كَانَ رَسُوْلُ الله -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَعْمَلُ فِي بَيْتِهِ؟ قَالَتْ: «كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ يَفْلِي ثَوْبَهُ، وَيَحْلِبُ شَاتَهُ، وَيَخْدِمُ نفْسَه». (رواه أحمد)
Artinya: Dari Aisyah ra. ia pernah ditanya, “Aktivitas apakah yang biasa dikerjakan oleh Rasulullah saw di rumahnya?” Ia menjawab, “Beliau sama dengan manusia lainnya; membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan mengurusi dirinya sendiri.” (HR Ahmad).
Dalam hadits lain malah Rasulullah Saw memperbaiki sendiri sendalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air sendiri dengan ember untuk kebutuhan. Sangat berbeda dengan kebanyakan suami hari ini yang lebih senang melihat istrinya mengerjakan berbagai pekerjaan di rumah, dan suami hanya menonton saja.’Aisyah ra. ditanya oleh ‘Urwah:
يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: “مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ. (رواه أحمد وابن حبان)
Artinya: “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.” (HR. Ahmad 6: 167 dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 5676.)
Memberi salam kepada anak-anak dan orang yang lebih rendah kedudukannya
Diantara tanda tawadhunya Rasulullah Saw, Beliau mendatangi para sahabatnya dan bersilaturrahim kepada mereka. Beliau tidak menunggu disilaturrahimi. Dan beliau juga memberi salam kepada anak-anak dan kepada orang yang berada di bawahnya. Padahal Beliau adalah seorang Rasul sekaligus sebagai penguasa (pemimpin) bagi mereka. Namun itu semua tidak membuat Beliau menjadi jaim kepada rakyatnya. Anas berkata:
أَنَّ النَّبِيَ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ يَزُوْرُ الْأَنْصَارَ وَيُسَلِّمُ عَلَى صِبْيَانِهِمْ وَيَمْسَحُ رُؤُوْسَهُمْ
Artinya: “Sungguh Nabi Saw biasa berkunjung ke orang-orang Anshar. Lantas beliau memberi salam kepada anak kecil mereka dan mengusap kepala mereka.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 459).
كانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْلِسُ عَلَى الْأَرْضِ، وَيَأْكُلُ عَلَى الْأَرْضِ، وَيَعْتَقِلُ الشَّاةَ، وَيُجِيبُ دَعْوَةَ الْمَمْلُوكِ عَلَى خُبْزِ الشَّعِيرِ
Artinya: “Rasulullah Saw biasa duduk di atas tanah, makan di atas tanah (tidak di kursi), memerah susu kambing dan memenuhi undangan para budak untuk memakan sepotong roti saja.” (HR Thabrany).
Bahkan imam An-Nasa’i meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw tidak segan-segan berjalan untuk membantu kebutuhan dan keperluan seorang janda tua atau orang miskin. Itu Beliau lakukan sampai tuntas keperluan dan hajatnya. Karena itulah Beliau mengajarkan akhlak ini kepada umatnya dan memotivasi kita untuk melakukannya:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
Artinya: “Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya.” (HR Muslim: 2699).
Tidak mau eksklusif dan selalu partisipatif. Rasulullah Saw tidak mau spesial atau tampil beda dari para sahabatnya. Baik dari segi pakaian, penampilan, kendaraan maupun posisi dalam keramaian. Kadang-kadang orang yang datang dari pelosok tidak tahu mana yang Rasulullah dalam serombongan para sahabatnya. Ketika para sahabatnya sedang bekerja bersama-sama, maka Beliaupun ikut berkontribusi bersama mereka, mengambil peran yang bisa dilakukannya.
Dalam riwayat An Nasai’ dengan sanad yang shahīh dishahīhkan oleh Syaikh Al Albaniy rahimahullāh:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْلِسُ بَيْنَ ظَهْرَانَىْ أَصْحَابِهِ فَيَجِيءُ الْغَرِيبُ فَلاَ يَدْرِي أَيُّهُمْ هُوَ حَتَّى يَسْأَلَ. (رواه النسائي).
Artinya: “Nabi Saw biasanya duduk bersama para shahābatnya. Kalau ada orang yang datang dari jauh, orang tersebut tidak tahu mana yang shahābat-shahābat Nabi dan yang mana Nabi Saw, sampai dia tanya, “Mana Muhammad?” (HR An Nasai).
Imam Ath-Thabari meriwayatkan: Pernah di tengah-tengah perjalanan yang cukup jauh, Rasulullah Saw menyuruh para sahabatnya untuk menyemblih seekor kambing. Ada salah seorang sahabatnya yang berkata: Akulah yang akan menyayat kulitnya. Lalu sahabat yang lain berkata: Aku yang akan memasak dagingnya. Mendengar semua itu, maka Rasulullah Saw berkata : “Akulah yang akan mencari kayu bakarnya”. Para sahabat yang mendengar perkataan Rasulullah itu kontan berkata: “Cukup kami saja yang mengerjakan semua ini”. Kemudian Rasulullah pun berucap: “Benar, tetapi aku tidak suka ada perbedaan antara aku dengan kalian dalam bekerja, karena Allah tidak menyukai hamba yang berbeda dengan kawan-kawannya.”
Rasulullah Saw bahkan tidak mau diperlakukan bagaikan raja yang sangat ditakuti dan penuh penghormatan. Pernah seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw dan mengajaknya berbicara. Tetapi tiba-tiba lelaki tersebut gemetar ketakutan, maka Nabi Saw berkata kepadanya:
هَوِّنْ عَلَيْكَ فَإِنِّي لَسْتُ بِمَلِكٍ إِنَّمَا أَنَا ابْنُ امْرَأَةٍ تَأْكُلُ الْقَدِيدَ. (رواه ابن ماجه)
Artinya: “Tenangkan dirimu, sesungguhnya aku bukan seorang raja, aku hanyalah anak seorang wanita yang memakan dendeng.” (HR Ibnu Majah)
Nabi Saw juga pernah bersabda:
لَوْ دُعِيْتُ إِلَى كُرَاعٍ لأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِىَ إِلَيَّ كُرَاعٍ لَقَبِلْتُ. (رواه البخاري)
Artinya: “Seandainya aku diundang untuk menikmati kaki kambing, niscaya aku penuhi, dan seandainya aku diberi hadiah kaki kambing, niscaya aku menerimanya.” (HR Bukhari).
Tawadhu menambahkan kemuliaan. Begitulah keteladanan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw tentang tawadhu. Beliau sangat rendah hati dan bersahaja. Namun kerendahan hati itu membuahkan kemuliaan dan kehormatan di sisi Allah Saw. sebagaimana dalam hadits Riwayat Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ. رواه مسلم
Artinya: “Tiada berkurang harta karena shadaqah. Allah pasti akan menambah kemuliaan kepada seseorang yang suka memaafkan dan seseorang yang selalu merendahkan diri karena Allah, pasti allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)
Orang-orang yang punya kemampuan untuk tampil mewah atau glamor di depan khalayak, lalu ia tinggalkan sikap itu karena kerendahan hatinya, maka ia dijanjikan kemuliaan di akhirat oleh Allah Swt. Rasulullah bersabda:
مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسَ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا. (رواه الترميذي)
Artinya: “Siapa yang meninggalkan pakaian (yang indah dan bernilai) karena tawadhu’ kepada Allah, padahal ia mampu untuk memakainya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan khalayak manusia hingga Allah memberinya pilihan untuk memilih gaun keimanan mana yang ia suka untuk memakainya.” (HR Tirmidzi).
Dan Rasulullah Saw melarang setiap muslim bersikap sombong kepada yang lain, berbangga-bangga di depannya atau bersikap melampaui batas kepada mereka. Rasulullah Saw besabda”
إِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ. (رواه مسلم)
Artinya: “Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR Muslim).
Sikap sombong atau takabur adalah akhlak yang tercela yang mendatangkan kehinaan dan kemurkaan dari Allah Swt. Karena kesombongan dapat membahayakan keadaannya di dunia dan di akhirat. Allah Swt berfirman tentang keadaan Qarun yang sombong dengan hartanya:
فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنتَصِرِينَ. (القصص: 81)
Artinya: “Maka Kami benamkan Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al-Qasas: 81).
Nabi Saw juga pernah menyebutkan tentang keadaan orang yang ditenggelamkan oleh Allah Swt ke dalam bumi gara-gara sombong, beliau Saw bersabda:
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِي فِي بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسَهُ فَخَسَفَ الله بِه الْأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Suatu ketika ada orang yang berjalan dengan congkak dengan memakai dua kain burdahnya, dia kagum dengan dirinya sendiri, maka Allah menenggelamkannya ke dalam bumi, maka dirinya terbolak-balik di dalamnya sampai hari Kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dan orang-orang yang menyimpan kesombongan di dalam dadanya, berpotensi tidak masuk ke dalam surga Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاس. (رواه مسلم)
Artinya: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
Wallahu A’laa wa A’lam.