Oleh: Ustadz H. Irsyad Syafar, Lc. M.Ed*
Berjuang untuk memenangkan agama Allah adalah pekerjaan yang berat, penuh tantangan dan ujian. Kadang tidak saja mengorbankan harta, bahkan sampai kehilangan jiwa (nyawa).
Tapi, lebih berat lagi dari itu adalah perjuangan setelah meraih kemenangan. Tidak jarang malah ada yang berjatuhan setelah kemenangan. Tumbang oleh ujian karena memperebutkan “ghanimah” setelah kemenangan.
Perang Badar adalah perang besar pertama yang dihadapi Rasulullah saw dan para sahabat. Sangat minim persiapan dan persenjataan. Sementara lawan yang dihadapi begitu kuat dari segi jumlah dan persenjataan. Lebih dari tiga kali lipat pasukan Islam. Namun pasukan Islam berhasil menang dan berjaya.
Akan tetapi, setelah kemenangan diraih, Allah menurunkan surat Al Anfal, diawali langsung dengan (semacam) teguran, terkait pertikaian sahabat mengenai harta rampasan perang (ghanimah). Dan di dalam surat Al Anfal tersebut, berulang-ulang Allah menegaskan bahwa kemenangan semata-mata dariNya, karena pertolonganNya dan karena Allah “bersama” mereka dalam perjuangan.
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَىٰ وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ ۚ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS Al Anfal: 10).
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا ۚ سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ
Artinya: “(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (QS Al Anfal: 12).
Ibnu Jarir Ath Thabari di dalam tafsirnya, menyebutkan beberapa riwayat yang menceritakan perkataan Ibnu Mas’ud setelah “kekalahan” pasukan Rasulullah saw dalam perang Uhud, Beliau berkata:
ما كنت أرى أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يريد الدنيا حتى نزل فينا يوم أحد:
Artinya: “Tidak pernah saya mengira bahwa ada diantara sahabat Rasulullah saw yang menginginkan dunia (dalam perjuangnya) kecuali setelah turunnya Firman Allah pasca perang Uhud:
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ ۚ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۚ .
Artinya: “Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat…”. (QS Ali Imran: 152).
Perang Uhud yang hampir saja dimenangkan oleh pasukan Rasulullah saw, berubah menjadi sebuah kekalahan. Hal itu disebabkan karena tidak disiplinnya pasukan berpanah di atas bukit, dan tidak patuhnya mereka kepada perintah Rasulullah saw selaku Panglima tertinggi. Mereka lari meninggalkan pertahanan di atas bukit untuk memperebutkan ghanimah (rampasan perang). Akibatnya musuh yang sudah hampir kalah itu melihat celah untuk memukul balik. Akhirnya pasukan Islam kocar-kacir karena serangan kafir Qureisy, 70 orang mati syahid dan Rasulpun hampir terbunuh. Kejadian itu kemudian menyingkap ternyata diantara sahabat Rasulullah saw ada yang menginginkan dunia.
Itu adalah gambaran generasi terbaik umat ini. Sebagian mereka tidak selamat dari ujian tersebut. Apalagi generasi-generasi setelah mereka. Pastilah tidak ada jaminan aman terhadap “obsesi dunia” di balik perjuangan.
Tidak sedikit dalam perjalanan sejarah perjuangan umat Islam, pertempuran-pertempuran besar dimenangkan umat Islam. Tapi kemudian setelah kemenangan muncullah “obsesi” dunia. Panglima Qutaibah bin Muslim mati syahid setelah “pertikaian” di khilafah Muawiyah. Saifuddin Qutuz, panglima dan pahlawan perang ‘Ain Jalut, mati syahid tidak lama setelah perang tersebut selesai, karena pertikaian “kekuasaan” yang terjadi.
Salah seorang masyayikh berkunjung ke Afghanistan pada tahun 90an awal, saat para mujahidin masih berjuang melawan penjajah uni soviet. Bertemulah Beliau dengan banyak panglima mujahidin Afghanistan. Mereka semua nampak sangat akrab, saling menghormati dan kompak. Tapi, ketika uni soviet berhasil mereka kalahkan, dan Afghanistan menjadi merdeka, tidak terlalu lama setelah itu mereka sudah bertikai dan bahkan saling bunuh.
Seringkali dikala perjuangan masih tahap-tahap awal, hati masih kokoh dan niat masih ikhlas. Namun saat kemenangan sudah diraih atau sudah nampak tanda-tandanya, ketika itulah terungkap dan tersingkap adanya yang punya obsesi dunia.
Tidak sedikit, seorang da’i dan pejuang, begitu meraih kemenangan, lalu mendapat posisi dan tempat di tengah masyarakat, maka dia mulai susah diberi nasehat dan masukan, memproteksi diri dan membuat orang (pejuang) yang lain susah mendapat akses kepadanya. Seolah-olah posisi itu adalah hak miliknya sampai mati.
Begitulah, betapa beratnya perjuangan mengalahkan diri sendiri. Seorang masyayikh pernah berkata: “Mendidik umat itu adalah pekerjaan berat. Lebih berat lagi dari itu adalah memulainya dari diri sendiri”.
“Ya Allah Yang Maha membolak-balikkan hati, kokohkan hati kami di atas agamaMu.”
Wallahu A’laa wa A’lam.
*Pembina Yayasan Waqaf Ar Risalah – Narasumber Kajian Dakwatuna SIPP FM