
Setiap kita ada jebakannya dalam hidup ini. Jebakan itu menjadi ujian bagi kita. Bahayanya, jebakan itu seringkali pada sisi kelebihan kita. Sehingga kita kadang tidak sadar atau tidak waspada.
Kalau kita punya jabatan atau posisi yang tinggi, disanalah ada jebakannya. Jabatan yang tinggi bisa membuat orang arogan dan semena-mena. Sifat sombong dan angkuh menjadi identitasnya. Gampang tersinggung kalau tidak dihormati atau tidak dilayani. Merasa nikmat kalau disanjung dan dipuji.
Tipikal ini sudah banyak dalam sejarah anak manusia. Bahkan memproklamirkan diri sebagai tuhan. Tapi semuanya berakhir celaka dan tidak berdaya. Lihatlah Firaun dan balatentaranya, Namrut dan anak buahnya, atau Abrahah dan pasukan bergajahnya.
Obatnya adalah takut kepada Allah dan melatih sifat tawadhuk. Sebab orang yang takut kepada Allah tidak berani bertindak arogan dan berbuat zhalim. Dan orang yang tawadhu tidak gila penghormatan.
Kalau kita menjadi orang yang kaya, juga punya jebakan. Jebakannya adalah kekayaan itu sendiri. Kita bisa lupa diri dan bertindak melampaui batas. Kita mengira dengan kekayaan, bisa berbuat apa saja. Semua akan dibeli. Akibatnya kita bisa menjadi budak hawa nafsu.
Tipikal ini juga teramat banyak di dunia. Tapi nasib mereka juga sama. Berakhir tragis karena siksa dan murka dari Allah. Lihatlah qarun yang hartanya sangat luar biasa. Kunci gudangnya saja tak sanggup dipikul oleh lelaki berbadan kekar. Namun ia tenggelam bersama hartanya ke perut bumi.
Obatnya adalah juga takut kepada Allah, merasa miskin dihadapanNya dan melatih diri untuk menjadi orang yang dermawan. Dengan cara itu kita akan menyadari bahwa diri dan harta kekayaan hanyalah titipan dan amanah dari Allah. Semuanya bersifat sementara. Kapan Dia suka, akan diambilNya.
Begitu juga orang yang cerdas, ia juga diuji. Ujiannya adalah kecerdasannya itu sendiri. Karena ia merasa cerdas, maka ia memandang rendah orang lain. Pendapat orang kadang tidak dihargainya. Sangat susah untuk menerima masukan atau saran. Sebab ia merasa dirinya lebih
hebat
Padahal itu adalah jebakan dan titik jatuhnya. Rasa hebat yang berlebihan akan melahirkan kesombongan dan keangkuhan. Bisa jadi, suatu hari ia akan mempertuhankan otaknya. Ia merasa bisa bertindak di atas arahan Allah. Tipikal ini dulu sudah celaka, seperti Haman sang penasehat Firaun dan Abu Jahal yang merasa paling hebat di kota Makkah. Obatnya adalah kembali belajar dari sebagian ilmu Allah yang Dia turunkan kepada hambaNya, yaitu Al Quran. Otak dan hatinya harus tunduk kepada Al Quran. Disanalah ilmu yang mulia. Dan dari sanalah seorang hamba akan merasa bahwa dia tidak punya ilmu kecuali sedikit.
Dan orang yang ‘alim juga ada jebakan. Ke’alimannya dan luasnya pemahaman agamanya, bisa menjadi kerikil sandungan baginya. Yaitu ketika ia merasa selalu dan paling benar. Orang lain harus ikut dan menurut dengan pendapatnya. Bila sampai pada level ini, ia akan sulit menerima pendapat orang lain, apalagi nasehat. Bahkan ia akan sangat emosi bila diberi masukan dan pandangan. Kalau ia seorang doktor (S3), sulit baginya bila seorang sarjana (S1) menyelisihi pendapatnya.
Obatnya lagi-lagi rasa takut kepada Allah dan melatih diri untuk tawadhu. Bahwa semakin ‘alim dirinya, semakin berat hisab dan tanggung jawab di hadapan Allah. Selalu berusaha menghormati orang lain, walaupun sederhana keilmuannya.
Betapa banyak orang-orang biasa dikalangan salafusshaleh, bahkan dari kalangan budak. Tapi mereka mendapatkan kemuliaan dari Allah, berupa doa yang mustajab dan wafat yang husnul khatimah. Itu semua pertanda mereka itu dekat dan terhormat disisi Allah.
Orang yang tampan dan cantik juga diuji. Ujiannya pada ketampanan dan kecantikan itu sendiri. Karena tampan dan cantik, banyak lawan jenis yang menyukainya. Dan ia menikmati sekali suasana itu. Dan dengan sangat mudah ia jatuh kepada dosa dan maksiat.
Tiap sebentar “diperagakan” ketampanan dan kecantikan tersebut. Apalagi di era teknologi informasi dan perkembangan media sosial hari ini. Begitu banyak tempat dan sarana untuk nampang dan mejeng. Yang laki-laki lupa diri kalau dia sudah punya istri. Yang perempuan lupa diri kalau dia sudah punya suami.
Obatnya adalah takut kepada Allah dan kesadaran diri bahwa itu semua sementara serta tidak bernilai disisiNya. Dengan takut kepada Allah, seseorang akan menjaga diri dan kehormatannya. Dan dengan kesadaran, ia akan lebih sibuk beribadah dan beramal. Sebab, itulah yang nanti berguna di hadapan Allah.
Allah Swt berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ.
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS Al Anbiya: 35).
Dari hadits Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim).
Beruntunglah orang yang tidak punya kekuasaan dan jabatan. Terhindar dari dosa keangkuhan dan kezhaliman. Beruntunglah orang yang miskin. Terhindar dari dosa keserakahan dan kesombongan. Beruntunglah orang tidak terlalu cerdas. Terhindar dari dosa keangkuhan. Beruntunglah orang yang tidak ‘alim (biasa-biasa saja). Terhindar dari dosa kesombongan. Beruntunglah orang yang tidak tampan dan tidak cantik. Terhindar dari dosa “perzinaan” dan kekejian. Wallahu A’laa wa A’lam.