Perang Badar Kubra merupakan salah satu perang terbesar yang pernah diikuti oleh Nabi Muhammad saw. Pertempuran ini mengawali serangkaian peperangan besar umat Islam melawan kaum kafir Quraisy. Perang Badar juga dapat dikatakan sebagai perang ekonomi antara kedua belah pihak karena perang ini dilatar belakangi oleh faktor ekonomi. Selain sebagai perang ekonomi, Perang Badar juga terjadi di bulan ramadhan, sehingga mempunyai nilai spiritual lebih bagi para mujahid saat itu.

Latar Belakang Perang Badar Kubra

Berbicara mengenai latar belakang Perang Badar, maka berkaitan dengan peristiwa Dzul Usyairah yang terjadi sebelumnya. Pada Jumadil Ula dan Jumadil Akhir 2 H yang bertepatan dengan bulan November dan Desember 623M, Rasulullah keluar memimpin 150-200 Muhajirin untuk menghadang kafilah dagang Quraisy yang hendak pergi ke Syam. Kabar yang sampai kepada beliau, kafilah itu membawa harta orang-orang Quraisy yang sebagian merupakan hasil rampasan dari kaum Muhajirin ketika masih di Mekkah.

Ketika rombongan Rasul sampai di Dzul Usyairah, rombongan Quraisy sudah melewati tempat itu beberapa hari sebelumnya. Kafilah ini lah yang kemudian dicari-cari oleh beliau sekembalinya mereka dari Syam, yang kemudian menjadi salah satu sebab pecahnya Perang Badar Kubra.

Pada awal bulan ketujuh belas setelah hijrah, tepatnya apda bulan Rajab, Nabi menyerahkan bendera kepada Abdullah ibn Jahsy al-Asadi berikut sepucuk surat yang dilarang dibuka kecuali setelah lewat dua hari. Al-Asadi kemudian berangkat bersama 8-12 orang pasukan.

Ketika surat tersebut dibuka tertulis, “Jika kau sudah membaca surat ini, terus lah bergerak hingga mencapai Nakhlah, antara Mekkah dan Thaif. Awasi orang Quraisy dan laporkan padaku.”

Mereka lalu berangkat menuju Nakhlah, tidak seorang pun mengundurkan diri. Ini merupakan detasemen terjauh yang dikirim Nabi.

Di tengah perjalanan, sebuah kafilah Quraisy yang tengah membawa dagangan melintas, dan melihat kehadiran detasemen itu. Sementara itu, pihak Abdullah mencoba mengepung kafilah itu. Meskipun, pada hari itu merupakan hari terakhir bulan Rajab, bulan suci yang dilarang menumpahkan darah. Sempat timbul keraguan pada awalnya, tetapi jika menunggu masuk tanggal satu Sya’ban, akan masuk ke kawasan tanah suci Mekkah.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk nekat menyerang kafilah tersebut.

Rasul marah setelah mengetahui peristiwa itu, “Aku tidak memerintahkan kalian berperang pada bulan suci,” sesal beliau.

Sebenarnya, Rasul hanya ingin mengetahui posisi kaum Quraisy dan ingin berkirim surat kepada mereka, tapi terpaksa ditunda. Kejadian tersebut telah menyulitkan posisi Rasul dalam menghadapi musuh, sekaligus memberi ruang kepada mereka untuk memojokkan beliau. Peristiwa tersebut menjadi sinyal buruk bagi kaum muslim.

Persiapan Menuju Perang

Rasulullah melakukan persiapan untuk keluar dari Madinah bersama 313-317 orang, yang terdiri 82 hingga 86 Muhajirin, 61 dari Aus, dan 170 orang dari Khazraj. Mereka tidak mengadakan pertemuan khusus dan tidak membawa perlengkapan yang banyak. Kudanya pun hanya dua ekor, seekor milik Az-Zubair ibn al-Awwam dan seekor lagi milik al-Miqdad ibn al-Sawad al-Kindi. Sementara untuk unta terdiri dari 70 ekor, satu ekor dinaiki dua atau tiga orang. Rasul sendiri naik seekor unta bersama Ali ibn Abi Thalib, dan Martsad ibn Abu Martsad al-Ghanawi.

Perjalanan Menuju Badar

Pasukan Quraisy bergerak cepat ke arah utara menuju Badar, melewati jalur Asfan, Qudaid, dan al-Juhfah. Di sana mereka menerima surat dari Abu Sufyan yang berisi: “Sesungguhnya kalian keluar hanya untuk menyelamatkan kafilah dagang, orang-orang kalian, dan harta benda kalian. Allah telah menyelamatkan semuanya, karena itu lebih baik  kalian kembali.”

Sebelum itu, ketika kafilah sudah mendekati Badar, Abu Sufyan mendahului rombongan hingga bertemu dengan Majdi bin Amr, dan menanyakan pasukan Madinah. Majdi menjawab, “Aku tidak melihat seorang pun yang mencurigakan. Hanya saja, tadi aku melihat ada dua orang penunggang unta yang berhenti di atas bukit ibi. Mereka berdua mengisi kantong air, lalu pergi.”

Abu Sufyan segera mendatangi tempat menderum unta yang dimaksudkan dan meneliti kotorannya. Ternyata di kotoran tersebut terdapat biji-bijian yang masih utuh. Ia berkata, “Ini adalah makanan hewan dari Yatsrib.” Maka ia segera kembali menemui kafilahnya dan mengalihkan arah perjalananya menuju ke barat ke  arah pesisir pantai, tidak jadi mengambil jalan utama yang melewati Badar.

Pecahnya Pertempuran

Setelah kedua pasukan saling berhadapan, Rasulullah bersabda, ‘Ya Allah, orang-orang Quraisy datang dengan kecongkakan dan kesombongannya. Mereka memusuhi-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, aku mengharapkan perolongan-Mu seperti yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, binasakanlah mereka pagi ini.”

Rasulullah kemudian mengatur dan meluruskan barisan kaum muslim. Seusai menata barisan, beliau mengeluarkan perintah agar pasukan tidak memulai pertempuran sebelum mendapat perintah darinya.

Beliau juga menyampaikan beberapa strategi peperangan, “Jika kalian merasa jumlah musuh terlalu banyak, lepaskan lah anak panah kepada mereka. Dahuluilah mereka dalam melepaskan anak panah. Kalian tidak perlu buru-buru menghunus pedang kecuali setelah mereka dekat dengan kalian.

Lokasi Perang Badar

Pertempuran diawali dengan duel satu lawan satu. Orang yang pertama kali menyulut api pertempuran adalah al-Aswad bin Abddul Asad al-Makhzumi, seorang laki-laku dengan perangai kasar dan buruk akhlaknya. Kedatangannya langsung disambut Hamzah bin Abdul Muththalib.

Setelah saling berhadapan, Hazmah langsung menyabetkan pedangnya, sehingga kaki al-Aswad putus di bagian betis. Setelah itu, al-Aswad merangkak ke kolam hingga tercebur di dalamnya. Tetapi, Hamzah segera menghunuskan pedangnya sekali lagi ketika Aswad berada di dalam kolam.

 Puncak Perang Badar

Kesudahan adu tanding ini merupakan awal buruk bagi orang-orang musyrik, karena mereka kehilangan tiga orang penunggang kuda yang diandalkan sekaligus komandan pasukan hanya dalam sekali gebrakan saja. Kemarahan mereka memuncak, lalu mereka menyerang pasukan kaum muslimin secara serentak dan membabi-buta.

Di pihak muslimin, setelah memohon kemenangan dan pertolongan kepada Allah, serta memurnikan niat, mereka menghadang serangan orang-orang musyrik yang dilancarkan secara bergelombang dan terus-menerus. Mereka tetap berdiri di tempat semula dengan sikap defensif, ternyata cara ini cukup ampuh menahan gempuran orang-orang musyrik.

Sementara di tenda, Rasul berdoa meminta pertolongan kepada Allah. Setelah itu, beliau mengeluarkan perintah pamungkas kepada kaum muslimin agar mengadakan serangan balik, seraya bersabda, “kokohkanlah.” Beliau melihat kesempatan ketika serangan musuh tidak lagi gencar dan semangat mereka sudah mengendur. Langkah bijak ini sangat ampuh untuk mengokohkan posisi pasukan muslim.

Setelah mendapat perintah untuk menyerang, mereka melancarkan serangan secara serentak dan gencar. Mereka menceraiberaikan barisan musuh hingga jatuh korban bergelimpangan di pihak Quraisy. Semangat mereka semakin berkobar setelah melihat Rasulullah terjun ke medan pertempuran sambil menggenakan baju besi.

Kaum muslim bertempur hebat dengan bantuan para malaikat. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Sa’ad, dari Ikrimah, bahwa ia berkata”Pada saat itu ada kepala orang musyrik yang terkulai, tanpa diketahui siapa yang telah mebabatnya. Ada pula tangan yang putus, tanpa diketahui siapa yang menyabetnya.”

 Akhir Perang Badar

Tanda-tanda kegagalan dan kebimbangan mulai menyelimuti barisan orang-orang musyrik. Banyak korban berjatuhan karena serangan orang-orang muslim yang gencar. Pertempuran telah mendekati masa akhir, tidak sedikit orang musyrik yang melarikan diri dan mundur dari arena pertempuran. Hal ini tentu saja semakin memudahkan pasukan muslim untuk menawan dan menghabisi lawan. Dengan demikian, lengkap sudah kekalahan kaum musyrik.

Ketika Abu Jahal melihat tanda-tanda kebimbangan mulai menghantui pasukannya, ia berupaya tegar dan menggugah semangat mereka. Akan tetapi, tidak berselang lama barisannya sudah dibuat kocar-kacir karena serangan gencar pasukan muslim. Di sekitarnya memang masih tersisa beberapa orang musyrik yang melindunginya. Tetapi, semua itu tidak banyak berarti menghadapi gempuran kaum muslimin.

Pada saat itu lah sosok Abu Jahal tampak jelas di hadapan kaum muslim. Ia berputar-putar menaiki kudanya, seakan-akan kematian sudah menunggunya. Akhirnya Abu Jahal terbunuh di tangan dua pemuda Anshar, Muadz bin Amr al-Jamuh dan Mu’awwidz bin Afra’.

Kematian Abu Jahal sekaligus menandai akhir dari peperangan besar tersebut. Perang selesai dengan kekalahan telak di pihak kaum musyrikin dan kemenangan nyata bagi pihak muslim. Tercatat empat belas orang dari pasukan muslim gugur syahid dalam peperangan ini; enam Muhajirin dan delapan Anshar. Sementara orang-orang musyrik mengalami kerugian yang sangat banyak; 70 orang tewas dan 70 tertawan. Kebanyakan dari mereka adalah para pemuka dan pemimpin mereka.

Kekalahan telak pasukan musyrik membawa dampak besar selanjutnya. Penduduk Mekkah yang menerima kabar tersebut seolah tidak percaya dengan kekalahan tersebut. Sementara bagi pasukan muslimin, kekalahan ini semakin meluaskan pengaruh politik mereka di Jazirah Arab.