Flashback ke September 2009. Bulan yang berduka bagi masyarakat Kota Padang dan sekitarnya. Saat itu terjadi gempa dengan kekuatan 8,7 Scala Richter (SR) mengguncang dan meluluhlantakkan Kota Padang. Sehingga untuk memperingati hari tersebut, di September ini masyarakat kota Padang dihimbau untuk waspada bencana gempa dan tsunami, termasuk waspada banjir.

Banjir menjadi masalah yang sering melanda Kota Padang belakangan ini. Hal ini salah satunya dikarenakan drainase yang tidak baik. Pemerintah senantiasa berbenah dan memperbaiki drainase yang ada. Namun, jika tidak didukung peran serta aktif masyarakat yang tidak bisa menjaga kebersihan dan menutup aliran air maka banjir akan terus datang melanda. Apalagi di titik tertentu di Kota Padang selalu menjadi kawasan langganan banjir. Kondisi banjir diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang tidak aware memperhatikan kondisi tempat tinggal.

Masyarakat Kota Padang diminta juga untuk waspada terhadap tsunami, karena tidak bisa dipungkiri daerah Sumbar adalah daerah yang rawan gempa dan tsunami. Pemerintah sudah melakukan simulasi bencana tsunami, namun hanya alarm saja yang dibunyikan. Sebaiknya bisa dilakukan simulasi nyata secara massal, sehingga masyarakat tahu apa yang mesti dilakukan jika terjadi tsunami.

Pemerintah sudah membangun shelter semenjak masa pemerintahan Fauzi Bahar. Sementara untuk jalur evakuasi tsunami sudah ada dipasang rambu-rambunya di beberapa titik. Oleh sebab itu diminta masyarakat kota Padang untuk bisa waspada bencana dan mitigasi bencana dari pemerintah bisa dimaksimalkan.

Waspada bencana banjir bisa dilakukan dengan membuat biopori di halaman rumah 2-3 pori. Waspada gempa bisa dilakukan dengan cara berlindung di bawah meja, di bawah benda keras, dan di samping lemari yang disebut dengan istilah “SEGI TIGA KEHIDUPAN”.

Disampaikan Hj. Rahayu Purwanti, SP, Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat dalam Spesial Program Ngopi (Ngobrol Pagi) Bersama Mbak Yayuk
Tema: Pelayanan Publik dan Mitigasi Bencana
Edisi: 20 September 2017