Syahdan, lelaki gagah itu mengayunkan pedangnya menebas satu demi satu tubuh pasukan Romawi. Dia termasuk dari Tabi’in yang hafal Al-Qur’an. Keimanannya tak diragukan. Adakah bandingannya di dunia ini seorang mujahid yang hafal Al-Qur’an, terkenal akan keilmuannya, kezuhudannya, ibadahnya, puasa Daudnya serta ketaqwaan dan keimanannya?

Namun tak dinyana terjadi musibah di akhir hayatnya. Dia mati dengan tidak membawa iman Islamnya. Murtad sebagai Nasrani. Padahal dahulunya ia hafal semua isi Al-Qur’an, namun semua hilang tak tersisa kecuali dua ayat saja.

Dalam sebuah peperangan yang dahsyat antara pasukan Muslim melawan tentara Romawi, pemuda ini telah memainkan perannya dengan baik dan heroik. Pedangnya masih berkilat-kilat memantul cahaya mentari yang panas di tengah padang pasir yang gersang. Masih segar berlumur merahnya darah orang Romawi. Ia hantarkan orang Romawi itu ke neraka dengan pedangnya.

Kaum muslimin sedang mengepung benteng Romawi. Tiba-tiba mata si pemuda tertuju kepada seorang wanita Romawi di dalam benteng. Kecantikan dan pesona wanita pirang itu begitu dahsyat mengobrak-abrik hatinya. Dia lupa bahwa tak seorang pun dijamin lolos su’ul khatimah.

Tak tahan melawan kecamuk dalam dadanya, ia pun mengirimkan surat cinta kepada wanita itu. Isinya kurang lebih:

“Adinda, bagaimana caranya agar aku bisa sampai ke pangkuanmu?”

Perempuan itu menjawab: “Kakanda, masuklah agama Nashrani maka aku jadi milikmu.”

Syahwat telah memenuhi relung hati si pemuda ini, sampai-sampai ia menjadi lupa akan imannya, tuli peringatan dan buta Al-Qur’an. Pesona wanita itu telah mampu mengubur imannya di dasar samudra. Demi tubuh cantik nan fana itu ia rela tinggalkan Islam.

Menikahlah dia di dalam benteng. Kaum muslimin yang menyaksikan ini sangat terguncang. Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa seorang hafidz yang hatinya dipenuhi Al-Qur’an meninggalkan Allah. Dikisahkan,pemuda penghafal Al Qur’an dan mujahid ini akhirnya hidup dan mati dalam kekufuran.

Hingga suatu ketika pasukan Muslim berhasil menemui dan mebujuknya untuk kembali ke pangkuan Islam, namun tidak berhasil. Ketika ditanyakan kepadanya, “Dimana Al Quran mu yang dulu???”

Ia menjawab, “Aku telah lupa semua isi Al Quran kecuali dua ayat saja yaitu :

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ

“Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.”

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖفَسَوْفَ يَعْلَمُونَ

“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). (QS. Al Hijr: 2-3).

Seolah ayat ini adalah hujjah untuk dirinya, kutukan sekaligus peringatan Allah yang terakhir namun tak digubrisnya. Dan ia bahagia hidup berlimpah harta dan keturunan bersama kaum Nashrani. Dalam keadaan seperti itulah hingga ajal menjemputnya. Mati dalam keadaan di luar agama Islam.

Aduhai, betapa kita tidak memiliki garansi apa-apa terhadap keimanan kita, kecuali atas rahmat Allah SWT yang menjadikan kita istiqamah. Seorang hafidz nan mujahid saja bisa diangkat nikmat imannya berbalik murtad jika sudah ditetapkan murtad, apatah lagi kita yang tidak punya amalan-amapan istimewa apalagi keimanan yang kuat.

Maka para pemuda, marilah senantiasa waspada dengan segala fitnah yang senantiasa mengancam, khususnya syahwat wanita.

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak pernah kutinggalkan setelahku fitnah yang lebih dahsyat bahayanya bagi kaum pria daripada fitnah wanita.” (Muttafaqun Alaih)

Semoga para suami, para anak-anak laki, saudara-saudara laki kita. keluarga kita semua,teman-teman lelaki esama muslim, selalu dalam lindungan Allah,dijauhkan dari syahwat dan maksiat,selamat dunia akhirat. Amin.

 Catatan:

Diceritakan bahwa pemuda tersebut dahulunya adalah seorang tabiin, Abdah bin Abdirrahiim. Hal ini berdasarkan penukilan dari kitab al Bidayah wan Nihayah yang ditulis oleh Imam Ibnu Katsir, rahimahullah, dan beliau meriwayatkan dari Ibnu Jauzi.

 Namun hal ini dibantah oleh penukilan lainnya. sesungguhnya yang murtad sehingga memutuskan menjadi nasrani itu adalah pemuda yang tidak disebut namanya. Dia adalah pengikut dari  Abdah bin Abdurrahim. Sedangkan Abdah bin Abdirrahim sendiri adalah sebagai periwayat kisah tersebut, bukanlah pelakunya. Abdah bin Abdirrahim adalah salah satu guru Imam A-Nasaai, yang dinilai shoduq oleh sebagian Ulama. Dan beliau wafat pada tahun 244 H. Wallâhu a’lam.