Oleh: Ustad Irsyad Syafar,Lc. M.Ed

Ini episode lain dari perjalanan Bani Israil. Kali ini antara mereka dengan Nabi Allah, Isa as. Mereka disebut Allah SWT di dalam Al Quran sebagai Hawariyyun. Mereka dalam proses ujian keimanan kepada Allah dan ujian loyalitas kepada Nabi Allah. Nabi Isa as menyeru mereka untuk beriman kepada Allah dan kepadanya. Allah berfirman:

وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُوا بِي وَبِرَسُولِي قَالُوا آمَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ.

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku”. Mereka menjawab: Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)”. (QS Al Maidah: 111).

Hal ini merupakan anugerah Allah kepada Nabi Isa as. Yaitu Allah menjadikan baginya sahabat-sahabat dan penolong-penolong yang setia kepadanya. Menurut pendapat ulama, yang dimaksud dengan istilah “wahyu” dalam ayat ini ialah wahyu yang berupa ilham, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

{وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ}.

Artinya: “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa, “Susukanlah dia.” (QS Al-Qashash: 7).

Hal ini jelas menunjukkan bahwa makna yang dimaksud adalah ilham, tanpa ada yang memperselisihkannya. Sama pula dengan pengertian pada ayat lain, yaitu firman Allah SWT:

{وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ. ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا}.

Artinya: “Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” (QS An-Nahl: 68-69).

Dengan mendapat seruan untuk beriman kepada Allah dan Nabi Isa, maka hawariyyun beriman kepada Nabi Isa. Namun untuk menguatkan iman, mereka meminta terjadinya sebuah mukjizat kepada Nabi Isa. Mereka meminta turunnya satu meja hidangan dari langit. Allah berfirman:

إِذْ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ هَلْ يَسْتَطِيعُ رَبُّكَ أَنْ يُنَزِّلَ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ ۖ قَالَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ.

Artinya: “(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: “Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”. Isa menjawab: “Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”. (QS Al Maidah: 112).

Ayat yang menceritakan dialog antara Nabi Isa dengan pengikutnya ini, menyingkap seberapa kuat kadar keimanan pengikutnya dan seperti apa watak perilaku mereka.

Para ulama tafsir memang berbeda pendapat dalam menjelaskan motif permintaan Hawariyyun ini. Apakah karena mereka masih ragu kepada Allah dan Nabi Isa atau karena mereka ingin menambah naiknya level iman mereka. Namun jumhur ulama mengambil pendapat yang pertama.

Salah satu Ulama yang berpendapat seperti itu adalah Ibnu Jarir Ath Thabari. Beliau menyatakan masih adanya keraguan di dalam hati mereka. Ibnu Jarir memberikan alasan dengan pendapat ini adanya tanggapan Nabi Isa: “Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”.

Perintah bertakwa ini merupakan bentuk teguran. Maknanya takutlah kalian kepada Allah, jangan tanyakan hal ini, jika kalian betul-betul beriman.

Para pengikut Nabi Isa ini memberikan alasan atas permintaan mereka tersebut, seperti Firman Allah:

قَالُوا نُرِيدُ أَنْ نَأْكُلَ مِنْهَا وَتَطْمَئِنَّ قُلُوبُنَا وَنَعْلَمَ أَنْ قَدْ صَدَقْتَنَا وَنَكُونَ عَلَيْهَا مِنَ الشَّاهِدِينَ.

Artinya: “Mereka berkata: “Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu”. (QS Al Maidah: 113).

Ada 4 alasan mereka bertanya: pertama karena mereka ingin makan, kedua untuk menambah iman dan ketenteraman hati, ketiga karena ingin bukti kebenaran Nabi Isa, dan keempat karena ingin menyaksikan mukjizat. Dari empat alasan yang dimunculkan oleh Al Quran, memang nampak masih ada “suasana” keraguan dalam diri “Hawariyyun”.

Maka permintaan Hawariyyun akhirnya direspon oleh Nabi Isa as. Beliau langsung berdoa memohon kepada Allah:

قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُونُ لَنَا عِيدًا لِأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِنْكَ ۖ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Artinya: “Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama”. (QS Al Maidah: 114).

Nabi Isa meminta kepada Allah sesuai permintaan Hawariyyun. Yaitu diturunkannya hidangan dari langit. Namun Beliau meluruskan tujuan dari permintaan tersebut. Turunnya nikmat “hidangan” Allah ini adalah untuk: menjadi hari raya bagi mereka, dan menjadi tanda kekuasaan Allah, serta merupakan rezeki dari Allah.

Maka Allah mengabulkan permintaan kaum Nabi Isa as. ini. Karena level keimanan mereka yang belum kuat dan masih bercampur keraguan, kadang memang harus diperkuat dengan peristiwa luar biasa (mukjizat). Allah menjawab doa Nabi Isa:

قَالَ اللَّهُ إِنِّي مُنَزِّلُهَا عَلَيْكُمْ ۖ فَمَنْ يَكْفُرْ بَعْدُ مِنْكُمْ فَإِنِّي أُعَذِّبُهُ عَذَابًا لَا أُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ.

Artinya: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia”. (QS Al Maidah: 115).

Doa Nabi Isa terkabul dan keinginan Hawariyyun terpenuhi. Akan tetapi resikonya sangat berat. Barang siapa yang masih kafir (engkar) setelah mukjizat tanda kekuasaan Allah ini terjadi, maka dia akan disiksa dengan siksa yang sangat pedih, yang belum pernah ada sebelumnya di muka bumi.

Dan itu balasan yang sangat wajar. Karena sudah mendapat penghormatan dari Allah dengan dikabulkannya permintaan mereka. Dan permintaannya sangat istimewa. Tak pernah terjadi sebelumnya bagi kaum yang lain, dan juga tidak terulang pada kaum setelah mereka. Bila setelah itu masih engkar kepada Allah, tentunya sangat wajar mendapat siksa.

Imam Ath Thabari dalam tafsirnya menukilkan perkataan Abdullah bin Amru bin Ash, bahwa ada 3 golongan yang paling berat siksaanya di akhirat kelak: orang-orang munafik, orang-orang kafir setelah (menyaksikan) turunnya hidangan dari langit, dan keluarga Firaun.

Disini juga terlihat perbedaan yang jelas antara sahabat-sahabat setia Rasulullah saw (Muhajidin dan Anshar) dengan sahabat setia (Hawariyyun) Nabi Isa. Hawariyyun walaupun sudah beriman kepada Nabi Isa as, dan sudah sering mengetahui dan menyaksikan mukjizat Nabi Isa, namun mereka masih terus saja meminta mukjizat. Sedangkan sahabat Rasulullah saw tidak meminta mukjizat setelah mereka masuk Islam dan setelah sentuhan pertama iman menyapa hati mereka.

Pelajaran

1. Setiap Nabi dan Rasul dikaruniai oleh Allah SWT para pendukung dan pengikut setia. Jumlahnya relatif, sedikit atau banyaknya. Pengikut setia Nabi Isa namanya para Hawariyyun.
2. Pendukung setia Rasulullah saw (Sahabat Nabi) jauh lebih baik tingkat keimanan mereka dibandingkan para pendukung Nabi-Nabi sebelumnya. Sebab, mereka tidak pernah meminta mukjizat setelah beriman. Dan banyak yang beriman tanpa melihat mukjizat. Seperti Abu Bakar, Khadijah, Ali, Utsman, Zubeir dan banyak sahabat lainnya, masuk Islam tanpa melihat mukjizat Rasulullah saw.
3. Iman yang muncul setelah mukjizat lebih rendah kelasnya dari pada iman yang muncul tanpa mukjizat lebih dulu. Dan orang-orang yang masih saja belum beriman setelah melihat kekuasaan Allah (mukjizat), akan mendapat siksa yang lebih berat.
4. Para pengikut Nabi-Nabi sebelum Rasulullah saw sering kali memanggil Nabi mereka dengan namanya langsung: wahai Musa, wahai Isa, wahai Harun, dll. Sementara pengikut Rasulullah saw lebih beretika. Mereka memanggilnya dengan panggilan kenabian: wahai Rasulullah, wahai Nabi Allah.
5. Jika Allah berkehendak atas sesuatu, apa saja yang diinginkanNya pasti akan terjadi. Setiap orang beriman mesti membulatkan keyakinannya atas keMahaberkuasanya Allah.

Wallahu A’laa wa A’lam.