Oleh: Ustad Irsyad Syafar,Lc. M.Ed

Ini adalah kisah pembunuhan pertama di dunia. Kisah yang benar tentang dua orang anak dari anak-anak Nabi Adam. Jumhur ulama menyatakan keduanya adalah Habil dan Qabil.

Sudah menjadi taqdir Allah SWT bahwa Nabi Adam dan istrinya Hawwa selalu dikaruniai anak kembar sepasang, laki-laki dan perempuan. Karena penduduk dunia saat itu hanya mereka sekeluarga saja, belum ada keluarga lain, maka syariat perkawinan adalah antar sesama anak.

Imam Ibnu Jarir Ath Thabari, meriwayatkan dengan isnadnya dari As Suddi melalui riwayat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Adam selalu dikarunia anak sepasang, laki-laki dan perempuan. Lalu Nabi Adam menikahkan laki-laki satu kehamilan dengan perempuan kehamilan yang lain. Dan menikahkan perempuan satu kehamilan dengan laki-laki kehamilan yang lain. Begitu seterusnya sampai beranak-pinak.

Maka diantara anak-anak Nabi Adam tersebut adalah Habil dan Qabil. Nabi Adam mensyariatkan bahwa Habil menikahi perempuan kembaran Qabil. Sedangkan Qabil menikahi perempuan kembaran Habil. Disinilah permasalahan itu bermula.

Alhaafizh Ibnu Hajar menyatakan dalam kitabnya Fathul Baaru, bahwa As Suddi menyebutkan penyebab Qabil membunuh Habil adalah kecemburuan Qabil kepada Habil. Sebab kembaran Qabil lebih baik (cantik) dibandingkan kembaran Habil. Qabil menginginkan ia menikahi kembarannya sendiri. Sedangkan syariat Nabi Adam tidak mengizinkan hal itu. Namun Qabil ngotot dengan keinginannya. Maka Nabi Adam memerintahkan keduanya berqurban kepada Allah dengan harta pencahariannya. Siapa yang qurbannya diterima Allah, maka dia yang berhak menikahi kembaran Qabil.

Maka kedua anak Adam tersebut menyerahkan qurbannya kepada Allah, dari hasil usahanya sendiri. Qabil seorang petani, menyerahkan qurban berupa hasil tanaman gandumnya. Tapi tidak dengan kualitas yang baik. Sedangkan Habil seorang peternak. Ia serahkan qurban berupa seekor domba yang gemuk lagi bagus. Lalu kemudian, ternyata qurban Habil lah yang diterima oleh Allah. Sedangkan qurban Qabil tidak diterima. Maka bangkitlah amarah Qabil, sehingga dia hendak membunuh adiknya Habil. (Fathul Baari 6/369).

Allah SWT menyebutkan peristiwa ini dalam firmanNya:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (المائدة: 27)

Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah dua putra Adam(Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia (Qabil) berkata, “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS Al Maidah: 27).

Betapa Qabil telah terbawa dari satu keburukan kepada keburukan. Pertama, Keinginannya untuk mendapatkan yang bukan haknya (tamak) telah membuatnya jatuh kepada sifat iri dan cemburu. Akibatnya dia jatuh kepada kesalahan berikutnya yaitu menolak syariat ayahnya, Nabi Adam. Kemudian, ketika Nabi Adam menambahkan perintah berqurban, Qabil tidak melaksanakannya dengan baik. Karena hawa nafsu dan emosional terlanjur menguasai dirinya.

Akibatnya, qurbannya tidak diterima, sedangkan qurban Habil diterima oleh Allah. Sehingga otomatis Habil yang berhak menikahi kembaran Qabil. Hal ini semakin membuat Qabil gelap mata. Ia tak melihat jalan lain untuk mencapai maksudnya dan menggagalkan pernikahan adiknya, kecuali dengan membunuhnya.

Namun sang adik, tidak terpancing emosinya dengan ancaman abangnya. Malah dia memberikan penjelasan kepada abangnya, bahwa Allah hanya menerima qurban yang dibayarkan dengan penuh ketaqwaan. Yaitu, berqurban dengan harta yang terbaik. Bahkan sang adik tak akan melawan sama sekali bila abangnya membunuhnya. Allah berfirman menjelaskan sikap sang adik:

لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ. إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (المائدة: ٢٨-٢٩).

Artinya: “Berkata Habil, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” “Sungguh, kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dari dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” (QS Al Maidah: 28-29).

Namun ternyata, hawa nafsu telah menguasai diri Qabil. Keinginan untuk membunuh adiknya sudah tidak terbendung lagi. Dan seseorang bila sudah menganggap sesuatu itu boleh dilakukan, maka dia akan terjatuh kepada perbuatan tersebut, walaupun perbuatan itu suatu dosa besar. Allah berfirman:

فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ (المائدة: 30).

Artinya: “Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.” (QS Al Maidah: 30).

Qabil pun jatuh kepada sebuah dosa besar, yaitu membunuh saudara kandungnya sendiri. Dosa yang membuatnya menjadi orang yang merugi, di dunia dan di akhirat. Yang akan membuatnya menjadi penghuni neraka. Sedangkan adiknya yang menjadi korban, beruntung disisi Allah. Karena amal shalehnya diterima dan dosa-dosanya menjadi tanggungan abangnya. Dan dia akan menjadi penghuni sorga.

Sebelum pembunuhan ini, belum ada satupun manusia yang melakukannya. Dan tak pernah pula Qabil mendapat pelajaran membunuh. Ini menunjukkan, bahwa manusia bila telah dikuasai hawa nafsu, bisa saja membuat berbagai “kreatifitas” dan “ide” berbuat dosa, yang mungkin tidak terpikir oleh orang lain. Dan akibatnya lagi, Qabil menjadi pencetus pertama pelaku pembunuhan. Tentunya, iblis punya peran dalam membisikkan berbagai dosa kepada manusia, sampai kemudian manusia itu memperbuatnya.

Karena, sebagai pencetus pertama sebuah keburukan, tentunya Qabil akan memikul juga beban dosa orang yang meniru perbuatannya ini, sampai hari kiamat nanti. Dalam sebuah hadits dinyatakan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لَا تُقتَل نَفْسٌ ظُلْمًا، إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لِأَنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ”.

Artinya: “dari Abdullah ibnu Mas’ud yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tiada seorang pun yang terbunuh secara aniaya, melainkan atas anak Adam yang pertama tanggungan sebagian dari darahnya, karena dialah orang yang mula-mula mengadakan pembunuhan.” (HR Ahmad).

Dalam suasana kebingungan karena telah terlanjur berbuat dosa membunuh, Qabil dihadapkan kepada masalah baru. Bagaimana dia harus memperlakukan mayat adiknya tersebut. Belum ada waktu itu syariat dan tata cara penguburan. Dalam tafsir Ibnu Katsir dinukilkan bahwa Qabil membawa jenazah adiknya kemana dia pergi dalam waktu yang lama. Ada yang mengatakan sampai selama satu tahun. Tidak tahu apa yang harus dia perbuat.

Sempai kemudian Allah SWT mengirimkan pelajaran khusus melalui dua ekor burung gagak. Dimana kedua burung tersebut berkelahi, kemudian salah satunya mati. Maka yang satunya lagi yang masih hidup, menggali tanah membuat lobang. Lalu menguburkan gagak yang telah mati di dalam lobang tersebut. Semua itu berlangsung dihadapan Qabil.

Allah berfirman:

فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الأرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَى أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ.

Artinya: “Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia harus menguburkan jenazah saudaranya. Berkata Qabil, “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.” (Al-Maidah: 31).

Setiap muslim harus hati-hati dan jangan sampai jatuh kepada dosa membunuh muslim yang lain. Sebab dosanya sangat besar dan siksanya sangat pedih di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman dalam surat An Nisa:

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Artinya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS An Nisa: 93).

Bila seandainya terjadi dua orang muslim berkelahi dan saling satu sama lain untuk membunuh lawannya, maka bila ada yang terbunuh, sipembunuh dan yang dibunuh kedua-duanya masuk neraka. Rasulullah saw bersabda:

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ . فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ.

Artinya: “Apabila dua orang muslim berkelahi dan masing-masing mempergunakan pedang maka si pembunuh dan yang terbunuh, keduanya masuk neraka.” Aku bertanya, “Hal itu bagi pembunuh, bagaimana dengan yang terbunuh?” Beliau menjawab, “Karena orang yang terbunuh itu juga berusaha untuk membunuh saudaranya.” (HR Bukhari dari Ahnaf bin Qeis dan Abu Bakar).

Karenanya, setiap muslim wajib menghindari permusuhan, apalagi sampai membunuh orang lain yang tidak berdosa. Peristiwa pembunuhan pertama di dunia ini Allah abadikan dalam surat Al Maidah, ayat 27-31.

Pelajaran

1. Nabi Adam bersama istrinya Hawwa dan anak-anaknya, adalah manusia pertama yang ada dimuka bumi. Mereka memiliki syariat khusus sesuai dengan situasi yang ada. Tentu tidak bisa sama dengan umat setelah itu.
2. Manusia bisa jatuh kepada dosa besar gara-gara diawali dengan dosa-dosa kecil. Dan manusia dengan akalnya, serta dibantu oleh bisikan iblis dan syetan, mampu membuat dosa-dosa baru yang belum pernah sebelumnya.
3. Dalam memberi kepada orang lain, atau berqurban karena Allah, hendaklah menjadi target setiap hamba Allah, bagaimana pemberian dan qurbannya diterima oleh Allah. Maka Allah hanya menerima yang terbaik, yang diberikan dengan penuh ketaqwaan. Bukan asal memberi dan berqurban (bersedekah).
4. Dosa pertama yang dilakukan oleh anak Adam adalah karena faktor berebut “perempuan”. Hal ini menguatkan kesimpulan bahwa manusia banyak jatuh kepada dosa, lantaran urusan “antara dua paha”. Nabi pernah bersabda, “Siapa yang mampu menjamin antara dua kumisnya (yaitu mukut) dan antara dua pahanya (yaitu kemaluan), niscaya aku menjamin sorga baginya.” (HR Bukhari)
5. Bila jatuh kepada sebuah dosa, apalagi dosa yang merugikan orang lain, manusia hanya bisa menyesalinya. Adalah berat dan sulit untuk mengembalikannya kepada asal mula yang bersih. Karenanya, setiap muslim mesti berupaya menghindari dosa-dosa yang merugikan orang lain. Walaupun beresiko merugikan diri sendiri. Karena itu jauh lebih selamat di dunia dan akhirat.

Wallahu A’laa wa A’lam.