Oleh: Cahyadi Takariawan*

Jika kita menghendaki terwujudnya keluarga yang sakinah, mawadah warahmah serta penuh berkah, harus diawali dari pernikahan yang direncanakan serta dipersiapkan secara matang. Menikah sembarangan, yang didapatkan adalah ‘jodoh kebetulan’, karena tanpa perencanaan dan persiapan. Menikah dengan persiapan matang, yang didapatkan adalah ‘jodoh betulan’, yaitu jodoh yang akan bersama-sama menggapai ridhaNya hingga ke surga.

Jodoh Adalah Tanda Kebesaran Allah

Jodoh adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah di muka bumi. Bagi manusia, jodoh adalah rahasia yang mendebarkan hati. Namun di sisi Allah, tidak ada yang rahasia, karena telah ditetapkanNya untuk manusia. Allah Ta’ala berfirman:

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum:21).

Ayat ini menyebutkan bahwa pasangan suami istri adalah tanda-tanda kebesaran Allah. Maka fenomena perjodohan sungguh menjadi ayat-ayat kauni yang semakin membuat kita yakin akan kebesaran Allah Ta’ala. Dalam ayat ini juga dijelaskan bahwa dengan menikah akan lebih tentram karena adanya pendamping. Al Mawardi dalam kitab An Nukat wal ‘Uyun berkata mengenai ayat tersebut, “Mereka akan begitu tenang ketika berada di samping pendamping mereka karena Allah memberikan pada nikah tersebut ketentraman yang tidak didapati pada yang lainnya.”

Jodoh bukan hanya tanda kebesaran Allah, namun sekaligus ketentuan dari Allah sejak manusia belum lahir ke muka bumi. Nabi Saw telah bersabda:

ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ.

“Kemudian diutus kepadanya malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rejekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya”. (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)

Dalam hadits tersebut dinyatakan empat hal yang telah ditetapkan Allah sejak janin berumur 120 hari dalam kandungan, yaitu  rejeki, ajal, amal dan kecelakaan atau kebahagiaan. Tidak disebutkan secara khusus tentang jodoh, namun para ulama memasukkan jodoh sebagai bagian dari rejeki pemberian Allah.

Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan, “Sebagaimana rejeki telah tertulis dan ditakdirkan bersama sebab-sebabnya, maka jodoh juga telah tertulis (beserta sebab-sebabnya). Masing-masing dari suami istri telah tertulis untuk menjadi jodoh bagi yang lain. Bagi Allah tidak rahasia lagi segala sesuatu, baik yang ada di bumi maupun di langit”.

Apakah Lelaki Salih Otomatis Mendapat Jodoh Perempuan Salihah?

Syaikh Mutawalli Asy Sya’rawi menjelaskan, ada dua macam kalam (kalimat sempurna) dalam bahasa Arab. Yang pertama, kalam yang mengabarkan kondisi atau suasana yang ada. Yang kedua, kalam yang bermaksud ingin menciptakan kondisi dan suasana. Kedua bentuk kalam ini bisa ditemukan dalam Al Quran.

Misalnya pada ayat Allah : “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula); dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). QS. An Nur: 26.

Ayat ini tidaklah sedang mengabarkan kondisi atau suasana yang ada. Pada kenyataan sehari-hari, ada laki-laki yang baik mendapat istri yang tidak baik, ada pula perempuan baik nemiliki suami tidak baik. Maka ayat tersebut harus dipahami sebagai sebuah arahan, untuk menciptakan kondisi yang baik. Agar lelaki yang baik mencari jodoh perempuan yang baik, begitu pula perempuan yang baik hendaknya mencari suami yang baik.

Jika kita sandingkan dengan QS An Nur ayat 3, “laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik”, ayat ini lebih tegas mengandung “unsur perintah” untuk mencari pasangan yang sepadan dalam kebaikan. Maka ayat 26 di atas bisa dipahami sebagai sebuah arahan untuk mengondisikan, dan bukan sebagai ketetapan –bahwa yang baik “otomatis” akan mendapatkan pasangan yang baik.

Yang diperlukan adalah usaha untuk memperbaiki diri, mematutkan diri, agar menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Yang harus anda lakukan adalah selalu memohon dan berharap kepada Allah, percaya kepada Allah, dan siap menerima ketentuan Allah dengan hati yang bahagia. Sebagai insan beriman kita meyakini, ketentuan Allah adalah hal yang terbaik bagi hamba.

Ikhtiar Mendapatkan Jodoh Betulan

Jodoh —sebagaimana rejeki— adalah ketetapan dari Allah, namun bukan berarti manusia tidak lagi perlu berusaha. Rejeki tidak turun dari langit, namun harus mengupayakan ”sebab” yang membuat rejeki diberikan kepada kita. Demikian pula jodoh. Kendati sudah menjadi ketetapan Allah, namun bukan berarti manusia tidak perlu lagi mengusahakan. Kita harus mengupayakan ”sebab” agar jodoh dihadirkan oleh Allah.

Secara prinsip, yang harus dilakukan manusia adalah usaha untuk memperbaiki diri dan mendekat kepadanya. Karena inilah di antara ”sebab” diberikannya jodoh salih salihah lantaran usaha yang kita lakukan. Selain itu, ada beberapa bentuk ikhtiar lainnya agar mendatangkan jodoh, sebagaimana sudah saya ulas di sini. Silakan disimak kembali. Intinya, selain upaya yang bercorak spiritual, ada pula upaya teknis untuk menemukan jodoh.

Doa Untuk Mendapatkan Jodoh

Di antara ikhtiar mendapatkan jodoh salih salihah adalah dengan doa. Tidak ada doa yang secara khusus yang dituntunkan oleh Nabi Saw untuk mendapatkan jodoh. Namun kita bisa menggunakan doa ‘sapu jagat’ yang berisi permohonan kebaikan hidup dunia hingga akhirat. Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan:

كَانَ أكثرُ دعاءِ النبيّ – صلى الله عليه وسلم – : (( اللَّهُمَّ آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً ، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ )) متفقٌ عَلَيْهِ .

“Doa yang lebih sering diucapkan Rasulullah Saw adalah : Allahumma atina fid dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qina ‘adzaban nar. Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari adzab neraka.” (HR. Bukhari no. 4522 dan Muslim no. 2690).

Doa ini mengandung permohonan kebaikan hidup di dunia, kebaikan hidup di akhirat, serta keselamatan dari adzab neraka. Termasuk kebaikan dunia adalah suami salih dan istri salihah. Termasuk sebab yang membawa ke surga dan selamat dari api neraka adalah suami salih dan istri salihah. Dengan demikian, doa ini sesungguhnya sudah mencakup segala aspek untuk kebaikan hidup dunia dan akhirat.

Berdoalah dan jangan pernah bosan berdoa kepada Allah. Bukan hanya doa disegerakan, namun doa untuk dilayakkan dan dipatutkan, sehingga Allah hadirkan jodoh yang layak dan patut untuk kita. Jodoh yang bersama-sama menggapi ridhaNya, hidup bahagia hingga ke surga.

Menikah Untuk Bahagia

Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menyebutkan paling tidak ada tiga tujuan perkawinan. Pertama, untuk melestarikan dan mengembangkan keturunan dalam rangka melanjutkan kehidupan manusia di bumi. Kedua, untuk menyalurkan hasrat fitrah kemanusiaan agar mendapatkan kenikmatan jasmani dan rohani, serta menjaga fungsi reproduksi. Ketiga,  untuk menciptakan ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.

Apabila pernikahan dilakukan sesuai syariatNya, dilanjutkan dengan usaha dari pasangan suami dan istri untuk mendapatkan keberkahan dalam kehidupan berumah tangga, insyaallah kebahagiaan akan didapatkan. Menikah untuk mendapatkan kebahagiaan atau kebaikan hidup di dunia hingga di akhirat, sebagaimana makna doa sapu jagat di atas.

Kita juga mendapatkan arahan Nabi Saw, bahwa ada empat hal yang membawa kebahagiaan manusia, salah satunya adalah istri salihah. Rasulullah Saw bersabda:

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ الْجَارُ السُّوْءُ وَالْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَالْمَسْكَنُ الضَّـيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ

“Ada empat (yang membawa kebahagiaan) manusia : istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih, dan kendaraan yang nyaman. Ada empat (yang membawa) kesengsaraan manusia : tetangga yang buruk, istri yang buruk, rumah yang sempit, dan kendaraan yang tidak nyaman”.

Hadits Riwayat Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 4032, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 9556, Adh Dhiyaa’ Al Maqdisiy dalam Al Mukhtarah no. 1048. Hadits ini dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad no. 1445, juga dinyatakan sahih oleh Syaikh Albani dalam Ash Shahihah no. 282.

Demikianlah istri salihah —dan suami salih—- menjadi salah satu penentu kebahagiaan hidup manusia. Persis seperti petuah Socrates yang sangat terkenal, “Bagaimanapun, menikahlah! Jika isrimu baik, kamu akan bahagia. Jika istrimu jahat, kamu akan menjadi filsuf.”

 

*) Penulis buku seri “Wonderful Family”. Konselor dan Trainer diRumah Keluarga Indonesia (RKI) dan di Jogja Family Center (JFC). Anggota IKAL – XLV.

 

Bahan Bacaan

Cahyadi Takariawan, Wonderful Journeys for A Marriage, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2016

Cahyadi Takariawan, Wonderful Marriage, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2017

Muhammad Thalib, Tuntunan dan Keutamaan Pernikahan dalam Islam, Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2001.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al Qadha’ wal Qadar : Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Pustaka At Tibyan